Anggota Komisi III DPR RI dari PKS, Aboe Bakar Al Habsy mengecam
putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan
kasasi MA sendiri terkait hukuman mati terhadap gembong narkoba
jaringan internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid
dengan dalih bertentangan konstitusi dan melanggar HAM.
"Saya lihat para hakim MA semakin permisif dengan persoalan narkoba,
seolah ini persoalan biasa saja, padahal ini menyangkut jutaan nasib
generasi muda Indonesia. Para hakim yang duduk disana sepertinya telah
mengabaikan jumlah korban narboba yang mencapat 3,8 juta pecandu,
serta puluhan juta orang yang menjadi potencial victim lainnya," kata
Aboe Bakar di Jakarta, Kamis (11/10).
"Sebenarnya putusan MA telah offside karena menyatakan bahwa hukuman
mati bertentangan dengan konstitusi, ini seharusnya kewenangan MK,
bukan kewenangan MA. Hakim MA tidak memiliki kewenangan untuk
menafsirkan sebuah hukum bertentangan ataukah tidak dengan
konstitusi," tambah Aboe Bakar.
Ia menilai, putusan MA juga tidak konsisten dalam bersikap soal
hukuman mati. "MA dengan tegas menghukum mati Kolonel M Irfan
Djumroni, Amrozi, Imam Samudera, dan Muklas. Namun saat memutus 3
gembong narkoba dikatakan hukuman mati bertentangan dengan konstitusi
dan HAM.
Ini kan berarti tidak ada equality before the law. Buat para gembong
narkoba hukuman mati dikatakan inkonstitusional namun buat yang lain
tidak," kata politisi PKS itu.
Oleh karena itu, ia meminta Komisi Yudisial segera bersikap. "Saya
minta KY tidak diam saja, mereka harus mebjalankan tugasnya, harus
dilakukan kajian atas persoalan ini. Bagaimanapun masyarakat melihat
banyak keganjilan atas putusan-putusan MA untuk para gembong narkoba
ini, jangan sampai KY hanya sebagai penonton saja," ujarnya.
Kedepannya, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga lebih aktif
mensosialisasikan bahaya narkoba kepada hakim-hakim.
"Saya minta kepala BNN untuk melakukan sosialisasi kepada para hakim
soal bahaya narkoba, biar nanti tidak disalahpahami betapa
mengerikannya ancaman dari narkoba ini," pungkas Aboe Bakar.
Dari situs MA, dilansir, MA membatalkan vonis mati kepada gembong
narkoba sindikat internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed
Majid yang sebelumnya melalui putusan kasasi MA, dihukum mati.
"Mengabulkan permohonan PK Deni berupa perubahan dari pidana mati yang
dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," begitu isi
dari website MA.
Deni divonis mati oleh MA tanggal 18 April 2001 yang memperkuat
putusan PN Tangerang tanggal 22 Agustus 2000 karena ditemukan 3 kg
kokain dan 3,5 kg heroin di dalam tasnya saat hendak menyelundukan
barang haram tersebut ke London pada 12 Januari 2000 sesaat sebelum
berangkat dengan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara Soekarno-Hatta.
Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika
Franola dan Rani Andriani. Pembatalan vonis mati oleh MA ini menyusul
adanya keringanan menjadi hukuman seumur hidup kepada Meirika Franola.
MA juga pernah membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria Hillary K
Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin dan mengubah hukumannya menjadi
penjara 12 tahun.
MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati
menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.
0 komentar:
Posting Komentar