KBRN, Jakarta : Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendapati sorotan tajam hingga kecaman dari sebagian pihak, setelah mengumumkan hasil penyelidikan tidak ada pelanggaran kode etik maupun pidana terhadap empat komisioner KPK.
Komite etik dibentuk, untuk mencari kebenaran atas tuduhan tersangka Kasus Suap Wisma Alit, M Nazarudin, diantaranya menyebutkan adanya pertemuan dengan sejumlah pimpinan KPK untuk mengamankan kasus suap Wisma Atlit, kasus di Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, dan lainnya.
"Putusan komite etik off side, atau keluar aturan, bagaimana mungkin Komite Etik yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika," kata Anggota Komisi Hukum III DPR-RI, Aboebakar Alhabsyi, Kamis, (6/9).
Ia menyatakan, tidak tepat Komite Etik menyampaikan pada publik tidak ada pelanggaran pidana dilakukan para komisioner KPK, sebab ada atau tidak pelanggaran pidana adalah ranah kerja pengadilan, sehingga hanyalah hakim yang berwenang memutuskan hal ini.
Sikap Komite Etik ini, lanjut Aboebakar, merupakan preseden buruk dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia, dimana tindak pidana tidak disidik oleh penyidik, tidak dituntut oleh penuntut umum, tidak disidang oleh hakim, tidak menggunakan hukum acara, namun menyatakan orang tidak terbukti melakukan tindak pidana.
"Mereka harus diperiksa dengan hukum acara pidana, bukan sekedar wawancara dengan tim etik, harus diukur dengan norma pidana bukan norma etik, sebab setiap orang dapat dikatan melakukan tindak pidana atau tidak, harus dibuktikan dengan proses di peradilan, bukan dalam sidang komite etik," pinta Aboebakar yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai PKS, bidang Advokasi dan Hukum itu.
Disisi lain, Aboebakar mengaku heran dengan pembentukan Komite Etik. Menurutnya, bila pembentukannya didasari pasal 36 ayat 1, maka tidak tepat, karena menurut pasal 65 Undang-Undang KPK pelanggaran pada pasal 36 ayat 1 bukan pelanggaran etik, melainkan pelanggaran pidana.
Sementara Jika tim etik dibentuk berdasarkan Keputusan pimpinan KPK No : Kep-06/P.KPK/02/2004 tentunya tidak boleh bertentangan dengan UU KPK.
"Jangan sampai sidang kode etik dijadikan sebagai alasan untuk menghindari persidangan, jika sebelumnya oknum KPK menghindari persidangan melalui deponering, sekarang menghindari persidangan melalui sidang kode etik. Kami dukung penguatan KPK, namun kita harus cegah KPK dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menyelamatkan diri," tandas Aboebakar denga nada tegas.
0 komentar:
Posting Komentar