JAKARTA--MICOM: Rekomendasi sanksi kepada hakim nakal yang dicetuskan Komisi Yudisial (KY), akan tetap bisa di eksekusi meskipun diabaikan atau ditentang oleh Mahkamah Agung (MA).
Khusus untuk rekomendasi KY yang meminta sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau pemberhentian tetap dengan hormat, harus diputuskan melalui mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Aturan itu termuat dalam Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) yang baru disepakati dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I antara pemerintah dengan DPR, Kamis (6/10).
"UU KY ini cukup menjadi angin segar dalam membangun sinergi antara MA dan KY. Banyak terobosan-terobosan di UU KY untuk penguatan institusi," ujar anggota Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding.
Aturan mengenai eksekusi rekomendasi tersebut, termuat dalam pasal 22D, dimana MA menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melakukan pelanggaran kode etik dan atau perilaku hakim yang diusulkan oleh KY dalam waktu paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal usulan diterima.
"Untuk rekomendasi yang sepaham antara MA dan KY, dalam waktu 60 hari berlaku dengan sendirinya. Untuk yang tidak sepaham, maka itu dibicarakan bersama. Kalaupun tidak disetujui MA, tetap akan berlaku dengan sendirinya," jelas Ahmad Yani, anggota dari Fraksi PPP.
Aturan ini berlaku untuk sanksi ringan, sedang dan berat, kecuali dua sanksi terberat yakni pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau pemberhentian tetap tidak dengan hormat yang harus melalui MKH.
Disamping itu, dalam UU yang baru ini juga KY dapat melakukan penyadapan dengan meminta bantuan kepada aparat penegak hukum. "Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan KY," tutur Aboebakar Alhabsy dari Fraksi PKS ditemui seusai rapat.
Kewenangan KY juga diperkuat, dengan kewenangan melakukan panggil paksa terhadap para saksi yang tidak memenuhi panggilan tiga kali berturut-turut.
0 komentar:
Posting Komentar