TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Etik dinilai telah melakukan manuver yang bisa menguras energi. Komite Etik, dianggap sudah menerobos sistem hukum yang ada dengan melakukan pada disclaimer tindak pidana yang bukan wewenangnya. "Seharusnya Komite Etik berguru kepada Badan Kehormatan DPR. Sampai saat ini BK masih tahu diri, tidak pernah off side, memutus perkara pidana dengan instrumen etik. Ini bentuk konsistensi DPR pada sistem hukum," ujar anggota Komisi III DPR, Abobakar Alhabsy, Minggu (09/10/2011). Tidak hanya itu, tegas Alhabsy, DPR dalam hal ini BK selalu mengembalikan persoalan pidana kepada penegak hukum, bukan diperiksa internal. Melihat perkembangan sekarang, Alhabsy melihat, ending plot dari permasalahan yang muncul sekarang antara DPR dan KPK berujung pada penghilangan kewenangan DPR dalam memilih KPK. "Bila kami sebelumnya sering dihantam, didowngrade dan didelegitimasi, sudah kami prediksi endingnya seperti ini. Pak Busyro sedang memanfatkan sentimen publik untuk mengutak-atik sistem hukum," tegasnya. Alhabsy yang juga politisi PKS menilai, menghindari persidangan dengan komite etik merupakan bagian dari manuver. Kini KPK dinilai ingin menghilangkan kewenangan DPR. "Semoga Pak Busryo tidak jadi Maling Kundang, kacang yang lupa kulitnya. Kami dulu yang memilih beliau dan mendudukkan beliau jadi ketua KPK, sekarang malah ingin menghilangkan kewenangan kami," tegasnya. Bisa jadi, katanya lagi, Ketua KPK Busyro Muqodas, sekarang sedang ketakutan, sebab nama beliau tidak populer lagi di DPR, sehingga khawatir nanti tidak terpilih jadi ketua KPK bila pemilihan dilakukan di DPR. Aboebakar kemudian berharap, semoga Busyro Muqodas, tabah akan keadaan ini dan tidak panik dan reaksioner. "Saya persilahkan Pak Busryo menempuh prosedur yang ada, bila ingin mengamputasi kewenangan DPR silahkan ajukan judicial review ke MK. Saya yakin beliau sangat paham mekanismenya," Aboe Bakar menegaskan.
0 komentar:
Posting Komentar