Minggu, 14 Oktober 2012

DPR Minta KY Sikapi Pembatalan Vonis Mati Bos Narkoba

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK)
sekaligus membatalkan kasasi terkait hukuman mati terhadap gembong
narkoba internasional, Deni Setia Maharwa. Putusan itu mendapat reaksi
dari sejumlah kalangan, termasuk anggota Komisi Hukum DPR Aboe Bakar
Al-Habsy. Ia menilai putusan tersebut menyalahi aturan.

"Saya lihat para hakim MA semakin permisif dengan persoalan narkoba,
seolah ini persoalan biasa saja, padahal ini menyangkut jutaan nasib
generasi muda Indonesia," kata Aboe di Kompleks Parlemen, Jakarta,
Kamis (11/10).

Putusan MA dianggap keluar konteks karena menyatakan hukuman mati
bertentangan dengan konstitusi. Menurut Aboe, undang-undang kan ranah
Mahkamah Kontitusi.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga menilai putusan MA tidak
konsisten dalam soal hukuman mati. Karena itu Aboe meminta agar Komisi
Yudisial segera bersikap.

"MA dengan tegas menghukum mati Kolonel M Irfan Djumroni, Amrozi, Imam
Samudera, dan Muklas. Namun saat memutus 3 gembong narkoba dikatakan
hukuman mati bertentangan dengan konstitusi dan HAM. Ini kan berarti
tidak ada equality before the law," keluh Aboe.

Ia pun menyarankan agar Badan Narkotika Nasional (BNN) juga lebih
aktif mensosialisasikan bahaya narkoba kepada para hakim.

Dari situs MA, dilansir, MA membatalkan vonis mati kepada gembong
narkoba sindikat internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed
Majid yang sebelumnya melalui putusan kasasi MA, dihukum mati.

"Mengabulkan permohonan PK Deni berupa perubahan dari pidana mati yang
dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," begitu isi
dari website MA.

Deni divonis mati oleh MA tanggal 18 April 2001 sekaligus memperkuat
putusan PN Tangerang tanggal 22 Agustus 2000. Deni dinyatakan bersalah
terkait kepemilikan 3 kg kokain dan 3,5 kg heroin. Barang haram itu
ditemukan di dalam tas Deni saat hendak terbang ke London pada 12
Januari 2000 menggunakan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara
Soekarno-Hatta.

Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika
Franola dan Rani Andriani.

Pembatalan vonis mati oleh MA ini menyusul adanya keringanan hukuman
terhadap Meirika Franola dari semula vonis mati menjadi hukuman seumur
hidup.

Sebelumnya MA juga pernah membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria,
Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin. Chimezie akhirnya
hanya dihukum penjara selama 12 tahun. MA juga membebaskan pemilik
pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15
tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.

0 komentar:

Posting Komentar