Senin, 03 Desember 2012

DPR: 'Nyanyian' Eks Penyidik Panaskan KPK-Polri

Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy menyesalkan langkah dua
mantan penyidik KPK dari Polri yang membongkar adanya diintervensi
pimpinan KPK terhadap kerja para penyidik. Aboebakar menilai apa yang
dilakukan tersebut sangat tidak bagus untuk hubungan dua lembaga
penegak hukum, KPK dan Polri.

"Kemarinkan hubungan dua lembaga ini sempat memanas, seharusnya yang
dilakukan adalah upaya reintegrasi antar penegak hukum, bukan yang
beginian," kata Aboe melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis
(29/11/2012).

Politisi PKS ini mengatakan, apa yang dilakukan mantan penyidik KPK
ini sama halnya dengan mengorek-korek masa lalu yang dia kerjakan dulu
dilembaga anti korupsi ini, sehingga berpotensi membuka konflik yang
ada.

"Saya minta Kapolri memberikan teguran kepada dua penyidik tersebut,
perlu ada pembinaan buat mereka. Tidak baik bersikap yang demikian,"
terangnya.

Ketua Poksi Hukum Fraksi PKS di DPR itu menambahkan, bila memang
selama ini ada kekurangan di KPK, hal itu wajar-wajar saja karena
disemua lembaga tidak ada yang sempurna.

"Semua lembaga pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak ada yang
sempurna. Namun tak selayaknya persoalan internal diungkap ke publik.
Saya kira mudharatnya akan lebih besar, tidak ada manfaatnya dari
curhatan seperti itu," paparnya.

Namun demikian, kata Aboebakar, bila memang ada evaluasi itu bisa saja
diberikan kepada lembaga yang terkait. "Kita kan bisa pakai prinsipnya
rumah makan Padang, bila anda tidak puas silakan beri tahu kami, bila
anda puas silakan beritahu teman anda," jelasnya.

Sebelumnya, mantan penyidik KPK Kompol Hendi Kurniawan di Bareskrim
Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/11) mengatakan, penanganan perkara di
KPK sering tidak benar dan sering menabrak aturan. Salah satunya,
dalam penerbitan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik)
terkait kasus cek pelawat yang melibatkan terdakwa Miranda S Goeltom
(MSG) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun
2004.

"Dalam penerbitan sprindik pada waktu itu Abraham Samad tidak melalui
SOP karena penyidik dan JPU berkeyakinan tidak ada alat bukti dalam
MSG," kata Hendi.

Tidak cukup buktinya terhadap MSG ini, ungkap Hendi, telah dituangkan
dalam sebuah notulensi dengan gelar perkara, bahwa memang tidak ada
alat bukti yang mengarah kepada yang bersangkutan untuk dijadikan
tersangka. Tapi secara sepihak Abraham Samad mengumumkan kepada publik
Miranda sudah menjadi tersangka.

Selain MSG, beberapa bulan kemudian terjadi hal yang sama, terjadi
pada penetapan tersangka Angelina Sondakh. Menurut Hendi map yang
diacungkan oleh pimpinan KPK tidak resmi karena tidak sesuai dengan
SOP, yakni penerbitan sprindik dan melakukan ekspos perkara.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo pun menegaskan bahwa pernyataan itu
bukan atas nama institusi. "Itu (curhat penyidik) bukan atas nama
institusi. Yang jelas itu di luar SOP," ujar Timur.

0 komentar:

Posting Komentar