Kamis, 10 Januari 2013

PKS-PPP: Tak Perlu Reshuffle

JAKARTA - Ketua DPP PKS Aboebakar Alhabsy meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak merombak kabinet jika hanya bertujuan untuk menurunkan elektabilitas partai politik dari menteri yang akan di-reshuffle.

"Jangan sampai evaluasi menteri hanya digunakan untuk men-down grade menteri dari partai tertentu agar terganggu elektabilitasnya. Ini tidak boleh terjadi. Jangan sampai persoalan ini dipolitisasi untuk persiapan 2014, itu tidak fair,"  ujarnya di Jakarta, Kamis (3/1).

Menurut dia, perombakan kabinet harus dilakukan berdasarkan kinerja. Pasalnya, posisi menteri berperan strategis terhadap kinerja pemerintahan, dan merupakan ujung tombak pelaksanaan pembangunan sesuai desain kebijakan presiden.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga menyarankan SBY agar tidak me-reshuffle kabinet dalam sisa waktu kepemimpinannya yang tinggal tidak lebih dari dua tahun. Apabila reshuffle dilakukan sekarang justru akan memunculkan kegaduhan politik, bukan mengefektifkan pemerintahan.

"Reshuffle tidak akan efektif dan akan menambah hiruk-pikuk politik. Dikhawatirkan upaya reshuffle itu tidak fokus memperbaiki kinerja menteri," kata Ketua DPP PPP M Arwani Thomafi.

Sebelumnya, Dewan Pertimbangan Presiden dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menerbitkan laporan evaluasi kabinet, yang menyatakan bahwa kurang dari 10 kementerian mempunyai serapan anggaran di bawah 65 persen.

Presiden memberi waktu bagi para menterinya untuk memperbaiki kinerja selama tiga bulan mendatang, terutama yang mendapat nilai rapor merah itu.

Menurut Arwani, langkah Kepala Negara itu sudah tepat. Perbaikan kinerja para menteri akan membawa hasil yang lebih efektif dan terukur, soliditas kabinet di sisa waktu pemerintahan pun lebih terjaga.

"Namun semua kembali kepada hak prerogatif presiden. Secara prinsip, kabinet pemerintahan SBY ini harus khusnul khotimah (berakhir dengan baik)," katanya.

Potensi Ancaman

Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin mengatakan, tahun 2013 yang diakui berbagai pihak termasuk SBY sebagai tahun politik seharusya dijadikan landasan untuk merombak seluruh jajaran kabinet yang berasal dari partai politik. Hal ini untuk menghindari terganggunya roda pemerintahan yang disebabkan oleh kesibukan dan kepentingan masing-masing parpol.

ìAda potensi ancaman buat pemerintahan SBY, yaitu ketika menteri-menteri di kabinet yang berasal dari parpol menggembosi pemerintah. Sebagai antisipasi, SBY harus merombak jajaran kabinetnya yang berasal dari parpol,î ungkapnya.

Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana menilai, sikap SBY yang ingin mempertahankan komposisi partai politik dalam kabinet membuatnya tersandera. Padahal, masa jabatannya akan segera berakhir.

''SBY tidak mampu mengganti menteri dari parpol yang kinerjanya tidak bagus. Dengan demikian, SBY jelas sudah tersandera dan tidak bebas,'' katanya.

Padahal, menurutnya, sesuai UUD 1945, menteri adalah pembantu presiden, yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak melakukan reshuffle.

''Seharusnya SBY bebas dan tidak tersandera bila ingin memberhentikan menteri yang kinerjanya tidak bagus. Tapi SBY tidak berani. Akibatnya, kabinet terseok-seok,'' ujarnya.

Dikatakannya, sikap SBY tersebut tidak lepas dari pemikirannya bahwa kabinet merupakan keseimbangan antara profesional dan politikus, sehingga tidak heran bila akhirnya SBY tidak ingin ''mengganggu'' perimbangan itu.

''Tapi saya 100 persen yakin, reshuffle kabinet akan dilakukan. Sebab, pos menteri olahraga tidak bisa dibiarkan kosong dan SBY akan mencari pengganti Andi Mallarangeng. Reshuffle sekaligus mencopot satu atau dua menteri,'' tambah Tjipta.

Dia menduga, saat ini SBY sedang serius mencari figur untuk mengisi kabinet. Sebab, SBY adalah pemimpin yang terlalu berhati-hati. Tjipta berharap, di sisa waktu jabatan SBY ini, ada perombakan kabinet dan menteri yang dipilihnya benar-benar cakap. (H28,J22,viva-25,59)

0 komentar:

Posting Komentar