Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al-Habsy menyatakan sangat
menyayangkan insiden "upaya penjemputan paksa" penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kompol Novel Baswedan, Jumat (6/10), malam oleh
sejumlah aparat Polda Bengkulu dengan mengarahkan dua kompi aparat
Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.
Menurut Aboebakar, publik akan menganggap bahwa langkah Polri itu
adalah bentuk pembalasan terhadap KPK yang memeriksa tersangka korupsi
driving simulator SIM Korlantas, Irjen Djoko Susilo. "Pasti masyarakat
dengan cepat akan menyimpulkan bahwa terjadi kriminalisasi terhadap
penyidik KPK," kata Aboebakar, Sabtu (7/10).
Seperti diketahui, sejumlah anggota Polri berupaya menjemput Novel
yang dituduh terlibat pada kasus penembakan 2004 silam. Aksi itu
membuat suasana di KPK menjadi sangat tegang.
Aboebakar menilai, setidaknya tuduhan pada penyidik KPK akan
mengundang tanya, kenapa perkara delapan tahun lalu baru diungkit saat
ini. "Apalagi terjadi setelah yang bersangkutan memeriksa kasus
Simulator yang melibatkan petinggi Polri," kata Aboebakar.
Politisi PKS itu menambahkan, harusnya penegak hukum fokus pada bidang
tugasnya masing-masing dan harus didukung dengan pola koordinasi yang
baik.
"Jangan terlihat seperti Tom and Jerry di mata publik, itu tidak baik.
Saya masih berharap presiden bisa turun tangan dalam persoalan ini,"
ujarnya.
Ditambahkan, kedua lembaga itu (Polri-KPK) sama-sama penegak hukum
yang harus didukung penuh Presiden. "KPK harus diselamatkan, polisi
harus dibersihkan. Negara tanpa polisi apa jadinya, pasti kekacauan
dimana-mana, Indonesia tanpa KPK pasti akan semakin terpuruk karena
korupsi semakin merajalela."
Oleh karenanya, lanjut Aboebakar, kepala negara perlu memasalitasi
penyelesaian persoalan dua lembaga ini. "Jangan sampai ada kasus
cicak-buaya jilid kedua," tuntasnya.
0 komentar:
Posting Komentar