This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 24 Oktober 2011

DPR Mulai Seleksi Calon Pimpinan KPK

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi III DPR mulai melakukan tahap seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (24/10) hari ini. Tahap awal, delapan capim KPK akan menjalani tes tertulis dalam bentuk masalah.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut, perdebatan jumlah capim telah berakhir. Semua fraksi sepakat dengan delapan nama yang diajukan pemerintah.

"Hari ini kita akan mulai melakukan seleksi capim KPK. Untuk tahap pertama akan dilakukan tes tulis yang akan diikuti delapan peserta, dalam tahap ini akan terlihat kualitas penguasaan hukum para capim KPK," kata Aboe melalui pesan tertulis, Senin (24/10).

Ia berharap, seluruh rangkaian fit and proper test dapat berlangsung dengan lancar dan para peserta berjuang dengan sportif. Ia yakin semua anggota Komisi III telah menyiapkan diri untuk memberikan pengujian.

"Saya yakin, kualitas proses fit and proper test ini akan berpengaruh pada hasil capim terpilih," ucapnya.

Ia tak ingin pimpinan KPK yang baru nantinya tidak menjadi "Malin Kundang". Jangan sampai setelah dipilih lantas hendak mengamputasi kewenangan DPR.

"Cukup sudah wacana itu para periode kemarin, jangan lagi terulang pada periode mendatang, hal demikian dapat mengganggu hubungan baik antar lembaga," katanya.

Pimpinan KPK yang baru, kata dia, masih punya segudang pekerjaan rumah yang belum selesai. Dewan menginginkan pimpinan KPK yang baru tidak mati gaya ketika berhadapan dengan kasus Century, tidak lelet dalam menangani kasus wisma atlet dan Hambalang.

"Kami masih menyimpan harapan akan pengungkapan kasus IT Pemilu yang dulu hendak dibongkar oleh Antasari Azhar," pungkasnya

PKS: Semoga KPK Tak Mati Gaya Tuntaskan Skandal Century

RMOL. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru, termasuk menuntaskan skandal Century.

"Harapan kita pimpinan KPK yang baru tidak mati gaya ketika berhadapan dengan kasus Century," kata anggota Komisi III dari Fraksi partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar Al Habsy, di gedung DPR/MPR Jakarta (Senin, 24/10).

Selain itu, Aboe juga berharap pimpinan KPK yang baru bisa menunataskan kasus korupsi wisma atlet di Palembang maupun komplek olahraga di Hambalang, Bogor. KPK juga harus menuntaskan kasus IT Pemilu yang sudah mau dibongkar oleh Antasai Azhar.

Siang ini, calon pimpinan KPK akan diuji oleh DPR. Untuk tahap pertama, mereka akan diuji lewat penulisan makalah.

"Dukungan publik berupa informasi mengenai track record para calon merupakan masukan yang sangat berharga bagi kami. Saya harapkan masyarakat memberikan masukan dan informasi ke Komisi III atau kepada saya," demikian Aboe.

Jadi Oposisi, PKS Bisa Kedodoran

JAKARTA - Wacana oposisi yang mengemuka di internal PKS belakangan kian santer saja. Apalagi setelah satu dari empat jatah menteri milik PKS-- Menristek Suharna Surapranata-- dicopot Presiden SBY. Jika berhitung, siapa sebenarnya yang kedodoran jika PKS benar-benar menjadi oposisi, SBY atau justru PKS?

“Politik bukan hitungan matematis semata, jadi sulit menentukannya,” ujar pengamat politik Syahganda Nainggolan. "Kecaman sudah muncul dari berbagai kelompok oposisi, mulai dari kelompok lintas agama, kelompok forum rektor indonesia, kelompok Gerakan Indonesia Bersih, kelompok-kelompk purnawirawan TNI, semua sudah menghancurkan citra SBY melalui statement-statemen mereka, seperti SBY pembohong, SBY pemimpin yang lemah, , SBY tidak memperjuangkan nasib rakyat, negara gagal, semua sudah. Jadi tinggal realisasi, kalau berani" paparnya Sabtu (22/10).

Syahganda juga mengatakan bahwa bila benar PKS beroposisi dan mampu menjadi kekuatan inti dalam menjatuhkan SBY , maka PKS akan memegang kunci dalam perpolitikan Indonesia kedepan. "Jadi, itu (oposisi PKS) sangat menentukan. SBY bisa jatuh atau tidak di tengah jalan," pungkasnya.

Hitung-hitungan untung rugi dalam menentukan pilihan bagi PKS tentu tidak dapat ditemukan dalam waktu dekat ini. Secara kalkulasi politik dalam menentukan pilihan, PKS harus memperhitungkan aspek SBY, aspek publik di luar dan yang tak kalah penting aspek internal. Ketiga aspek ini menjadi penting bagi PKS sebagai modal untuk menentukan sikap politiknya pascareshuffle kabinet yang telah menyingkirkan kadernya Suharna Surapranata dari kursi Menteri Riset dan Teknologi.

Aspek SBY menjadi penting bagi PKS dalam menentukan pilihan politiknya. SBY sebagai figur sentral politik nasional saat ini. Keberpihakan publik terhadap figuritas SBY menjadi catatan penting bagi PKS untuk tetap menyokong SBY atau justru sebaliknya.

Dalam setahun terakhir sejumlah riset merangkum secara apik bagaimana persepsi publik terhadap SBY yang sekaligus bisa diketahui seberapa banyak publik menaruh harapan terhadap SBY.

Dalam setahun terakhir ini aroma ketidakpuasan publik terhadap performa Presiden SBY cukup mengagetkan. Tahun ini menjadi sejarah pertama kepuasan publik terhadap SBY di batas angka psikologis alias di bawah 50 persen.

Sejumah lembaga riset mengungkapkan beberapa temuan. Seperti riset LSI yang menemukan hanya 47,2 persen publik mengaku puas. Serta sebanyak 43,3 persen responden mengaku tidak puas atas kinerja SBY. Pemicu ketidakpuasan publik terhadap kinerja SBY disebabkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat seperti urusan politik, ekonomi, keamanan dan penegakan hukum.

Potret yang sama juga dihasilkan Indo Barometer saat survei sebulan sebelummya yakni Mei 2011. Lembaga riset pimpinan M Qodari ini menemukan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden SBY jeblok sejak Pemilu 2009 lalu.

Pada Mei lalu, tingkat kepuasan publik terrhadap kinerja SBY sebesar 48,9 persen. Padahal sebelumnya pada Agustus 2010, tingkat kepuasan publik terhadap SBY mencapai 50,9 persen, Januari 74,5 persen, serta Agustus 2009 sebesar 90,4 persen.

Aspek lainnya yang harus dipertimbangkan PKS dalam menentukan sikapnya adalah sikap kader PKS di akar rumput. Suara kader PKS yang juga merupakan nadi dari partai ini harus menjadi pijakan yang mendasar bagi PKS untuk menentukan sikap politiknya.

Beberapa isyarat yang muncul dalam serangkaian survei politik oleh lembaga riset mengungkapkan kejutan. Karena suara ketidakpuasan publik yang terangkum dalam survei politik itu justru kebanyakan mereka saat Pemilu 2009 lalu adalah pemilih PKS.

Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada awal tahun ini mengungkapkan dari partai politik yang memiliki perwakilan di Parlemen, kader PKS paling minim dalam hal kepuasan terhadap kinerja Presiden SBY yakni sebesar 48 persen.

Partai politik lainnya seperti Partai Demokrat sebanyak 79 persen mengaku puas dengan kinerja SBY. Sementara itu PPP 65 persen puas, Partai Golkar 63 persen puas, PKB 57 persen puas, PAN 61 persen puas, PKS, PDIP 52 persen puas, dan Hanura 66 persen puas. Fakta di lapangan tentunya menjadi bahan penting bagi PKS apakah menalak SBY atau tetap dalam barisan pendukung SBY. Fakta ini pula yang juga menjadi pertimbanagn salah satu opsi PKS untuk keluar dari barisan koalisi. Tidak ada surplus secara politik bagi PKS jika masih terus bersama SBY di tengah ketidakpercayaan publik kepada SBY

Namun di sisi lain, jika PKS keluar dari barisan koalisi, tentu memiliki konsekwensi yang tidak kecil. Yang paling utama terkait pos Kementerian yang dimiliki oleh PKS yang saat ini tersisa tiga yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pertanian.

Pos inilah yang menjadi jembatan bagi PKS untuk menjangkau kader-kadernya di akar rumput. Di sisi lain, sumberdaya di tiga kementerian ini juga tidak kecil. Jika merujuk RAPBN 2012 di tiga kementerian yang dipimpin kader PKS total sebanyak Rp25,5 triliun. "Bodoh kalau meninggalkan itu," aku politikus PKS Aboe Bakar al-Habsy.

Namun di sisi lain, jika PKS keluar dari barisan koalisi, komposisi di parlemen akan lebih dinamis. Praktis di barisan koalisi hanya ada Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PPP, dan PKB. Komposisi ini secara teoritis belum membahayakan bagi pemerintah.

“Hanya saja, dinamika parlemen kerap tak terduga. Kasus Pansus Century dan Angket Pajak menjadi contoh betapa dinamisnya parlemen. Jika PKS angkat koper dari koalisi, SBY harus banyak berhitung dalam mengeluarkan kebijakannya,” katanya.

Terpisah, Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq mengakui di internal PKS sendiri memang masih ada dinamika antara yang pro dan kontra koalisi. Tapi, sifatnya masih sebatas pandangan perseorangan. Semua pandangan itu nantinya akan dilembagakan oleh Majelis Syura. Artinya, apapun yang diputuskan Majelis Syura itulah yang akan menjadi keputusan final PKS.

"Semua kebijakan ini akan diputuskan Majelis Syura. PKS pasti akan mempertimbangkan banyak hal. Dan provokasi itu bukan bagian dari pertimbangan," kata Mahfudz.

Secara tidak langsung, Mahfudz mengisyaratkan bahwa opsi untuk tetap bertahan di dalam kabinet juga pilihan rasional. "Kalau ada yang ingin diving, berselancar di tengah arus gelombang PKS, silahkan saja. Pertanda hajat mereka belum selesai," imbuhnya

Aroma Dendam DPR Mulai Teridu

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi III DPR akan mulai menguji calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (24/10) siang nanti. Jelang ujian tersebut, Komisi III DPR berharap pemimpin KPK terpilih tidak menjadi malin kundang dengan mengamputasi kewenangan DPR.

"Cukup sudah wacana itu pada periode kemarin. Jangan lagi terulang pada periode mendatang. Sebab, hal demikian dapat mengganggu hubungan baik antarlembaga," ujar anggota Komisi III Aboebakar Alhabsy dari PKS, dalam surat elektronik yang diterima wartawan, Ahad (23/10) kemarin, di Jakarta.

Aboebakar merujuk pernyataan Ketua KPK Busyro Muqoddas beberapa waktu lalu yang menyarankan DPR tidak terlibat langsung dalam seleksi pimpinan KPK.

Dalam pernyataannya beberapa waktu lalu, Busyro mengatakan seleksi sebaiknya dilakukan lembaga profesional yang nonpartisan di mana peran DPR terbatas pada pengawasan. Busyro mengatakan hal tersebut dapat menghindarkan stigma politisasi pada setiap pemilihan calon pimpinan KPK.

PKS: Pemerintah SBY Memang Memble!

RMOL. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih saja mempertanyakan posisi beberapa nama menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II yang terseret-seret dalam kasus korupsi.

"Apa mereka itu sakti sehingga tidak terkena reshuffle," kata Ketua DPP PKS bidang Hukum dan Advokasi, Aboebakar Al Habsyi, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 24/10).

Sikap SBY yang mempertahankan menteri tersebut, kata Aboebakar, menambah bukti bahwa SBY tidak pernah serius memberantas korupsi.

Sedangkan di sisi lain, lanjut Aboe, berbagai kasus korupsi tidak jelas ujungnya. Sebut saja skandal Century, mafia pajak, kasus Nazaruddin, hingga kasus mafia Pemilu.

"Dari segi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, pemerintah SBY memang memble," demikian Aboe.

Komisi III: KPK Jangan Lagi Seperti Malin Kundang

INILAH.COM, Jakarta - Anggota Komisi III DPR F-PKS Aboebakar Alhabsyi berharap calon pimpinan KPK terpilih nanti tidak seperti malin kundang.

"Semoga capim KPK terpilih tidak menjadi malin kundang. Sekarang kami pilih namun saat berkuasa ingin mengamputasi kewenangan DPR," ujarnya, Jakarta, Senin (24/10/2011).

Malin Kundang adalah cerita rakyat yang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya. Delapan calon pimpinan KPK dianggap seperti anak dalam cerita tersebut, dan Komisi III adalah ibunya.

Aboebakar menilai pemeriksaan KPK terhadap pimpinan Banggar DPR, beberapa waktu lalu, dianggap merusak hubungan antarlembaga. KPK tidak menghargai DPR dengan adanya pemeriksaan tersebut.

Pimpinan Banggar sudah bekerja sesuai aturan. Tuduhan-tuduhan miring terkait mafia anggaran berkeliaran di Banggar harus dibuktikan. KPK tidak boleh asal memeriksa sehingga menimbulkan kegaduhan.

"Cukup pada periode kemarin, jangan terulang pada periode mendatang, hal demikian dapat mengganggu hubungan baik antar lembaga," katanya.

Sesuai jadwal, uji kepatutan dan kelayakan delapan calon pimpinan KPK akan dilakukan pada awal Desember 2011. Dari delapan calon, akan dipilih empat calon untuk menjadi pimpinan KPK periode 2011-2014.

Aroma Dendam Berhembus Jelang Ujian Capim KPK

JAKARTA--MICOM: Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal ini komisi III DPR yang membidangi hukum, HAM, dan aturan perundangan mulai menguji calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (24/10).

Anggota Komisi III Aboebakar Alhabsy dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengemukakan pihak Senayan berharap pemimpin KPK terpilih tidak menjadi malin kundang dengan mengamputasi kewenangan DPR. Hal itu disampaikan Aboebakar dalam surat elektronik yang diterima wartawan, Minggu (23/10) di Jakarta.

"Cukup sudah wacana itu pada periode kemarin. Jangan lagi terulang pada periode mendatang. Sebab, hal demikian dapat mengganggu hubungan baik antarlembaga," ujar legislator PKS itu.

Aboebakar merujuk pernyataan Ketua KPK Busyro Muqoddas beberapa waktu lalu yang menyarankan Senayan tidak terlibat langsung dalam seleksi pimpinan KPK.

Dalam pesan singkat yang diterima Media, beberapa waktu lalu, Busyro mengatakan seleksi sebaiknya dilakukan lembaga profesional yang nonpartisan di mana peran DPR terbatas pada pengawasan. Busyro mengatakan hal tersebut dapat menghindarkan stigma politisasi pada setiap pemilihan calon pimpinan KPK.

Diskusi pada Acara Apa Kabar Indonesia Malam TV One

PKS Harapkan Menteri Hasil “Reshuffle” Bekerja Maksimal

Jakarta, Pelita
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang advokasi dan hukum Aboe Bakar Al Habsyi mengharapkan para menteri hasil reshuffle dapat bekerja maksimal, karena selama tujuh tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih diwarnai banyak kelemahan dihampir semua bidang.

Demikian dikatakan Aboe Bakar Al Habsyi di Jakarta, Minggu (23/10). Di Bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi masih terasa sangat lemah dan bahkan komitmen presiden sangat dipertanyakan. Kelemahan itu terlihat dari banyaknya tunggakan penuntasan kasus hukum dan korupsi kelas berat.

“Bahkan hingga menjelang paruh kedua dari periode kedua pimpinan SBY, komitmen penegakan hukum dan pemberantasan korupsi itu masih dipertanyakan, karena masih banyaknya tunggakan kasus-kasus hukum besar yang belum dituntaskan,” ujar Aboe Bakar Alhabsyi.

Kasus-kasus hukum berskala besar yang dimaksudkannya itu antara lain, kasus Kasus Bank Century, mafia, pajak, Nazaruddin, mafia pemilu, hingga sejumlah menteri yang diduga ikut terlibat korupsi.

“Bahkan saya lihat, banyak rakyat yang mempertanyakan komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi, karena para menteri yang banyak disebut diduga tersandung persoalan korupsi masih sakti, tidak kena reshuffle,” ujar Aboe Bakar.
Selain dari aspek penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang masih lemah, dia juga menilihat hal yang sama juga terjaqdi dibidang ketahanan dan keamanan negara.

Anggota Komisi III DPR ini memandang, cukup banyak catatan pada periode pemerintahan kali ini yang mengindikasikan lemahnya pemerintah dalam menjaga ketahanan dan keamanan negara. Itu bisa dilihat dari pencaplokan wilayah Indonesia oleh Malaysia di Camar Bulan, dan aksi bom bunuh diri.

“Hal ini menunjukkan kemampuan ketahanan nasional yang masih rendah serta belum adanya jaminan keamanan yang bisa diberikan secara maksimal. Semoga pergantian kepala BIN pada reshuffle kemarin akan dapat memperbaiki kondisi itu,” tegas anggota DPR dari Dapil Kalsel itu.

Demikian juga di bidang ekonomi. Menurut dia, pemerintah belum bisa berbuat banyak dalam pengembangan dunia usaha, di mana pemerintah berjalan sendiri pada satu sisi, sedang di sisi lain dunia usaha juga berjalan sendiri.

Meskipun pada perombakan kabinet kemarin ada perubahan terhadap menteri di bidang ekonomi, namun Aboe berpendapat, pergantian itu tidak akan berdampak pada sektor ekonomi.
“Tidak ada sentimen positif ataupun negatif, padahal pos -pos penting seperti perdagangan, ESDM, BUMN dan pariwisata mengalami perubahan. Ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan pemerintah belum dirasakan bersentuhan dengan dunia usaha,” ungkap dia.

Adapun keberhasilan SBY dalam menurunkan jumlah penduduk miskin dan mengurangi angka pengangguran dalam dua periode kepemimpinannya, kata dia, harus dibandingkan juga bahwa angka yang diklaim pemerintah itu masih lebih tinggi dari negara-negara di kawasan Asean.

Kondisi di atas, ucap Aboe Bakar, tidak akan berubah selama kabinet yang baru dirombak itu tidak memiliki integritas tinggi untuk memikirkan rakyat. “Jangan lagi mereka dibebani dengan persoalan partai, atau pesanan lainnya,” pungkas dia.(cr-14)

Jumat, 21 Oktober 2011

PKS: Alasan Pencopotan Suharna Aneh

Jakarta, FaktaPos.com - Spekulasi terus berkembang usai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan perubahan kabinet atau reshuflle. Terutama pencopotan terhadap dua menteri yaitu Fadel Muhammad dari Partai Golkar dan Suharna Surapranata dari Partai Keadailan Sejahtera (PKS).

Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy mengaku heran dengan keputusan Presiden SBY mencopot Suharna dari jabatannya. Pasalnya, alasan yang digunakan untuk pencopotan itu baginya tidak masuk akal.

"Aneh kalau karena kerasnya Anis Matta kemudian Menristek di-reshuffle. Apa urusannya tiba-tiba Suharna diganti. Kalau Anis Matta bersuara kencang itu hak dia sebagai anggota parlemen dan itu dilindungi undang-undang. Kebebasan menyampaikan pendapat" kata Aboe Bakar dalam diskusi di DPR, Jakarta, Kamis (20/10).

Menurut Aboe Bakar, apa yang dilakukan Anis Matta, yang mengancam akan membongkar isi kontrak politik SBY-PKS, bukanlah sebagai bentuk pelanggaran sehingga tak layak jika hal itu dijadikan alasan untuk menghukum partainya.

"Sulit untuk dibantah bahwa pengurangan jatah menteri PKS bukan didasarkan penilaian UKP4, melainkan bentuk sanksi terhadap anak nakal koalisi," pungkasnya.

Seperti diketahui, posisi Suharna Surapranat sebagai Menteri Riset dan Teknologi digantikan oleh Gusti Muhamaad Hatta dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II hasil reshuffle.

Wamen Hanya Tambah Daya Tampung Jabatan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengangkatan 13 wakil menteri yang dilakukan bersamaan dengan perombakan atau reshuffle

kabinet dipertanyakan. Pos wamen itu diduga hanya untuk menambah daya tampung jabatan saja.

Pendapat itu disampaikan anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al Habsyi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10/2011). Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, seharusnya pos wakil menteri diisi sejak awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Karena pos wamen diadakan bersamaan dengan reshuffle, lanjut Aboe, bisa dispekulasikan bahwa pos wamen hanya sekedar untuk menambah daya tampung jabatan. "Orang-orang yang tidak mendapat posisi dalam kabinet, akhirnya diberikan posisi di sini," katanya.

Selain itu, posisi wamen berpotensi menimbulkan kerancuan kerja dengan para dirjen pada kementerian yang bersangkutan. Apalagi, tugas wamen tidak diatur secara jelas dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. UU hanya menjabarkan tugas menteri.

Democratic politicians irritated by PKS threats after reshuffle

Threats of Prosperous Justice Party (PKS) executives leaving the government coalition following the dismissal of one of their ministers have begun to irk President Susilo Bambang Yudhoyono’s Democratic Party politicians.

Politicians from the Islamic party have voiced disappointment over the President’s decision to reduce the number of PKS ministers while the other four allied parties retained the number of their representatives in the Cabinet.

The PKS now has only three ministers after Yudhoyono kicked out former research and technology minister Suharna Surapranata.

Angered by the President’s move, PKS members have accused Yudhoyono of having violated political contracts he made with PKS president Lutfi Hasan Ishaq. The PKS claimed that the contract guaranteed that PKS would retain at least four representatives in the Cabinet.

“Which contract are they talking about? Political contracts between the President and chairmen of all coalition parties have been revised since March. The revisions have the same points: commitment to partnership both in the government and the parliament,” Democratic Party deputy secretary-general Ramadhan Pohan told The Jakarta Post on Thursday.

“If they want to leave the Coalition, we won’t stop them. The Democratic Party is ready for any possible political act taken by the PKS,” he added.

Democrat senior lawmaker Mohammad Jafar Hafsah said the PKS only had two options.

“Stay in the coalition or leave ... There is no ‘middle’ option. Yes or no. Simple,” he told reporters.

PKS lawmaker Aboe Bakar said the Cabinet reshuffle had triggered numerous reactions from within his party.

“Our board of patrons will begin discussing our next political stance soon. All options are still open, including leaving the coalition and joining the opposition,” he said, also on Thursday.

Aboe Bakar said Suharna’s replacement had something to do with the recent “strong” statements by PKS secretary-general Anis Matta criticizing Yudhoyono and warning the President not to fire any of the four PKS members in the Cabinet.

Another PKS legislator, Nasir Djamil, said that Yudhoyono had been “inconsistent with his political commitment”.

“It is indeed his prerogative to reshuffle his aides but there is also an ethical guideline he needs to obey,” Nasir said.

Democrat’s Ramadhan denied Yudhoyono had taken Anis’ statements into account but said that the PKS lawmaker might indeed have insulted the President.

“The PKS secretary-general was out of line. His statements went too far … thank God, Pak Yudhoyono is a very patient person. However, we Democrats feel that the statements were unacceptable and we do not want our chief patron, who is the President, treated like that,” he said.

University of Indonesia political expert Arbi Sanit said the PKS would not dare to leave the coalition.

“They can benefit from their presence in the Cabinet … for example in raising funds ahead of the 2014 elections,” he said.

PKS Pertanyakan Alasan SBY Mencopot Menristek

JAKARTA – Meski mengaku sudah legowo, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih mempertanyakan keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencopot Suharna Surapranata dari jabatan Menteri Riset dan Teknologi. Mereka masih mempertanyakan alasan pencopotan itu.

“Apa urusanya ujug-ujug Suharna diganti. Kalau Anis kencang itu hak dia sebagai anggota parlemen dan itu dilindungi undang-undang. Kebebasan menyampaikan pendapat," ujar politikus PKS Aboe Bakar Al Habsyi dalam diskusi di Gedung DPR Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Dia merujuk pada pernyataan Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta yang pernah mengancam akan membongkar isi kontrak politik jika Presiden Yudhoyono berani mencopot menteri dari PKS.

Menurut dia, saat ini sulit menghilangkan kesan bahwa Presiden mengurangi kursi PKS sebagai bentuk hukuman lantaran partai ini dinilai kerap berseberangan dengan partai koalisi. Dengan kata lain, reshuffle bukan berdasarkan penilaian kinerja oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

"Sulit untuk dibantah bahwa pengurangan jatah menteri PKS bukan didasarkan penilaian UKP4, melainkan bentuk sanksi terhadap anak nakal koalisi," paparnya.

PKS: Pemberitahuan Pencopotan Suharna Hanya Lewat Telepon

Jakarta - Kader PKS rupanya masih tidak terima dengan pencopotan Suharna Surapratana sebagai Menristek. Pasalnya pemberitahuan pencopotan Suharna tersebut tanpa melalui komunikasi terlebih dahulu.

Bahkan pemberitahuan bahwa Suharna akan dicopot dari Menristek hanya disampaikan lewat telepon.

"Jadi Minggu malam, Sudi Silalahi (Mensesneg) telepon ke Pak Lutfi Hasan Ishaq (Presiden PKS) dan ke Suharna. Memberitahu bahwa Suharna dicopot dari Menristek atas permintaan PKS," ujar Ketua DPP Aboe Bakar Al Habsyi kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10/2011).

"Katanya PKS yang minta Suharna dicopot, itu tidak benar. Kita tidak pernah minta kader kita dicopot, logika itu tidak masuk," beber Aboe Bakar.

Menurut anggota Komisi III DPR ini, tidak ada komunikasi antara Presiden PKS Lutfi Hasan atau Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin dengan Presiden SBY terkait reshuffle. Pencopotan Suharna atas kehendak SBY tanpa ada komunikasi dengan PKS.

"Tidak ada komunikasi antara SBY dengan Pak Hilmi atau atau Pak Lutfi. Itu permintaan SBY sendiri, kita tidak mungkin minta kadernya yang dicopot," terangnya.

Meski demikian, PKS menyerahkan sepenuhnya sikap politisnya ke Majelis Syuro. Di luar atau di dalam koalisi, akan diputuskan oleh Majelis yang berjumlah 99 orang tersebut.

"Kita serahkan ke Majelis Syuro. Kalau Majelis Syuro bilang di luar, kita siap di luar, kalau di dalam ya kita siap berkoalisi," imbuhnya.

PKS: Jangan Cari Kesalahan Lewat Anis Matta

Metrotvnews.com, Jakarta: Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsyi mempertanyakan mengapa tiba-tiba Suharna Surapranata dicopot sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi. Apakah ini adalah hukuman atas pernyataan keras Sekjen DPP PKS Anis Matta? Pertanyaan itu disampaikan Aboe di DPR/MPR, Jakarta, Kamis (20/10).

Menurut Aboe, tak ada yang salah dengan pernyataan Anis yang mengancam membuka isi kontrak koalisi jika menteri dari partainya direshuffle. Sebab, di parlemen, anggota Dewan dilindungi secara hukum untuk berbicara. "Kalau mau cari ikan busuk, lihat kepalanya," kata anggota Komisi III DPR ini kesal.

Aboe menjelaskan, partainya sendiri sebenarnya legowo saja Suharna dicopot. Sebab hak prerogatif Presiden. Tapi ia mengingatkan ada ikatan kontrak khusus antara SBY dengan PKS.

Untuk saat ini, memang ada dua pendapat di internal PKS. Bertahan di koalisi atau keluar. Namun, semua itu akan diputuskan dalam rapat Majelis Syuro PKS. Sementara, PKS berkomitmen untuk berada di koalisi hingga 2014. "Ini sebuah proses panjang PKS jaga hingga 2014," jelas Aboe.

PKS: Kebusukan Negara Ada di Pimpinan

itoday – Kebobrokan suatu negara itu bisa diibaratkan seperti ikan yang mengalami busuk berasal dari kepalanya.

“ikan busuk itu berasal dari kepala,” kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar Alhabsy diskusi “Di balik Reshuffle Kabinet”, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10).

Selain itu, Aboebakar juga mengatakan, PKS masih menjaga koridor politik sampai 2014.

Aboebakar juga mempertanyakan pencopotan satu menteri dari PKS akibat suara keras yang diutarakan Anis Matta. “Padahal ngomong itu dilindungi,” ujarnya.

Kata Aboebakar, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata yang dicopot tidak mempunyai persoalan dalam kinerjanya. “Kalau yang berbicara keras itu, urusan parlemen,” pungkas Aboebakar.

DPP PKS: Ikan Busuk dari Kepalanya

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) rupanya benar-benar 'sakit hati' atas langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendepak satu menteri asal PKS dari jajaran kabinet. PKS tidak terima jika kritik tajam yang dilontarkan kadernya dijadikan alasan pendepakan itu.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Al Habsy menduga salah satu penyebab berkurangnya jatah kursi menteri untuk PKS lebih disebabkan karena kritikan kader PKS, Anis Matta, yang kini duduk sebagai anggota DPR.

"SBY mengurangi jatah menteri PKS diduga karena alasan terlalu kerasnya kritikan Anis Matta kepada pemerintah," kata Aboe Bakar Al Habsy, dalam diskusi bertema 'Di Balik Reshuffle Kabinet: Untuk Kepentingan Penguasa atau Rakyat', di press room DPR, Senayan Jakarta, Kamis (20/10).

Menurut Aboe Bakar Al Habsy, bentuk pembalasan politik yang diberikan terhadap PKS karena Anis Matta terlalu keras mengkritisi pemerintah itu jauh dari sikap profesional dan etika politik karena soal personalisasi dijadikan punishment.

"Anis Matta itu kan anggota DPR yang karena undang-undang secara profesional harus mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Tapi karena sikap yang konstitusional tersebut itu pula jatah menteri PKS dikurangi," tegasnya.

Perjuangan PKS dalam membela pemerintah dengan cara berkontribusi terhadap proses pembuatan undang-undang yang lebih baik sama sekali tidak diapresiasi oleh presiden. "Padahal ini salah satu bentuk dukungan Fraksi PKS kepada pemerintah," ungkapnya.

Demikian juga halnya dengan sikap PKS terhadap masalah skandal Bank Century. Menurut Aboe Bakar Al Habsy, sebelum PKS bersikap, semuanya sudah dibicarakan dengan pemerintah hingga PKS mengambil sikap harus menyelesaikan kasus tersebut melalui jalur hukum.

"Ketika sikap itu dijalankan untuk menyelesaikan skandal Century, lalu PKS diminta mundur dari keputusan itu, ya tidak mungkinlah," ungkapnya.

Menyinggung sikap apa yang akan diambil oleh PKS terhadap berkurangnya jatah menteri PKS, Aboe Bakar Al Habsy mengatakan hingga kini belum ada sikap resmi PKS.

"Keputusan Majelis Syuro PKS belum ada karena itu PKS tentunya akan menyesuaikan pilihan politik presiden yang memangkas satu jatah kursi PKS," ujarnya.

Lebih lanjut, Aboe Bakar Al Habsy juga mengkritisi masukan UKP4 yang dijadikan presiden sebagai bahan pertimbangan untuk merombak kabinet. "Ini menjadi sebuah kontradiksi sebab anggota kabinet yang bermasalah hukum ternyata sakti juga mereka itu," kata Aboe Bakar.

Demikian juga halnya dengan Jero Wacik yang selama ini menurut Aboe Bakar tidak pernah bicara soal energi. "Apa benar itu, Jero Wacik seorang profesional di bidang energi dan sumber daya mineral?," tanya dia.

Terakhir Aboe Bakar Al Habsy menegaskan karena ini semua dimulai oleh SBY maka tentunya juga sudah mempersiapkan diri dengan segala resikonya dan semua orang tahu ikan busuk pasti dimulai dari kepalanya.

"SBY yang mulai melanggar kontrak politik dan tentu sudah siap dengan segala resikonya. Pepatah mengatakan ikan busuk pasti dimulai dari kepalanya," tukas Aboe Bakar Al Habsy.

PKS: Pencopotan Menristek Suharna Bukan Pesanan Partai

Jakarta - Ketua DPP PKS Aboe Bakar al-Habsyi mengatakan, pergantian Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Suharna Surapratana bukan permintaan PKS, bahkan pencopotan tersebut tidak dikomunikasikan secara langsung dengan partai berlambang bulan sabit kembar dan untaian padi ini.

"Kami tidak pernah mengusulkan kader PKS dicopot dari jabatan menteri. Kalau ada tudingan bahwa pencopotan itu pesanan PKS, jelas tidak masuk akal," tegas Aboe Bakar pada acara diskusi, 'Di Balik Reshuffle Kabinet: Untuk Kepentingan Penguasa atau Rakyat' di Presroom Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Aboe Bakar membenarkan ada komunikasi via telpon antara Mensegneg Sudi Silalahi dengan Presiden PKS Luthfi Hasan dan Suharna. Namun, menurutnya itu disalahgunakan. Karena saat Mensesneg Sudi Silalahi menghubungi Suharna, dikatakan perintah pencopotan itu dari PKS.

"Minggu malam, Sudi Silalahi (Mensesneg) telepon ke Pak Luthfi Hasan Ishaq dan ke Suharna. Memberitahu bahwa Suharna dicopot dari Menristek atas permintaan PKS," ujar Aboe. Selain itu, Aboe juga menegaskan, tidak ada komunikasi terkait reshuffle antara Presiden PKS Luthfi Hasan dengan Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin (Ustadz Hilmi). Aboe menilai, pergantian Suharna murni atas kehendak SBY.

Menyikapi itu, sikap tegas PKS akan diputuskan pada sidang Majelis Syuro yang teridiri dari 99 orang dari seluruh tanah air. Jika majelis memutuskan keluar dari oposisi PKS akan jadi partai oposisi. Tapi, jika keputusannya tetap koalisi maka PKS akan terus berkoalisi.

Terkait adanya dorongan arus bawah kader PKS yang meminta PKS keluar koalisi Aboe Bakar membenarkannya. Namun keputusan akhir tetap diserahkan pada sidang Majelis Syuro yang belum ditetapkan tanggalnya.

PKS: Pergantian menteri kami berdasarkan penilaian politik

JAKARTA. Ketua DPP PKS, Aboe Bakar Al Habsyi mengatakan partainya sama sekali tidak bermasalah dengan pengurangan jatah menteri yang terjadi pasca reshuffle. "Kami sangat legowo, karena itu memang merupakan hak prerogatif presiden. Kami sangat hormati itu. Hanya yang menjadi ganjalan adalah komunikasi politik yang dilakukan. Hal tersebut tidak dikomunikasikan sepatutnya, seperti halnya yang dialami Fadel Muhammad (yang dicopot secara mendadak dari jabatan Menteri Kelautan dan
Perikanan," tukasnya.

Terkait kritikan yang kerap dilontarkan kader PKS terhadap pemerintah, seperti Anis Matta atau Fahri Hamzah, ia mengingatkan bahwa seperti itulah politik parlemen bekerja. Dan lagi, bukan hanya kader
partainya, banyak kader partai lain yang juga kerap mengkritik pemerintah.

"Dukungan kami di parlemen itu dalam bentuk penyusunan undang-undang yang matang. Tapi kami merasa tidak pada tempatnya melarang anggota DPR berpendapat. Ini kan, kebebasan berpendapat, apalagi bagi anggota DPR, dijamin konstitusi. Janganlah hal yang personal ini ditanggapi berlebihan," papar Anggota Komisi III DPR RI itu.

Maka bila kemudian pengurangan jatah menteri PKS jadi bentuk hukuman atas dinamika politik PKS sebagai mitra koalisi di parlemen, hal itu menurutnya justru menunjukkan betapa telah terjadi kebohongan dalam reshuffle ini. "Dulu dibilang reshuffle ini dilakukan atas dasar evaluasi kinerja menteri, kenapa menteri dari PKS dievaluasi berdasarkan sikap politik. Ini kan lebih seperti sanksi terhadap
anggota koalisi yang nakal," tambahnya lagi.

Secara keseluruhan ia mempertanyakan kriteria reshuffle yang oleh pemerintah selalu disebut dilakukan dengan penilaian yang profesional. Karena ada menteri yang bergeser jabatan dari satu kementerian ke
kementerian lain yang bidangnya jauh berbeda.

"Itu Jero Wacik yang dulu Menteri Pariwisata, sekarang Menteri ESDM. Kalau alasannya karena S1-nya Jero Wacik itu jurusan mesin dari ITB, kenapa kemarin ditugasin jadi Menteri Pariwisata. Wajar kan kalau ini menimbulkan pertanyaan, apa partai koalisi juga enggak boleh bertanya," pungkasnya

Politisi PKS: Reshuffle Mirip Reality Show

JAKARTA, TRIBUN - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Aboebakar Alhabsy langsung mengungkap pribahasa saat ditanyakan bagaimana nasib keberadaan partainya di dalam koalisi pemerintahan SBY-Boediono. Aboe kemudian berujar; 'Kau Yang Memulai Kau Yang Mengakhiri' dalam diskusi Dibalik Reshuffle Kabinet, Kamis (20/10).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyindir drama reshuffle kabinet yang sudah dilakukan oleh Presiden SBY, ibarat reality show yang ditonton sangat melelahkan. Lelah bagi para pentontonnya, juga bagi para menteri yang akan di-reshuffle.

"Reshuffle mirip reality show. Yang nonton saja lelah, apalagi yang mau dicopot," sindir Aboebakar Alhabsy saat diskusi di DPR bertajuk di Balik Reshuffle Kabinet, Kamis (20/10).

PKS: Reshuffle Bikin Penonton Lelah

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyindir drama reshuffle kabinet yang sudah dilakukan oleh Presiden SBY, ibarat reality show yang ditonton sangat melelahkan. Lelah bagi para penontonnya, juga bagi para menteri yang akan direshuffle.

"Reshuffle mirip reality show. Yang nonton saja lelah, apalagi yang mau dicopot," sindir Aboebakar Alhabsy saat diskusi di DPR bertajuk Dibalik Reshuffle Kabinet, Kamis (20/10/2011).

Yang terjadi, kata Aboebakar yang tak lain salah satu Ketua DPP PKS ini, reshuffle hanya membuat struktur kabinet menjadi 'obesitas' (kabinet) dengan adanya posisi wakil menteri (wamen).

"Adapun ternyata, yang diputuskan obesitas struktur kabinet kita. Muncul wamen-wamen yang muncul di tengah jalan. Yang jelas, PKS legowo saja, sampai saat ini tetap berkomitmen mendukung pemerintahan hingga 2014. Tapi, keputusan akhir, ada pada Majelis Syuro PKS, yang lain tak ada yang bisa setir Majelis Syuro kami. Apapun keputusannya (tetap berkoalisi atau beroposisi) akan kita laksanakan," tandas Aboebakar.

PKS: Sikap Kritis Anis Dilindungi UU, Jangan Kurangi Jatah Menteri

Jakarta - PKS mendapatkan informasi bahwa pengurangan satu menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II akibat sikap Anis Matta. Sekjen PKS itu dinilai terlalu kritis kepada SBY.

"Kita dapat informasi bahwa pengurangan ini adalah punisment buat kita karena Anis Matta terlalu kritis. Buat kita ini aneh," ujar Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsyie kepada detikcom, Kamis (20/10/2011).

Menurut anggota Komisi III DPR ini, bila kabar tersebut benar, maka PKS menyayangkan sikap SBY. Menurutnya dalam sebuah sistem ketatanegaraan tidak boleh melihat secara personal.

"Setiap orang karakternya kan beda-bedan ada yang keras seperti Ruhut Sitompul atau Nudirman Munir, tapi ada juga yang lembut seperti Anas Urbaningrum dan Bang Akbar Tanjung. Jangan kemudian dinilai dari karakter dong," terangnya.

Menurut Aboe, sikap kritis Anis Matta bukan tanpa dasar. Anis hanya mengkritisi sesuatu yang dinilainya tidak tepat.

"Dan sebagai anggota DPR dia punya hak untuk kritis. Pendapat dia dilindungi oleh Undang-undang," jelas Aboe.

Bila Presiden SBY tidak berkenan dengan sikap Anis Matta, bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik. SBY bisa langsung bertemu dengan Anis dan menyatakan apa yang tidak dikehendakinya.

"Selain itu, kan ada forum konsultasi, Presiden SBY kan bisa bertemu dengan Anis, komunikasikanlah disitu. Tapi jangan seperti ini (mengurangi jatah menteri sepihak)," imbuhnya.

Ketua PKS: Aneh Menristek Dicopot karena Sikap Keras Anis Matta

Jakarta - Ketua DPP PKS Aboebakar Al Habsyi heran kerasnya statemen Anis Matta terkait reshuffle kabinet berbuah reshuffle untuk menteri PKS. Baginya, logika itu tak masuk akal.

"Aneh kalau karena kerasnya Anis Matta kemudian Menristek direshuffle," tutur Aboebakar dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Al Habsyi menganggap wajar pernyataan keras Anis Matta dan Fahri Hamzah terkait reshuffle kabinet. Tapi kalau sudah ada keputusan Majelis Syuro, semua harus patuh.

"Sekarang semua boleh bicara, Anis boleh bicara, Fahri boleh bicara, saya boleh bicara. Tapi setelah ada keputusan Majelis Syuro, sami'na waato'na, kita semua jadi satu," tutur Al Habsyi.

PKS pun belum mengambil sikap final terkait reshuffle kabinet. Sikap akan diambil dalam rapat Majelis Syuro PKS.

"Semua kemungkinan masih terbuka. Bisa di dalam bisa di luar. Semua boleh bicara, kan belum ada keputusan. Rapat Majelis Syuro PKS kan masih digelar oktober. Kita semua ya bekerja seperti biasa. Kami yang anggota DPR juga bekerja seperti biasa, tidak ada order khusus, biasa saja," tandasnya.

Aboebakar: Tak Ada Komunikasi Majelis Syuro PKS dan SBY

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKS, Aboebakar Al Habsy menceritakan awal mula saat Menristek Suharna diganti. Saat itu katanya, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dan Suharna ditelepon oleh Mensesneg, Sudi Silalahi. Saat itu Sudi mengatakan Suharna harus diganti atas permintaan PKS.

Akan tetapi, kata Aboebakar tidak pernah ada komunikasi sama sekali antara Presiden SBY dengan PKS soal pergantian menteri.

"Jadi komunikasi antara Hilmi (Ketua Majelis Syuro) dan Presiden SBY tidak pernah ada," ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Saat ditanyakan, apakah itu merupakan upaya pencatutan nama oleh Sudi Silalahi, Aboebakar belum mau menyebut itu sebagai pencatutan sepihak.

"Saya belum mau berani bilang begitu, tanya Sudilah," jelasnya.

Aboebakar pun juga dengan tegas membantah bahwa ada 20 DPW PKS yang menginginkan adanya keinginan PKS keluar koalisi. Anggota Komisi III PKS ini menegaskan bahwa PKS masih solid. "O, tidak, kita masih solid,"pungkasnya.

Rabu, 19 Oktober 2011

Menteri Sakti dan Rolling Reshuffle

Jakarta - Hasil reshuffle yang dibacakan Presiden SBY pada Selasa (18/10) malam sesungguhnya sudah terbaca saat proses audisi di Cikeas dan Istana. Namun tetap saja ada hasil yang mengejutkan, yakni saktinya menteri terkait kasus hukum yang tak tersentuh reshuffle.

Kedua nama itu yang dimaksud bukan rahasia lagi, yakni Menakertrans Muhaimin Iskandar yang terkait kasus suap PPIDT, juga Menpora Andi Mallarangeng terkait kasus wisma atlet.

"Keputusan Presiden ini cukup mengejutkan. Terdapat nama-nama yang sedang menjadi sorotan publik karena bersinggungan dengan persoalan hukum. Tapi ternyata para menteri itu cukup sakti, tidak tersentuh evaluasi dan masih dipertahankan pada posisinya," ucap Ketua DPP PKS bidang advokasi dan hukum Aboe Bakar Alhabsyi di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/10).

Aboe juga menyentil ketidakkonsistenan SBY yang menyatakan perombakan kabinet untuk perbaikan kinerja pemerintah. Sebab yang terjadi, beberapa menteri hanya berpindah posisi.

Dia mencontohkan Jero Wacik, yang digeser dari Menbudpar menjadi Menteri ESDM. Sementara Marie Elka Pangestu dari Mendag digeser menjadi Menteri Parawisata dan Ekonomi Kreatif.

"Lantas apakah orang-orang ini memang memiliki double side kapabilitas profesionalisme?" tanyanya heran.

Menanggapi soal Muhaimin dan Andi, Mensesneg Sudi Silalahi mengingatkan bahwa keduanya aman dari reshuffle karena belum terbukti menjadi tersangka secara hukum.

"Pertimbangannya kan hukum. Proses hukum sampai sekarang kan tidak ada yang menyatakan apakah Andi Mallarangeng dan Muhaimin jadi tersangka," kata Sudi di Jakarta.

Pihak Istana mengamankan keduanya, menurut Sudi, karena status hukumnya masih sekadar saksi. Selain itu, belum ada indikasi hukum akan mengarahkan keterlibatan keduanya lebih jauh lagi.

Sudi juga menyatakan tidak yakin kasus di Kemenakertrans dan Kementerian Pemuda dan Olahraga bakal menurunkan citra pemerintahan SBY-Boediono.

Sementara Kepala Ekonomi Standard Chartered Bank Fauzi Iksan melihat pergantian kementerian di bidang perekonimian tidak akan membuahkan apa pun. Dengan waktu yang amat singkat, yakni 3 tahun, hanya 1 tahun para menteri itu bekerja secara efektif.

"6-12 Bulan ke depan mereka belajar memahami bidangnya, 1 tahun kemudian kerjanya, 1 tahun terakhir sudah pemilu," terang dia.

Khusus untuk kementerian ekonomi, Fauzi juga melihat tidak akan ada perubahan kebijakan. Apalagi Menkeu Agus Martowardojo tidak diganti sehingga banyak kebijakan Menko Perekonomian tidak diubah.

Begitu juga dengan menteri perdagangan yang dijabat Gita Wirjawan. Indonesia sudah terikat dengan perjanjian perdagangan bebas seperti CAFTA dan lembaga perdagan seperti WTO.

"Kalau dia mau re-negoisasi juga akan sulit karena butuh waktu," tuturnya.

"Secara keseluruhan susunan kabinet ini tidak akan memberi dampak signifikan karena waktu bekerja hanya sedikit," simpulnya.

PKS: Presiden SBY Buat dan Langgar Kontrak Sendiri

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PKS menghormati keputusan presiden dalam reshuffle tadi malam, termasuk persoalan pengurangan komposisi menteri untuk PKS. Keputusan itu, merupakan keputusan politik, apapun bentuknya dan bagaimanapun hasilnya dari kabinet ini merupakan wewenang presiden.

Namun, menurut satu Ketua DPP PKS, Aboebakar Alhabsy, Rabu (19/10/2011), keputusan presiden ini cukup mengejutkan. Terdapat nama-nama yang sedang menjadi sorotan publik karena bersinggungan dengan persoalan hukum, tapi ternyata para menteri itu cukup sakti, tidak tersentuh evaluasi dan masih dipertahankan pada posisinya.

"Pada sisi lain, saya lihat alasan reshuffle tidak konsisten, bila memang diperuntukkan untuk meningkatkan performance mengapa beberapa menteri hanya bergeser kursi saja. Misalkan dari menteri pariwisata ke ESDM atau dari menteri perdagangan ke pariwisata, lantas apakah orang-orang ini memang memiliki double side kapabilitas profesionalisme? Sejarah telah mencatat, Presiden telah menyalahi kontrak politik yang dibuatnya sendiri, ini merupakan preseden tidak baik dalam etika perpolitikan di Indonesia," ujarnya lagi.

Dijelaskan, sampai Selasa (18/10/2011) malam pukul 20.00 WIB, lebih 10 menit, PKS masih menjalankan kontrak politik dengan penuh integritas, bila lantas kontrak tersebut dilanggar oleh SBY. Secara etis PKS sudah tidak lagi terikat dengan kontrak tersebut.

"Dalam pidatonya SBY menekankan bahwa kontrak politik masih berlaku, namun konten pidato itu sendiri telah menyalahi kepakatan bersama yang dibuat. Bila beberapa fungsionaris demokrat menekankan PKS harus legowo dengan keputusan SBY, saya jadi tidak paham, bagaimana sebenarnya mereka memaknai kontrak politik itu sendiri. Kok sepertinya PKS yang salah ketika mengingatkan isi kontrak politik," paparnya.

Padahal, sambung Aboebakar, PKS, hanya ingin konsisten atas janji yang telah dibuat. Bila dalam konstruksi hukum, kontrak berlaku seperti undang-undang bagi kedua belah pihak, dalam Islam diwajibkan untuk memenuhi akad yang telah dibuat.

"Lantas pada kontrak politik ini sebenarnya dimaknai seperti apa sih ?" pungkas Aboe

SBY Berani Bongkar UU Demi Kepentingannya Sendiri

Jakarta, PelitaOnline - Posisi Wakil Menteri seharusnya berasal dari jabatan eselon 1A sesuai pasal 70 ayat 3 Perpres 47 Tahun 2009. Namun tiba-tiba syarat itu dihapus dengan Perpres 76 pada 13 Oktober 2011. Hal itu menandakan ada inkonsistensi dari SBY karena dia mencari orang yang tidak berkualitas.

"Sangat saya sayangkan, dalam hal ini kelihatan sekali Presiden memaksakan kualifikasi Wakil Menteri dengan merubah persyaratan, bukan mencari SDM yang memenuhi," kata anggota DPR dari fraksi PKS, Aboe Bakar al-Habsy, Rabu (19/10).

Menurut Aboe, Meski secara yuridis pengangkatan Wakil Menteri diberi ruang dalam pasal 10 UU No 39 tahun 2008 tentang Kementrian Negara, namun perlu diperhatikan bahwa Posisi Wakil Menteri bukanlah dalam kabinet, melainkan eselon 1 dalam kementerian. Akibatnya penempatan Wamen bisa menimbulkan kerancuan kerja dengan para Dirjen bersangkutan.

"Bila tugas menteri sudah jelas diatur dalam pasal 8 UU No 39 Tahun 2008. Sedangkan posisi bidang kerja serta tugas wakil menteri tidak diatur. Hal itu yang berpotensi menimbulkan kerancuan tugas Wamen," tegasnya.

Dikatakan Aboe, apa yang disampaikan Staf Khusus Presiden bahwa tidak ada pengangkatan orang baru, karena para wakil menteri dari PNS dari orang lama sehingga tidak ada pemborosan, hanyalah alibi untuk pencitraan belaka. Menurut Aboe, Posisi wakil menteri tidaklah berdiri sendiri, pasti ada stuktur kerja yang melekat, belum lagi biaya staf ahli, staf khusus, dan protokoler yang harus ditanggung Negara.

"Sungguh ini suatu pemborosan, apalagi fungsi kerjanya sudah tercover oleh para dirjen dan sekretaris kementerian. Kondisi ini tidak mencerminkan reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran," jelas Anggota Komisi III itu.

Ia juga membandingkan dengan kegagalan Anggito Abimanyu dan Fahmi Idris yang gagal menjadi Wamen gara-gara belum berpangkat 1A. Sehingga hal ini menurutnya dapat mematikan jenjang birokrasi dalam kementerian.

"Saya lihat ada inkonsistensi dalam pengangkatan wakil menteri, pembukaan pos ini sebenarnya untuk memberikan back up terhadap kinerja menteri, maka Wamen diangkat dari eselon 1A kementerian terkait. Namun sekarang, Wamen bukan dari eselon 1A melainkan dari berbagai background," paparnya.

Namun SBY tetap tidak peduli dengan hal itu. Bahkan ia berani menghapus pasal demi meloloskan orang kesayangannya, Denny Indrayana. Padahal masih banyak orang yang berpengalaman yang bisa diberikan kesempatan.

"Para birokrat yang telah lama membangun dan mengenal kementerian namun tidak memiliki kesempatan menjadi wakil menteri karena posisi ini diisi oleh orang luar yang tiba-tiba diposting presiden," tandasnya.

PKS Bicara Menteri Sakti dan Inkonsistensi SBY

RMOL. Keputusan presiden dalam reshuffle tadi malam, termasuk pengurangan jatah menteri untuk PKS, masih mengejutkan bagi kader-kader dari partai yang mengklaim partai dakwah itu.

"Keputusan presiden ini cukup mengejutkan. Terdapat nama-nama yang sedang menjadi sorotan publik karena bersinggungan dengan persoalan hukum, tapi ternyata para menteri itu cukup sakti, tidak tersentuh evaluasi dan masih dipertahankan pada posisinya," kata Ketua DPP PKS bidang Advokasi dan Hukum, Aboe Bakar Al Habsyi, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/10).

Dalam daftar menteri yang tersangkut kasus hukum, nama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar (PKB) dan Menpora, Andi Mallarangeng (Demokrat), paling mencolok. Keduanya jadi beban berat SBY. Muhaimin praktis jadi bulan-bulanan publik karena masalah ketenagakerjaan di luar negeri ditambah kasus korupsi dalam proyek percepatan pembangunan di kementeriannya. Sedangkan Menteri Andi Mallarangeng bermasalah dalam persiapan SEA Games 2011 dan kasus suap yang menyeret sekretarisnya jadi tersangka.

Pada sisi lain, dia melihat alasan SBY untuk reshuffle tidak konsisten. Bila memang diperuntukkan untuk meningkatkan performa, mengapa beberapa menteri hanya bergeser kursi saja. Misalkan dari menteri pariwisata ke ESDM, atau dari menteri perdagangan ke pariwisata.

"Apakah orang-orang ini memang memiliki double side kapabilitas profesionalisme," ujarnya.

PKS Hormati Keputusan Presiden

JAKARTA (Pos Kota) – PKS menghormati keputusan presiden dalam reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, meski harus menelan pil pahit dengan pengurangan komposisi menteri satu kursi di kabinet.

Namun di mata Ketua DPP PKS, Aboebakar Alhabsy, keputusan presiden ini cukup mengejutkan karena terdapat nama-nama yang sedang menjadi sorotan publik dan sedang bersinggungan masalah hukum, tapi karena sakti mereka tidak tersentuh evaluasi dan masih dipertahankan pada posisinya di Kabinet Indonesia bersatu Jilid II.

“Saya melihat alasan reshuffle tidak konsisten. Sebab bila memang diperuntukkan untuk meningkatkan performance, mengapa beberapa menteri hanya bergeser kursi saja. Misalkan dari menteri pariwisata ke ESDM atau dari menteri perdagangan ke pariwisata. Kemudian apakah orang-orang ini memang memiliki double side kapabilitas profesionalisme?”

“Sejarah telah mencatat, Presiden telah menyalahi kontrak politik yang dibuatnya sendiri, ini merupakan preseden tidak baik dalam etika perpolitikan di Indonesia ini,” tutur Aboebakar.
Rakyat akan mencatat, lanjut Aboebakar, presiden Sby justru memberikan contoh untuk melanggar aturan yang telah disepakati dan dibuatnya.

Senin, 17 Oktober 2011

PKS: Dampak Reshuffle Jadi Tanggung Jawab SBY

RMOL. Lewat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mengevaluasi keanggotaannya dalam koalisi. Evaluasi tersebut didasarkan pada dokumen, pola interaksi, dan komunikasi dengan mitra koalisi.

"Berbagai catatan evaluasi telah dihasilkan, baik hal-hal yang sudah sesuai harapan maupun indikasi inkonsistensi dan penyimpangan yang terjadi," kata Ketua DPP PKS bidang Advokasi dan Hukum, Aboebakar Alhabsyi, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 16/10).

Terkait reshuffle, kata Aboe, sikap politik PKS dalam koalisi tetap berbasis pada kontrak politik yang telah disepakati, baik yang bersifat normatif, code of conduct (piagam koalisi) maupun kesepakatan-kesepakatan khusus lain yang tercantum dalam perjanjian bilateral antara PKS dan Presiden SBY.

"Reshuffle adalah hak prerogatif Presiden RI. Karena itu segala implikasi kebijakan tersebut merupakan tanggung jawab Presiden RI sepenuhnya dan bukan tanggung jawab mitra koalisi atau yang lainnya," kata Aboe, yang juga anggota Komisi III DPR.

PKS Serahkan Nasib Pasca Reshuffle pada Majelis Syuro

RMOL. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yakin reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden SBY berdasarkan pertimbangan obyektif kenegarawanan, profesionalisme, dan transparansi.

"Reshuffle juga dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja kabinet dalam menghadapi persoalan-persoalan yang membelit pemerintahan akhir-akhir ini dan asumsi tantangan yang akan datang," kata Ketua DPP PKS bidang Advokasi dan Hukum, Aboe Bakar Al Habsy, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 16/10).

Karena itu, kata Aboe, PKS juga akan merespon langkah reshuffle tersebut secara proporsional. PKS akan menyerahkan keputusan atas hasil reshuffle kepada Majelis Syuro berdasarkan opsi-opsi dan masukan-masukan dari kader.

"Rapimnas kemarin jelas, seluruh jajaran pimpinan PKS dari pusat hingga daerah serta kader-kadernya selalu siap bekerja untuk Indonesia dalam situasi apapun," demikian Aboebakar.

Jumat, 14 Oktober 2011

PKS: Kami Tak Sandera Presiden

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) membantah tegas adanya pertemuan di markas PKS di Jalan Raya TB Simatupang hingga Kamis dinihari ada kesepakatan para menteri PKS mengancam mundur bila ada satu partai yang terkena reshuffle. Hal ini ditegaskan oleh Ketua DPP PKS Aboebakar Alhabsy kepada tribun, Kamis (13/10/2011).

"Saya kira ada yang sengaja menggoreng isu menjelang resuffle ini. Mereka sengaja memunculkan isu bila PKS menekan dan mengancam presiden dalam penentuan menteri, tujuannya, ya pasti 2014. Saya kira itu permainan tak elok, pemilu masih jauh, tak perlu bermanuver demikian. Dan saya sarankan kita ribut dengan resuffle, biarlah presiden tenang menentukan pembantunya," kata Aboebakar.

Terkait pertemuan hingga Kamis dinihari, Aboebakar menjelaskan, hanyalah pertemuan rutin saja, tidak ada yang istimewa. Ditegaskan, hampir setiap hari gedung marka da'wah DPP PKS, memang penuh agenda dan sudah menjadi rutinitas. Meski, katanya lagi, tak ada pemilu legislatif atau pilpres.

"Yang jelas, mesin politik kita tetap jalan. Dan kami tegaskan, tak ada ancam mengancam di PKS. Seperti saya sampaikan sebelumnya, kami tak akan menyandera Presiden SBY dalam persoalan kabinet, menentukan para menteri itu hak perogratif presiden, ini dilindungi konstitusi," Aboebakar menegaskan.

Agenda Rapat Komisi III DPR dengan KPK kok Raib?


JAKARTA--MICOM: Anggota Komisi III DPR dari fraksi PKS Aboebakar Alhabsy mempertanyakan raibnya agenda rapat kerja Komisi III DPR dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan Agung.

"Persoalan ini memang sempat menjadi kasak-kusuk di antara anggota. Saya juga tidak tahu pasti apa motif dari pimpinan meniadakan agenda tersebut pada masa sidang ini," ujarnya di Jakarta, Kamis (13/10).

Ia mengeluhkan, hal itu membuat beberapa aspirasi daerah yang seharusnya dapat disampaikan pada rapat kerja akhirnya harus tertunda. "Tidak adanya agenda tersebut sangat mengganggu fungsi pengawasan dari DPR," imbuhnya.

Karena itulah, ia mendesak agar pimpinan Komisi III dapat memberikan penjelasan mengenai persoalan itu. Ia berharap, hal itu tidak terulang di masa sidang berikutnya.

Rabu, 12 Oktober 2011

Kewenangan Ditambah, KY Diminta Tak Latah

JAKARTA – Sidang paripurna DPR yang digelar Selasa (11/10), telah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Komisi Yudisial untuk disahkan menjadi Undang-undang. Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsyi, menegaskan, UU ini diharapkan akan mampu menjamin sistem pengawasan yang mumpuni atas kinerja para hakim di Indonesia.

”Namun saya perlu mengingatkan agar KY tidak keblinger dalam menjalankan tugasnya,” kata politisi yang akrab disapa dengan nama Aboe itu kepada pers, Selasa (11/10) di Jakarta.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu meminta KY harus tetap on the track. Yakni pengawasan kepada hakim hanya pada bidang etik dan tata laku saja.

“Jangan sampai offside seperti Komite Etik KPK kemarin. Jangan sampai KY latah men-disclaimer ataupun memeriksa persoalan pidana,” katanya.

Dia juga mengingatkan KY agar terus konsisten menjalankan tugasnya sebatas pada penegakan etika dan tata perilaku hakim. “Jangan sampai menambah daftar panjang destruksi sistem hukum di Indonesia. Apalagi posisi KY cukup kuat, sebagaimana pasal 24B UUD 1945 yang memberikan kewenangan pengawasan pada lembaga ini,” katanya lagi.

Selasa, 11 Oktober 2011

Komisi III DPR Abaikan Pemeringkatan Capim KPK

JAKARTA--MICOM: Komisi III DPR mengabaikan pemeringkatan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK.

Dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM yang juga Ketua Pansel, Patrialis Akbar, anggota DPR dari Fraksi Demokrat mencetuskan pertanyaan mengenai pemeringkatan. “Pak Menteri harus menjelaskan pemeringkatan calon ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III dari F-PPP Ahmad Yani juga melontarkan pendapat senada. “Menjadi penting karena ini menyangkut ke depannya. Karena pansel di undang-undang tidak diberikan kewenangan sedikit pun untuk melakukan ranking. Kalau demikian, artinya pansel melakukan azaz diskriminatir,” cetusnya.

Sebelum Menkum dan HAM memberikan penjelasan, anggota Komisi III dari F-PKS Aboebakar Alhabsy menyela dua rekannya. “Ranking itu tidak diakui oleh kita, jadi tidak usah diteruskan,” tegasnya.

Ketua Komisi III Benny Kabur Harman yang memimpin rapat kemudian memutuskan agar rapat dilanjutkan dengan membahas argumentasi memilih 8 atau 10 kandidat. Pembahasan mengenai pemeringkatan pun dikesampingkan. (OL-8)

Penentuan Jumlah Calon Pimpinan KPK Masih Alot

Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Menkumham Patrialis Akbar dengan agenda mendengar keterangan pemerintah terkait keputusan mengirimkan 8 calon pimpinan KPK belum membuahkan kata sepakat. 5 Fraksi yaitu FPDIP, FPG, FPKS, FPGerindra dan FPHanura menolak penjelasan Menkumham dan tetap meminta pemerintah mengirimkan 10 calon sesuai ketentuan pasal 30 UU KPK.

“Kita berupaya keputusan Komisi dilakukan dengan musyawarah mufakat kita hindari voting. Setelah dilakukan lobi antar poksi, hasilnya kita sepakat untuk memberi tenggang waktu seminggu lagi agar anggota Poksi dapat berkonsultasi dengan pimpinan Fraksi masing-masing,” jelas Ketua Komisi III Benny K. Harman saat mengumumkan hasil lobbi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/10/11).

Ia menambahkan dalam lobi tersebut dua Fraksi yaitu FPDIP dan PPHanura tetap meminta keputusan terkait jumlah calon pimpinan KPK yang akan mengikuti uji kepatutan dan kelayakan dapat diambil saat itu juga. Namun jalan tengah dapat disepakati pengambilan putusan akan dilaksanakan pada rapat Senin yang akan datang (17/10).

Sementara itu anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding menilai tertundanya pengambilan keputusan karena partai koalisi menggunakan isu calon pimpinan KPK sebagai bargaining resuffle kabinet. “Sangat disayangkan hanya karena persoalan 8 nama diterima atau tidak lalu kemudian minta tunggu setelah resuffle kabinet diumumkan. Ketika menteri mereka diganti mereka akan minta 10 nama, tapi ketika menteri tidak diresuffle mereka setuju 8 nama, ini kan kacau kalau begini bargaining-nya. Tadi yang meminta diendapkan fraksi pendukung koalisi PKS, P3 lalu PAN, PKB,” tandasnya.

Namun tudingan itu dibantah oleh anggota Komisi III dari FPKS Aboe Bakar Alhabsy. “Alah nggak lah. Yang kita lihat ternyata masalah 8 atau 10 calon pimpinan KPK ini masalah serius. Semua punya dasar hukum yang kuat. Jaki kita perlu waktu lagi sampai tanggal 17 supaya bisa bicara,” jelasnya. Ia menyebut patut menggelar rapat konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi untuk meminta kejelasan terhadap perbedaan persepsi hasil uji materi UU KPK.

Politisi Fraksi P3 Ahmad Yani menilai hasil uji materi majelis hakim MK yang hanya fokus pada pasal 34 UU KPK masih menyisakan persoalan. “MK sebenarnya bisa membatalkan pasal 30 juga, bisa mengambil langkah ultra petita. Tapi sayangnya tidak dilakukan, ini yang jadi problema hukum kita,” imbuhnya. Pada bagian lain ini meminta publik tidak melihat proses politik yang berlangsung di DPR sebagai upaya melemahkan KPK atau membela koruptor.

“Iya kita pertimbangkan rapat konsultasi lagi dengan MK, supaya keputusan kita nanti tidak diuji lagi. Ini berkaitan pula dengan hasil yudisial review itukan gak jelas,” kata Ketua Komisi III Benny K. Harman. Ia berkeyakinan proses politik yang sedang berlangsung tidak akan menghambat uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK. “Kita tetap komit, sebelum reses ini bisa kita tuntaskan,” tegasnya.

Fahri Menyesal Beri 'Tongkat Sakti' ke Busyro

JAKARTA - Kekesalan Wakil Ketua Komisi III dari F-PKS Fahri Hamzah kepada Ketua Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) Busyro belum juga reda. Dalam rapat kerja Komisi III dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Patrialis Akbar, Senin (10/10), Fahri kembali menyerang Busyro.

"Kita berikan tongkat sakti mandraguna kepada Ketua KPK, namun penindakan oleh KPK sekarang sudah dijadikan kampanye. Kita perlu pilih pimpinan KPK yang jernih pikirannya, bukan yang labil emosinya seperti sekarang," kata Fahri.

Dalam kesempatan itu, Fahri juga berani berbeda pendapat dengan sikap rekan sefraksinya, Aboe Bakar Al Habsyi, soal jumlah capim KPK. Anggota DPR Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) ini meminta agar pemerintah menambah jumlah capim KPK, dari delapan menjadi 10 nama. Sikap Fahri ini sama dengan sikap sejumlah fraksi, di antaranya F-PDIP.

PKS: Apakah Polisi Digaji untuk Menembaki Rakyat?

RMOL. Aksi penembakan polisi kepada rakyat kembali terjadi. Setelah kasus penembakan pada buruh PT Newmont di Nusa Tenggara Barat (NTB), kemarin polisi menembaki karwayan PT Freeport Indonesia yang sedang menggelar aksi mogok kerja.

"Kenapa kok bisa terjadi seperti ini. Masak aparat pelindung dan pengayom masyarakat kok bisa bentrok dengan rakyat. Lantas sebenarnya mereka bekerja untuk siapa," kata anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar Al Habsy, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Selasa, 11/10)

Menurut Aboebakar, unjuk rasa karyawan pada sebuah perusahaan adalah sah secara konstitusional. Apalagi karyawan PT Freeport itu sudah mengantongi izin menggelar unjuk rasa dari 15 September sampai tanggal 15 Oktober mendatang.

"Sangat tidak layak bila polisi menghadapi para demonstran dengan moncong senjata. Apakah mereka digaji dan dipersenjatai untuk menembaki rakyat?" tanya Aboebakar.

Kata Aboe bakar, polisi gagal menerapkan Protap No16/2006. Polisi seharusnya mengamankan keadaan, bukan malah terlibat bentrok dengan pengunjukrasa.

"Kapolri harus bertanggung jawab atas insiden ini, Propam harus segera melakukan pemeriksaan pada aparat yang diturunkan. Ingat, Polri harus mengedepankan pebdekatan yang persuasif, jangan menggunakan pendekatan yang represif kayak gini. Saya kira Kapolri perlu menginternalisasikan hal tersebut pada jajarannya," demikian Aboebakar.

Senin, 10 Oktober 2011

Busyro Dianggap Manfaatkan Sentimen Publik

Metrotvnews.com, Jakarta: Usulan yang dicetuskan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas agar DPR tidak melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon pemimpin KPK menuai protes keras dari Komisi III DPR. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboebakar Alhabsy menilai, Busyro sedang memanfaatkan sentimen publik terhadap DPR.

“Semoga Pak Busyro tidak menjadi malin kundang, kacang yang lupa kulitnya. Kami dulu yang memilih dan mendudukan beliau sebagai ketua KPK. Sekarang malah ingin menghilangkan kewenangan kami,” cetusnya.

Aboebakar menilai, saat ini Busyro tengah ketakutan karena namanya tidak lagi populer di DPR. “Sehingga khawatir nanti tidak terpilih jadi Ketua KPK bila pemilihan dilakukan di DPR. Semoga beliau tabah akan keadaan ini dan tidak panik serta reaksioner,” tuturnya seraya menambahkan, jika tetap ingin menghilangkan proses uji kelayakan dan kepatutan pemimpin KPK, Busyro dipersilahkan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

“Bila ingin mengamputasi kewenangan DPR, beliau sangat paham mekanismenya,” kata Aboebakar.

PKS: Ingat Pak Busyro Muqodas! Anda Dipilih DPR

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Etik dinilai telah melakukan manuver yang bisa menguras energi. Komite Etik, dianggap sudah menerobos sistem hukum yang ada dengan melakukan pada disclaimer tindak pidana yang bukan wewenangnya.

"Seharusnya Komite Etik berguru kepada Badan Kehormatan DPR. Sampai saat ini BK masih tahu diri, tidak pernah off side, memutus perkara pidana dengan instrumen etik. Ini bentuk konsistensi DPR pada sistem hukum," ujar anggota Komisi III DPR, Abobakar Alhabsy, Minggu (09/10/2011).

Tidak hanya itu, tegas Alhabsy, DPR dalam hal ini BK selalu mengembalikan persoalan pidana kepada penegak hukum, bukan diperiksa internal. Melihat perkembangan sekarang, Alhabsy melihat, ending plot dari permasalahan yang muncul sekarang antara DPR dan KPK berujung pada penghilangan kewenangan DPR dalam memilih KPK.

"Bila kami sebelumnya sering dihantam, didowngrade dan didelegitimasi, sudah kami prediksi endingnya seperti ini. Pak Busyro sedang memanfatkan sentimen publik untuk mengutak-atik sistem hukum," tegasnya.

Alhabsy yang juga politisi PKS menilai, menghindari persidangan dengan komite etik merupakan bagian dari manuver. Kini KPK dinilai ingin menghilangkan kewenangan DPR.

"Semoga Pak Busryo tidak jadi Maling Kundang, kacang yang lupa kulitnya. Kami dulu yang memilih beliau dan mendudukkan beliau jadi ketua KPK, sekarang malah ingin menghilangkan kewenangan kami," tegasnya.

Bisa jadi, katanya lagi, Ketua KPK Busyro Muqodas, sekarang sedang ketakutan, sebab nama beliau tidak populer lagi di DPR, sehingga khawatir nanti tidak terpilih jadi ketua KPK bila pemilihan dilakukan di DPR. Aboebakar kemudian berharap, semoga Busyro Muqodas, tabah akan keadaan ini dan tidak panik dan reaksioner.

"Saya persilahkan Pak Busryo menempuh prosedur yang ada, bila ingin mengamputasi kewenangan DPR silahkan ajukan judicial review ke MK. Saya yakin beliau sangat paham mekanismenya," Aboe Bakar menegaskan.

Komisi III DPR Nilai Busyro Manfaatkan Sentimen Publik

JAKARTA--MICOM: Usulan yang dicetuskan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas agar DPR tidak melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon pemimpin KPK menuai protes keras dari Komisi III DPR. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboebakar Alhabsy menilai, Busyro sedang memanfaatkan sentimen publik terhadap DPR.

“Semoga Pak Busyro tidak menjadi malin kundang, kacang yang lupa kulitnya. Kami dulu yang memilih dan mendudukan beliau sebagai ketua KPK. Sekarang malah ingin menghilangkan kewenangan kami,” cetusnya.

Aboebakar menilai, saat ini Busyro tengah ketakutan karena namanya tidak lagi populer di DPR.

“Sehingga khawatir nanti tidak terpilih jadi Ketua KPK bila pemilihan dilakukan di DPR. Semoga beliau tabah akan keadaan ini dan tidak panik serta reaksioner,” tuturnya seraya menambahkan, jika tetap ingin menghilangkan proses uji kelayakan dan kepatutan pemimpin KPK, Busyro dipersilahkan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

“Bila ingin mengamputasi kewenangan DPR, beliau sangat paham mekanismenya,” kata Aboebakar.

Jumat, 07 Oktober 2011

Rekomendasi KY kian Berotot

JAKARTA--MICOM: Rekomendasi sanksi kepada hakim nakal yang dicetuskan Komisi Yudisial (KY), akan tetap bisa di eksekusi meskipun diabaikan atau ditentang oleh Mahkamah Agung (MA).

Khusus untuk rekomendasi KY yang meminta sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau pemberhentian tetap dengan hormat, harus diputuskan melalui mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Aturan itu termuat dalam Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) yang baru disepakati dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I antara pemerintah dengan DPR, Kamis (6/10).

"UU KY ini cukup menjadi angin segar dalam membangun sinergi antara MA dan KY. Banyak terobosan-terobosan di UU KY untuk penguatan institusi," ujar anggota Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding.

Aturan mengenai eksekusi rekomendasi tersebut, termuat dalam pasal 22D, dimana MA menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melakukan pelanggaran kode etik dan atau perilaku hakim yang diusulkan oleh KY dalam waktu paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal usulan diterima.

"Untuk rekomendasi yang sepaham antara MA dan KY, dalam waktu 60 hari berlaku dengan sendirinya. Untuk yang tidak sepaham, maka itu dibicarakan bersama. Kalaupun tidak disetujui MA, tetap akan berlaku dengan sendirinya," jelas Ahmad Yani, anggota dari Fraksi PPP.

Aturan ini berlaku untuk sanksi ringan, sedang dan berat, kecuali dua sanksi terberat yakni pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau pemberhentian tetap tidak dengan hormat yang harus melalui MKH.

Disamping itu, dalam UU yang baru ini juga KY dapat melakukan penyadapan dengan meminta bantuan kepada aparat penegak hukum. "Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan KY," tutur Aboebakar Alhabsy dari Fraksi PKS ditemui seusai rapat.

Kewenangan KY juga diperkuat, dengan kewenangan melakukan panggil paksa terhadap para saksi yang tidak memenuhi panggilan tiga kali berturut-turut.

Putusan Komite Etik Dinilai Off Side

KBRN, Jakarta : Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendapati sorotan tajam hingga kecaman dari sebagian pihak, setelah mengumumkan hasil penyelidikan tidak ada pelanggaran kode etik maupun pidana terhadap empat komisioner KPK.

Komite etik dibentuk, untuk mencari kebenaran atas tuduhan tersangka Kasus Suap Wisma Alit, M Nazarudin, diantaranya menyebutkan adanya pertemuan dengan sejumlah pimpinan KPK untuk mengamankan kasus suap Wisma Atlit, kasus di Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, dan lainnya.

"Putusan komite etik off side, atau keluar aturan, bagaimana mungkin Komite Etik yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika," kata Anggota Komisi Hukum III DPR-RI, Aboebakar Alhabsyi, Kamis, (6/9).

Ia menyatakan, tidak tepat Komite Etik menyampaikan pada publik tidak ada pelanggaran pidana dilakukan para komisioner KPK, sebab ada atau tidak pelanggaran pidana adalah ranah kerja pengadilan, sehingga hanyalah hakim yang berwenang memutuskan hal ini.

Sikap Komite Etik ini, lanjut Aboebakar, merupakan preseden buruk dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia, dimana tindak pidana tidak disidik oleh penyidik, tidak dituntut oleh penuntut umum, tidak disidang oleh hakim, tidak menggunakan hukum acara, namun menyatakan orang tidak terbukti melakukan tindak pidana.

"Mereka harus diperiksa dengan hukum acara pidana, bukan sekedar wawancara dengan tim etik, harus diukur dengan norma pidana bukan norma etik, sebab setiap orang dapat dikatan melakukan tindak pidana atau tidak, harus dibuktikan dengan proses di peradilan, bukan dalam sidang komite etik," pinta Aboebakar yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai PKS, bidang Advokasi dan Hukum itu.

Disisi lain, Aboebakar mengaku heran dengan pembentukan Komite Etik. Menurutnya, bila pembentukannya didasari pasal 36 ayat 1, maka tidak tepat, karena menurut pasal 65 Undang-Undang KPK pelanggaran pada pasal 36 ayat 1 bukan pelanggaran etik, melainkan pelanggaran pidana.

Sementara Jika tim etik dibentuk berdasarkan Keputusan pimpinan KPK No : Kep-06/P.KPK/02/2004 tentunya tidak boleh bertentangan dengan UU KPK.

"Jangan sampai sidang kode etik dijadikan sebagai alasan untuk menghindari persidangan, jika sebelumnya oknum KPK menghindari persidangan melalui deponering, sekarang menghindari persidangan melalui sidang kode etik. Kami dukung penguatan KPK, namun kita harus cegah KPK dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menyelamatkan diri," tandas Aboebakar denga nada tegas.

Hasil Kerja Komite Etik Pelajaran Bagi Pimpinan KPK

JAKARTA, (PRLM).-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pramono Anung menyatakan, hasil pemeriksaan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan menjadi pelajaran bagi para pimpinan KPK ke depan. Selain itu, pemimpin KPK mendatang juga tidak meniru apa yang sudah dilakukan para komisioner terdahulu.

"Lembaga harus kuat, mudah-mudahan ini jadi pelajaran berharga bagi siapapun yang memimpin KPK ke depan karena kepemimpinan ini akan habis bulan Desember. Harapannya pemimpin KPK yang baru tidak lakukan praktek yang sama seperti yang dilakukan pimpinan sebelumnya karena ini mungkin baru pertama kali terjadi dalam periodisasi kepemimpinan KPK,"ujar Pramono Anung di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/10).

Dengan demikian,yang harus dilakukan ke depan agar kejadian tidak berulang, maka harus ada code of cunduct KPK. Yakni, soal aturan main dalam internal KPK harus diperjelas, mana yang boleh mana yang tidak boleh, untuk bertemu orang di luar pekerjaan.

Selain itu, harus ada kejelasan di ruang publik bahwa apapun proses-proses yang sekarang dilakukan di luar ketentuan yang ada, sangat melemahkan KPK sendiri.

Pramono menyebutkan, adanya putusan KPK diyakini tidak akan melemahkan KPK. Semua pihak, lanjut Pramono harus menghargai dan memberi apresiasi terhadap apa yang diputuskan komite etik.

"Saya lihat bahwa dengan tiga orang memberikan dissenting opinion bukan keputusan yang gampang. Jadi dalam tubuh komite etik pun pasti terjadi pertentangan yang sangat kuat, sebab tidak bisa dibayangkan kalau kemudian katakanlah posisinya terbalik empat berikan sanksi, tiga enggak itu akan sangat berbeda posisinya yang mungkin orang tidak berpikir dampak pengaruhnya bagi KPK ke depan," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, Komite Etik KPK yang semula dianggap mampu memulihkan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata tidak lebih sekadar binatu bagi sejumlah pimpinan KPK yang diduga melakukan pelanggaran etik.

"Keputusan Komite Etik telah menciptakan preseden buruk bagi KPK di masa yang akan datang, karena pertemuan-pertemuan pimpinan KPK dengan pihak-pihak termasuk petinggi partai politik yang kadernya diduga bermasalah, bukanlah pelanggaran," kata Hendardi.

Menurut dia, Komite Etik lebih memilih menyelamatkan pribadi-pribadi pimpinan KPK yang akan mengakhiri jabatannya daripada menegaskan integritas KPK untuk tidak mentolerir segala jenis pertemuan dengan pihak yang diduga terlibat atau berpotensi melakukan deal perkara korupsi kader-kader partainya.

"Penting dibuka, siapa tiga anggota Komite Etik yg berbeda pendapat, agar jelas siapa yang sungguh-sungguh mengawal integritas KPK," katanya.

Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, keputusan Komite Etik KPK yang menyatakan tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan para pimpinan KPK dinilai tidak tepat. Menurut dia, kesimpulan tersebut melampaui batas. "Saya melihat putusan komite etik sudah off side, bagaimana mungkin komite yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer, tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika," ujarnya.

Menurut Aboe Bakar tidak tepat bila komite etik menyampaikan tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Ada tidaknya pelanggaran pidana adalah ranah kerja pengadilan. "Hakimlah yang berwenang memutuskan hal ini. Bila komite etik memutus hal tersebut akan dapat merusak sistem hukum pidana di Indonesia,"jelasnya.

Ditegaskan, Komite Etik telah melampaui kewenangannya, termasuk melampaui kewenangan pengadilan. Setiap orang lanjut Aboe dapat dikatakan melakukan pidana atau tidak harus dibuktikan dengan proses di peradilan, bukan dalam sidang komite etik. Mereka harus diperiksa dengan hukum acara pidana,kata Politisi PKS ini bukan sekadar wawancara dengan tim etik, harus diukur dengan norma pidana, bukan norma etik.

Komite Etik Tuai Kritik, Chandra Cs Tersandera

INILAH.COM, Jakarta - Keputusan Komite Etik KPK bahwa tidak ada pelanggaran etik dan pidana bagi pimpinan KPK terus menuai kontroversi. Apalagi, putusan tidak bersikap bulat. Polemik putusan Komite Etik ini tak ubahnya menyandera posisi Chandra M Hamzah Cs.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, Anggota Komisi Hukum DPR Aboe Bakar Al-Habsy, serta Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi mempertanyakan hasil putusan Komite Etik. Mereka mengugat putusan Komite Etik yang cukup janggal.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyoroti perbedaan pandangan tiga anggota Komite Etik saat memutus apakah komisioner KPK melanggar kode etik atau tidak. "Dengan posisi tiga dissenting opinion ini sesuatu yang tidak ringan diputuskan oleh komite," katanya di gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/10/2011). Dia mengkhawatirkan dengan situasi seperti saat ini justru akan menjadikan peluru KPK kian tumpul.

Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin mempertanyakan persoalan etika pimpinan KPK dilakukan melalui voting anggota Komite Etik. Apalagi dalam voting tidak ada suara bulat di internal Komite Etik yang menunjukkan sejatinya ada masalah etik di pimpinan KPK. "Pimpinan KPK haruslah orang-orang yang secara etik tak bermasalah. Karena itu mengundurkan diri adalah sikap beretika bagi yang bermasalah," katamya.

Anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi PKS Aboe Bakar al-Habsy menilai keputusan Komite Etik KPK tidak ada pelanggaran pidana bagi komisioner KPK merupakan langkah salah kaprah. "Komite etik sudah off side, bagaimana mungkin komite yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika?" tegasnya.

Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi mengatakan hasil Komite Etik justru merupakan bentuk pelemahan kepada KPK. Hendardi menilai putusan Komite Etik bias. "Bagi saya Chandra Hamzah datang ke rumah Nazaruddin tanpa kasih informasi ke pimpinan KPK, itu pelanggaran etik," tegasnya.

Putusan Komite Etik ini pada akhirnya bukan menyelesaikan persoalan yang muncul di internal KPK. Alih-alih mampu menyelesaikan persoalan di pimpinan KPK, Komite Etik justru menyandera Chandra M Hamzah Cs. Langkah penyanderaan ini seperti mengulang peristiwa sebelumnya yakni deponering terhadap Chandra-Bibit.

Aboe Bakar Al-Habsy: Komite Etik KPK ‘Offside’!

Keputusan Komite Etik KPK terhadap pimpinan KPK atas tuduhan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin menimbulkan polemik.Anggota Komisi Hukum DPR RI, Aboe Bakar al-Habsy menilai putusan Komite Etik yang juga mengambil kesimpulan tidak ada tindak pidana dilakukan pimpinan KPK merupakan langkah tidak tepat. "Apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika?" katanya melalui BlackBerry Messenger (BBM) di Jakarta, Kamis (6/10). Berikut wawancara lengkapnya:

Apa komentar Anda atas putusan Komite Etik KPK terhadap pimpinan KPK?

Saya melihat putusan Komite Etik sudah off side, bagaimana mungkin komite yang memeriksa perkara etik bisa membuat disclaimer tidak ada pelanggaran pidana, apa tindak pidana termasuk pelanggaran etika?

Apakah tepat Komite Etik menyebut tidak ada tindak pidana komisioner KPK?
Saya kira tidak tepat bila Komite Etik sampai menyampaikan tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan pimpinan KPK. Ada tidaknya pelanggaran pidana adalah ranah kerja pengadilan, hakimlah yang berwenang memutuskan hal ini. Bila komite etik memutuskan hal tersebut akan dapat merusak sistem hukum pidana di Indonesia.

Jadi, Komite Etik telah melampaui kewenangannya?
Setiap orang dikatakan melakukan pidana atau tidak harus dibuktikan dengan proses di peradilan, bukan dalam sidang Komite Etik. Mereka harus diperiksa dengan hukum acara pidana, bukan sekadar wawancara dengan tim etik, harus diukur dengan norma pidana bukan norma etik.

Saya kira ini preseden buruk dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia, dimana tindak pidana tidak disidik oleh penyidik, tidak dituntut oleh penuntut umum, tidak disidang oleh hakim, tidak menggunakan hukum acara, namun menyatakan orang tidak terbukti melakukan tindak pidana.

Apa dampak dari putusan Komite Etik ini?
Jangan sampai sidang Kode Etik dijadikan alasan menghindari persidangan. Jika sebelumnya oknum KPK menghindari persidangan melalui deponering, sekarang menghindari persidangan melalui sidang Kode Etik. Saya dukung penguatan KPK, namun kita harus cegah KPK dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menyelamatkan diri.