Polemik mengenai Rancangan Undang Undang Kemanan Nasional (RUU Kamnas)
harus disudahi dengan membatalkan pembahasan regulasi tersebut. Hal
ini sebagaimana yang diutarakan Anggota Pansus RUU Kamnas, Aboe Bakar
Al Habsyi anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan
Sejatera (FPKS).
Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers,
dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila
pembahasannya dibatalkan saja", ujar dalam pesan elektronik yang
diterima sorotnews.com, Kamis (4/10/2012).
Politisi PKS itu-pun mengakui bahwa banyak klausul dalam RUU Kamnas
tersebut yang dapat mengancam kehidupan berdemokrasi. Seperti
mengekang kebebasan pers, dan lain-lain.
"Banyak persoalan yang timbul dari konten RUU itu sendiri,
pasal-pasalnya dinilai membahayakan demokrasi, lebih bernuansa
sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers", ungkapnya.
Jadi, lanjut Aboe, kesan muncul dalam RUU Kamnas itu justru membuat
Indonesia mengalami kemunduran. Padahal, imbuhnya, cost social dan
politik untuk menuju menjadi Negara yang demokratis paska reformasi
tahun 1998 sangat mahal.
"Misalkan saja ada pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan masal,
diskonsepsional legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman
tidak bersenjata, ini kan membahayakan iklim demokrasi di Indonesia",
tuturnya.
Bahkan, pada pelaku media, RUU Kamnas itu juga berpotensi menjadi
sasaran objek ancaman. "Ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi
dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini", jelasnya.
Demikian juga pada persoalan penegakan hukum, RUU Kamnas ini memiliki
potensi terjadinya overlapping kewenangan antara TNI dan Polri.
Kuatnya sekuritiasi Kamnas yang mengembalikan peran dan kewenangan
militer pada orde baru, seperti kewenangan menangkap, menyadap dan
lain sebagainya. Selain itu banyak grey area dalam RUU ini. Akibatnya,
bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum.
"Penerjemahan atas adanya bahanya atau ancaman terhadap keamanan
nasional akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa yang
berkuasa", tukasnya.
Aboe mengusulkan, untuk menjaga stabilitas kemanan nasional,
pemerintah cukup mempertahankan regulasi yang sudah ada.
"Saya rasa UU No 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif demokrasi,
dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional", pungkas
Aboe Bakar Al Habsyi.
0 komentar:
Posting Komentar