Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsy menilai bahwa tindakan oknum TNI
tersebut telah merampas kebebasan pers yang merupakan salah satu
cita-cita reformasi.
"Tindakan yang dilakukan oleh oknum TNI AU tersebut melanggar
kebebasan pers, apa yang dilakukan itu menghalang-halangi kerja
jurnalisme media. Perampasan alat kerja wartawan adalah bentuk nyata
pembungkaman media," jelasnya.
Menurutnya, pihak Lanud dan AU harus memproses persoalan ini. Tidak
hanya penghalangan kerja media dan perampasan yang harus ditindak,
namun juga penganiayaan yang dilakukan terhadap para awak media.
"TNI meminta maaf secara tulus atas persoalan ini, tak perlu pakai
embel-embel untuk alasan pengamanan dan sterilisasi. Hal ini perlu
dilakukan agar citra positif TNI di publik tidak luntur," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menilai bahwa tindakan tersebut adalah tontonan yang
berdampak buruk bagi citra TNI. Terlebih jika masih dilegitimasi
dengan alasan pengamanan karena khawatir akan adanya ledakan.
"Publik terlanjur menyaksikan keganasan oknum TNI menghajar wartawan
dan merampas kameranya di depan masyarakat dan anak-anak,
sampai-sampai ada yang histeris," tandasnya.
Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana Agus Suhartono
mengatakan, pihaknya akan memproses para pelaku kekerasan terhadap
wartawan dan warga sipil pasca-jatuhnya pesawat tempur TNI Angkatan
Udara jenis Hawk 100/200 di area permukiman warga Kelurahan Tanah
Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa kemarin.
"Saya pahami tindakan itu di luar batas kepatutan. Tentunya akan
ditindaklanjut proses hukum terhadap prajurit yang melakukan," kata
Agus di Istana Negara, Jakarta, hari ini.
Agus menyerahkan permasalahan itu Kepala Kepala Staf TNI AU Marsekal
TNI Imam Sufaat untuk ditindaklanjuti. Ketika ditanya proses macam apa
yang akan dilakukan, Agus tak tahu lantaran tidak boleh mencampuri.
Dirinya hanya menunggu laporan hasil penanganan nantinya.
Agus menyampaikan permohonan maaf kepada kalangan wartawan khususnya
yang menjadi korban kekerasan. Menurut dia, sebenarnya tindakan yang
ingin dilakukan adalah mengamankan wartawan dan warga sekitar lantaran
pesawat itu membawa bahan peledak.
"Sebenarnya prajurit punya etika, punya delapan wajib TNI. Mereka
harus terapkan itu. Kalau melaksanakan itu pasti tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran," kata Agus.
Ketika ditanya apakah kecelakaan alutsista TNI memang dilarang untuk
diliput, Agus menjawab, "Enggak ada masalah. Tapi keselamatan tetap
diutamakan."
0 komentar:
Posting Komentar