JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian didesak memberi sanksi kepada para petugas polisi yang melakukan kekerasan terhadap para wartawan. Tindak kekerasan itu terjadi ketika wartawan meliput aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di sekitar Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, kemarin. Tindakan itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Desakan itu disampaikan Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, dan Kapoksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi III, Aboe Bakar Al Habsy, secara terpisah, Rabu (28/3/2012).
"Kapolri harus panggil aparat di lapangan yang melakukan tindakan represif itu," kata Benny.
Aboe Bakar mengatakan, anggota kepolisian tidak kebal hukum. UU Pers juga dapat dikenakan kepada anggota kepolisian yang telah menghalang-halangi kerja wartawan. "Perampasan alat peliputan adalah hal yang serius. Mabes Polri perlu segera memproses kasus ini," kata dia.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung juga mengkritik sikap aparat kepolisian yang memukul dan merampas alat kerja wartawan. "Sikap itu berlebihan dan tidak ada alasan untuk merebut. Teman-teman wartawan juga dilindungi UU Pers. Ini ujian bagi Kapolri kalau tindakan-tindakan yang tidak bisa menertibkan, bisa jadi catatan buruk bagi demokrasi kita," ucap Pramono.
Buat SOP
Benny berharap agar kepolisian dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) membuat standar operasional prosedur (SOP) dalam peliputan wartawan ketika peristiwa bentrokan atau kerusuhan. SOP itu, kata Benny, nantinya harus menempatkan wartawan sebagai kelompok yang harus dijamin keselamatannya.
"Tindakan perampasan terhadap peralatan jurnalis adalah pelanggaran terhadap kebebasan jurnalis," kata mantan wartawan itu.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
0 komentar:
Posting Komentar