Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan mengganti Kapolri Jenderal Timur Pradopo pada Agustus atau September nanti.
Menurut anggota Komisi III Aboe Bakar Al Habsy, kewenangan pengganti Kapolri memang ada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, alangkah lebih baik bila SBY juga memperhatikan jenjang karier dan kaderisasi di Polri.
"Formasi yang terbentuk di Polri tentunya adalah hasil sebuah jenjang kaderisasi dan reward and punishment selama menjalankan tugas. Karenanya Kapolri sebagai jabatan tertinggi di Polri, haruslah ditempati oleh profil yang telah syarat akan prestasi dan memiliki integritas terhadap Tribrata Polri," ungkap Aboe melalui pesan singkatnya, Jumat (19/4/2013).
Secara teknis, lanjut Aboe, Kapolri yang baru harus menguasai peta konflik di lapangan, serta memiliki desain untuk menuntaskan persoalan konflik sosial yang marak terjadi. "Perlu ada desain kebijakan yang jelas untuk mengatasi persoalan ini, karena instrumen hukumnya sudah lengkap, baik melalui Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial, maupun Inpres Nomor 2 Tahun 2013.
Politikus PKS itu mengusulkan, akan lebih baik jika Kapolri terpilih memiliki background atau pengalaman yang cukup dibidang intelejen dan keamanan. Hal ini akan sangat mendukung pekerjaan rumah (PR) untuk kapolri yang baru adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses hukum yang dilaksanakan oleh Polri.
Beberapa insiden, seperti kasus Cebongan, penyerangan Mapolres OKU, pengeroyokan Kapolsek Dolok Pardamean, serta penyerangan puluhan polsek adalah indikator rendahnya kepercayaan publik pada proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Polri.
"Kapolri terpilih haruslah mampu menggerakkan institusinya untuk mengedepankan due process of law yang benar-benar ditujukan untuk pro justicia. Saya rasa presiden cukup memahami kondisi tersebut. Saat ini, kita semua berharap presiden memilih calon kapolri yang kapabel dan kompeten. Jangan sampai pemilihan kapolri hanya diorientasikan untuk kepentingan Pemilu 2014 semata," simpulnya.
Menurut anggota Komisi III Aboe Bakar Al Habsy, kewenangan pengganti Kapolri memang ada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, alangkah lebih baik bila SBY juga memperhatikan jenjang karier dan kaderisasi di Polri.
"Formasi yang terbentuk di Polri tentunya adalah hasil sebuah jenjang kaderisasi dan reward and punishment selama menjalankan tugas. Karenanya Kapolri sebagai jabatan tertinggi di Polri, haruslah ditempati oleh profil yang telah syarat akan prestasi dan memiliki integritas terhadap Tribrata Polri," ungkap Aboe melalui pesan singkatnya, Jumat (19/4/2013).
Secara teknis, lanjut Aboe, Kapolri yang baru harus menguasai peta konflik di lapangan, serta memiliki desain untuk menuntaskan persoalan konflik sosial yang marak terjadi. "Perlu ada desain kebijakan yang jelas untuk mengatasi persoalan ini, karena instrumen hukumnya sudah lengkap, baik melalui Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial, maupun Inpres Nomor 2 Tahun 2013.
Politikus PKS itu mengusulkan, akan lebih baik jika Kapolri terpilih memiliki background atau pengalaman yang cukup dibidang intelejen dan keamanan. Hal ini akan sangat mendukung pekerjaan rumah (PR) untuk kapolri yang baru adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses hukum yang dilaksanakan oleh Polri.
Beberapa insiden, seperti kasus Cebongan, penyerangan Mapolres OKU, pengeroyokan Kapolsek Dolok Pardamean, serta penyerangan puluhan polsek adalah indikator rendahnya kepercayaan publik pada proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Polri.
"Kapolri terpilih haruslah mampu menggerakkan institusinya untuk mengedepankan due process of law yang benar-benar ditujukan untuk pro justicia. Saya rasa presiden cukup memahami kondisi tersebut. Saat ini, kita semua berharap presiden memilih calon kapolri yang kapabel dan kompeten. Jangan sampai pemilihan kapolri hanya diorientasikan untuk kepentingan Pemilu 2014 semata," simpulnya.
0 komentar:
Posting Komentar