JAKARTA, (PRLM).-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pramono Anung menyatakan, hasil pemeriksaan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan menjadi pelajaran bagi para pimpinan KPK ke depan. Selain itu, pemimpin KPK mendatang juga tidak meniru apa yang sudah dilakukan para komisioner terdahulu.
"Lembaga harus kuat, mudah-mudahan ini jadi pelajaran berharga bagi siapapun yang memimpin KPK ke depan karena kepemimpinan ini akan habis bulan Desember. Harapannya pemimpin KPK yang baru tidak lakukan praktek yang sama seperti yang dilakukan pimpinan sebelumnya karena ini mungkin baru pertama kali terjadi dalam periodisasi kepemimpinan KPK,"ujar Pramono Anung di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/10).
Dengan demikian,yang harus dilakukan ke depan agar kejadian tidak berulang, maka harus ada code of cunduct KPK. Yakni, soal aturan main dalam internal KPK harus diperjelas, mana yang boleh mana yang tidak boleh, untuk bertemu orang di luar pekerjaan.
Selain itu, harus ada kejelasan di ruang publik bahwa apapun proses-proses yang sekarang dilakukan di luar ketentuan yang ada, sangat melemahkan KPK sendiri.
Pramono menyebutkan, adanya putusan KPK diyakini tidak akan melemahkan KPK. Semua pihak, lanjut Pramono harus menghargai dan memberi apresiasi terhadap apa yang diputuskan komite etik.
"Saya lihat bahwa dengan tiga orang memberikan dissenting opinion bukan keputusan yang gampang. Jadi dalam tubuh komite etik pun pasti terjadi pertentangan yang sangat kuat, sebab tidak bisa dibayangkan kalau kemudian katakanlah posisinya terbalik empat berikan sanksi, tiga enggak itu akan sangat berbeda posisinya yang mungkin orang tidak berpikir dampak pengaruhnya bagi KPK ke depan," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, Komite Etik KPK yang semula dianggap mampu memulihkan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata tidak lebih sekadar binatu bagi sejumlah pimpinan KPK yang diduga melakukan pelanggaran etik.
"Keputusan Komite Etik telah menciptakan preseden buruk bagi KPK di masa yang akan datang, karena pertemuan-pertemuan pimpinan KPK dengan pihak-pihak termasuk petinggi partai politik yang kadernya diduga bermasalah, bukanlah pelanggaran," kata Hendardi.
Menurut dia, Komite Etik lebih memilih menyelamatkan pribadi-pribadi pimpinan KPK yang akan mengakhiri jabatannya daripada menegaskan integritas KPK untuk tidak mentolerir segala jenis pertemuan dengan pihak yang diduga terlibat atau berpotensi melakukan deal perkara korupsi kader-kader partainya.
"Penting dibuka, siapa tiga anggota Komite Etik yg berbeda pendapat, agar jelas siapa yang sungguh-sungguh mengawal integritas KPK," katanya.
Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, keputusan Komite Etik KPK yang menyatakan tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan para pimpinan KPK dinilai tidak tepat. Menurut dia, kesimpulan tersebut melampaui batas. "Saya melihat putusan komite etik sudah off side, bagaimana mungkin komite yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer, tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika," ujarnya.
Menurut Aboe Bakar tidak tepat bila komite etik menyampaikan tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Ada tidaknya pelanggaran pidana adalah ranah kerja pengadilan. "Hakimlah yang berwenang memutuskan hal ini. Bila komite etik memutus hal tersebut akan dapat merusak sistem hukum pidana di Indonesia,"jelasnya.
Ditegaskan, Komite Etik telah melampaui kewenangannya, termasuk melampaui kewenangan pengadilan. Setiap orang lanjut Aboe dapat dikatakan melakukan pidana atau tidak harus dibuktikan dengan proses di peradilan, bukan dalam sidang komite etik. Mereka harus diperiksa dengan hukum acara pidana,kata Politisi PKS ini bukan sekadar wawancara dengan tim etik, harus diukur dengan norma pidana, bukan norma etik.
0 komentar:
Posting Komentar