Senin, 03 Desember 2012

MA Harus Belajar dari Kasus Nazaruddin

Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al-Habsy mengapresiasi pembentukan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk memeriksa kasus hakim agung Ahmad Yamani.

Menurut politikus PKS itu, pembentukan MKH dalam kasus Yamani merupakan yang pertama kali terjadi dan sebuah kemajuan yang luar biasa. Ini akan menjadi preseden baru dalam dunia peradilan di Indonesia.

"Para hakim yang sebelumnya unthouchable sekarang dapat diperiksa oleh majelis kehormatan. Kedepan pastilah hal ini akan membawa banyak dampak dalam sistem peradilan di Indonesia," kata Aboe melalui pesan singkatnya, di Jakarta, Kamis (30/11/2012).

Setidaknya, kata Aboe, para hakim akan semakin berhati-hati dalam menjalankan proses peradilan, kecermatan dan akuntabilitas akan semakin menjadi tuntutan publik.

Aboe mengingatkan, sebenarnya bila ingin fair, tak hanya hakim Yamani yang harus
diperiksa dalam perkara ini namun seluruh hakim anggota.

"Karena selama ini kita terlanjur menghakimi hakim Yamani, tanpa adanya sebuah proses pembelaan. Bila mengikuti aturan hukum, siapapun harus dikenakan prinsip presumtion of innocent, jadi jangan dihakimi tanpa suatu proses peradilan," tegasnya.

"Saya kira kita perlu memberikan keadilan kepada Yamani, yaitu dengan memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan. Termasuk mendengarkan kesaksian ataupun konfrontir dari anggota majelis lain yang menyidangkan kasus Hengky," lanjutnya.

Dia menjelaskan, yang harus diantisipasi adalah kemungkinan timbulnya Yamani effect. Yaitu, hubungan yang kurang harmonis di lembaga MA. Untuk itu, dia meminta agar MA belajar dari beberapa kasus tindak kejahatan korupsi seperti kasus Nazaruddin.

"Belajar dari kasus Nazarudin, dimana akhirnya banyak fakta yang terungkap
bahwa dirinya tidak bermain sendiri. Hal ini bisa saja berpeluang terjadi pada kasus ini, oleh karenanya KY maupun MA harus mengantisipasi persoalan tersebut," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Hakim Yamani diduga memalsukan dokumen putusan sidang kasus narkoba terpidana Hengky Gunawan, pemilik pabrik ekstasi. Hengky yang divonis hukuman mati mengajukan peninjauan kembali (PK) sehingga hukumannya berubah menjadi 15 tahun penjara. Atas putusan inilah Yamani diduga melakukan pemalsuan putusan hukuman tersebut. [yeh]

0 komentar:

Posting Komentar