Senin, 24 Oktober 2011

Jadi Oposisi, PKS Bisa Kedodoran

JAKARTA - Wacana oposisi yang mengemuka di internal PKS belakangan kian santer saja. Apalagi setelah satu dari empat jatah menteri milik PKS-- Menristek Suharna Surapranata-- dicopot Presiden SBY. Jika berhitung, siapa sebenarnya yang kedodoran jika PKS benar-benar menjadi oposisi, SBY atau justru PKS?

“Politik bukan hitungan matematis semata, jadi sulit menentukannya,” ujar pengamat politik Syahganda Nainggolan. "Kecaman sudah muncul dari berbagai kelompok oposisi, mulai dari kelompok lintas agama, kelompok forum rektor indonesia, kelompok Gerakan Indonesia Bersih, kelompok-kelompk purnawirawan TNI, semua sudah menghancurkan citra SBY melalui statement-statemen mereka, seperti SBY pembohong, SBY pemimpin yang lemah, , SBY tidak memperjuangkan nasib rakyat, negara gagal, semua sudah. Jadi tinggal realisasi, kalau berani" paparnya Sabtu (22/10).

Syahganda juga mengatakan bahwa bila benar PKS beroposisi dan mampu menjadi kekuatan inti dalam menjatuhkan SBY , maka PKS akan memegang kunci dalam perpolitikan Indonesia kedepan. "Jadi, itu (oposisi PKS) sangat menentukan. SBY bisa jatuh atau tidak di tengah jalan," pungkasnya.

Hitung-hitungan untung rugi dalam menentukan pilihan bagi PKS tentu tidak dapat ditemukan dalam waktu dekat ini. Secara kalkulasi politik dalam menentukan pilihan, PKS harus memperhitungkan aspek SBY, aspek publik di luar dan yang tak kalah penting aspek internal. Ketiga aspek ini menjadi penting bagi PKS sebagai modal untuk menentukan sikap politiknya pascareshuffle kabinet yang telah menyingkirkan kadernya Suharna Surapranata dari kursi Menteri Riset dan Teknologi.

Aspek SBY menjadi penting bagi PKS dalam menentukan pilihan politiknya. SBY sebagai figur sentral politik nasional saat ini. Keberpihakan publik terhadap figuritas SBY menjadi catatan penting bagi PKS untuk tetap menyokong SBY atau justru sebaliknya.

Dalam setahun terakhir sejumlah riset merangkum secara apik bagaimana persepsi publik terhadap SBY yang sekaligus bisa diketahui seberapa banyak publik menaruh harapan terhadap SBY.

Dalam setahun terakhir ini aroma ketidakpuasan publik terhadap performa Presiden SBY cukup mengagetkan. Tahun ini menjadi sejarah pertama kepuasan publik terhadap SBY di batas angka psikologis alias di bawah 50 persen.

Sejumah lembaga riset mengungkapkan beberapa temuan. Seperti riset LSI yang menemukan hanya 47,2 persen publik mengaku puas. Serta sebanyak 43,3 persen responden mengaku tidak puas atas kinerja SBY. Pemicu ketidakpuasan publik terhadap kinerja SBY disebabkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat seperti urusan politik, ekonomi, keamanan dan penegakan hukum.

Potret yang sama juga dihasilkan Indo Barometer saat survei sebulan sebelummya yakni Mei 2011. Lembaga riset pimpinan M Qodari ini menemukan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden SBY jeblok sejak Pemilu 2009 lalu.

Pada Mei lalu, tingkat kepuasan publik terrhadap kinerja SBY sebesar 48,9 persen. Padahal sebelumnya pada Agustus 2010, tingkat kepuasan publik terhadap SBY mencapai 50,9 persen, Januari 74,5 persen, serta Agustus 2009 sebesar 90,4 persen.

Aspek lainnya yang harus dipertimbangkan PKS dalam menentukan sikapnya adalah sikap kader PKS di akar rumput. Suara kader PKS yang juga merupakan nadi dari partai ini harus menjadi pijakan yang mendasar bagi PKS untuk menentukan sikap politiknya.

Beberapa isyarat yang muncul dalam serangkaian survei politik oleh lembaga riset mengungkapkan kejutan. Karena suara ketidakpuasan publik yang terangkum dalam survei politik itu justru kebanyakan mereka saat Pemilu 2009 lalu adalah pemilih PKS.

Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada awal tahun ini mengungkapkan dari partai politik yang memiliki perwakilan di Parlemen, kader PKS paling minim dalam hal kepuasan terhadap kinerja Presiden SBY yakni sebesar 48 persen.

Partai politik lainnya seperti Partai Demokrat sebanyak 79 persen mengaku puas dengan kinerja SBY. Sementara itu PPP 65 persen puas, Partai Golkar 63 persen puas, PKB 57 persen puas, PAN 61 persen puas, PKS, PDIP 52 persen puas, dan Hanura 66 persen puas. Fakta di lapangan tentunya menjadi bahan penting bagi PKS apakah menalak SBY atau tetap dalam barisan pendukung SBY. Fakta ini pula yang juga menjadi pertimbanagn salah satu opsi PKS untuk keluar dari barisan koalisi. Tidak ada surplus secara politik bagi PKS jika masih terus bersama SBY di tengah ketidakpercayaan publik kepada SBY

Namun di sisi lain, jika PKS keluar dari barisan koalisi, tentu memiliki konsekwensi yang tidak kecil. Yang paling utama terkait pos Kementerian yang dimiliki oleh PKS yang saat ini tersisa tiga yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pertanian.

Pos inilah yang menjadi jembatan bagi PKS untuk menjangkau kader-kadernya di akar rumput. Di sisi lain, sumberdaya di tiga kementerian ini juga tidak kecil. Jika merujuk RAPBN 2012 di tiga kementerian yang dipimpin kader PKS total sebanyak Rp25,5 triliun. "Bodoh kalau meninggalkan itu," aku politikus PKS Aboe Bakar al-Habsy.

Namun di sisi lain, jika PKS keluar dari barisan koalisi, komposisi di parlemen akan lebih dinamis. Praktis di barisan koalisi hanya ada Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PPP, dan PKB. Komposisi ini secara teoritis belum membahayakan bagi pemerintah.

“Hanya saja, dinamika parlemen kerap tak terduga. Kasus Pansus Century dan Angket Pajak menjadi contoh betapa dinamisnya parlemen. Jika PKS angkat koper dari koalisi, SBY harus banyak berhitung dalam mengeluarkan kebijakannya,” katanya.

Terpisah, Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq mengakui di internal PKS sendiri memang masih ada dinamika antara yang pro dan kontra koalisi. Tapi, sifatnya masih sebatas pandangan perseorangan. Semua pandangan itu nantinya akan dilembagakan oleh Majelis Syura. Artinya, apapun yang diputuskan Majelis Syura itulah yang akan menjadi keputusan final PKS.

"Semua kebijakan ini akan diputuskan Majelis Syura. PKS pasti akan mempertimbangkan banyak hal. Dan provokasi itu bukan bagian dari pertimbangan," kata Mahfudz.

Secara tidak langsung, Mahfudz mengisyaratkan bahwa opsi untuk tetap bertahan di dalam kabinet juga pilihan rasional. "Kalau ada yang ingin diving, berselancar di tengah arus gelombang PKS, silahkan saja. Pertanda hajat mereka belum selesai," imbuhnya

0 komentar:

Posting Komentar