AKARTA--DPR sudah sering mengingatkan kepada kepolisian untuk mengedepankan tindakan persuasif dalam menghadapi masyarakat termasuk mahasiswa. Namun, tindakan refreshif masih dilakukan, seperti menghadapi aksi demonstrasi mahasiswa yang menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah, Selasa (27/3) di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
"Saya sangat sayangkan tindakan represhif aparat terhadap mahasiswa dalam mengamankan demonstrasi di Jakarta (Selasa 27/3)," ungkap Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy, Rabu (28/3).
Dia menegaskan, ini malah bisa memerburuk citra kepolisian di masyarakat. "Masak ada mahasiswa digebukin rame rame, lha kalo gini siapa yang anarkis. Mereka (polisi) kan seharusnya mengikuti Perkap (Peraturan Kapolri) nomor 16, serta menjalankan Undang-undang nomor 9 tahun 1998," kata Aboebakar.
"Sebagai aparat seharus memberikan teladan untuk mematuhi aturan hukum yang berlaku," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), itu mengingatkan.
Dia juga mengungkapkan, lebih memilukan lagi ketika ada aparat yang merampas kamera wartawan dengan paksa. Hal itu disinyalir terjadi lantaran wartawan salah satu tv swasta tersebut mengabadikan gambar polisi tengah memukuli mahasiswa. "Inikan melanggar UU Kebebasan Pers, sama halnya dengan pembungkaman media," kecam Aboebakar.
Dia menegaskan, kondisi yang demikian tidak baik untuk perkembangan demokrasi di Indonesia. "Bayangkan saja bila penyampaian aspirasi sudah sulit dan kebebasan pers sudah dibungkam, apa yang selanjutnya terjadi? jangan sampai Indonesia menjadi negeri tiran," ungkap Aboebakar mengingatkan.
Lebih jauh dia sangat menyayangkan penanganan aksi kemarin oleh aparat yang menyebabkan banyak jatuh korban luka-luka. "Masak di Jakarta saja ada 14 korban yang harus di rawat di rumah sakit. Inikan menunjukkan betapa represhifnya penanganan aksi oleh aparat," pungkasnya. (boy/jpnn)
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
0 komentar:
Posting Komentar