JAKARTA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tampaknya menjadi pihak yang tak nyaman dengan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah Fahri Hamzah yang meminta agar lembaga pemberantas korupsi itu dibubarkan, kini giliran Habib Aboe Bakar Alhabsyi yang menyebut bahwa Komite Etik KPK offside karena dianggap membela pimpinan KPK.
"Saya melihat putusan Komite Etik sudah offside. Bagaimana mungkin Komite Etik yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika," kecam Aboe di Jakarta, Kamis (6/10).
Seperti diketahui, Komite Etik KPK akhirnya mengumukan hasil kerja selama dua bulan ini. Dari 27 saksi dari internal KPK maupun pihak luar, empat pimpinan KPK yang diseret-seret oleh M Nazaruddin dinyatakan bersih. Meski demikian, khusus Chandra Hamzah dan Haryono Umar dianggap kurang berhati-hati.
Komite Etik KPK juga menyatakan bahwa mantan Deputi Penindakan KPK, Ade Raharja dan Sekjen KPK Bambang Sapto Pratomo Sunu telah melanggar kode etik pegawai KPK. Sedangkan juru bicara KPK, Johan Budi, dinyatakan bersih dari dugaan pelanggaran kode etik maupun hukum pidana.
"Saya kira tidaklah tepat bila Komite Etik menyampaikan tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Ada atau tidaknya pelanggaran pidana adalah ranah kerja pengadilan, hakimlah yang berwenang memutuskan hal ini," tegas Aboebakar.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kelahiran Jakarta yang mencalonkan dua kali gagal dalam Pilkada Kalimantan Selatan itu menegaskan, setiap orang dapat dikatan melakukan tindak pidana atau tidak harus dibuktikan dengan proses di peradilan, bukan dalam sidang Komite Etik. "Mereka harus diperiksa dengan hukum acara pidana, bukan sekedar wawancara dengan tim etik, harus diukur dengan norma pidana bukan norma etik," kesalnya lagi.
Dijelaskan Aboe, sikap Komite Etik ini adalah sebuah preseden buruk dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia. Dimana, tegas dia, tindak pidana tidak disidik oleh penyidik, tidak dituntut oleh penuntut umum, tidak disidang oleh hakim, tidak menggunakan hukum acara, namun menyatakan orang tidak terbukti melakukan tindak pidana.
"Sisi lain saya juga heran dengan pembentukan Komite Etik ini, bila pembentukannya didasarkan pada pasal 36 ayat 1, saya rasa tidak tepat. Karena menurut pasal 65 UU KPK pelanggaran tersebut pada pasal 36 ayat 1 bukan pelanggaran etik, melainkan pelanggaran pidana," katanya.
"Atau bila tim etik dibentuk berdasarkan Keputusan pimpinan KPK No : Kep-06/P.KPK/02/2004 tentunya tidak boleh bertentangan dengan UU KPK," ungkap Aboe lagi. Lebih jauh dia berharap jangan sampai sidang kode etik dijadikan sebagai alasan untuk menghindari persidangan.
"Jika sebelumnya oknum KPK menghindari persidangan melalui deponering, sekarang menghindari persidangan melalui sidang kode etik. Saya dukung penguatan KPK, namun kita harus cegah KPK dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menyelamatkan diri," pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar