PENGADILAN tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah kian rajin menjatuhkan vonis bebas. Sejumlah pihak mendesak agar pengadilan tipikor daerah dibubarkan dan dikembalikan ke pengadilan umum.
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengkaji usul pembubaran pengadilan tipikor daerah. Alasannya, kata Amir di Jakarta kemarin, sejumlah putusan pengadilan tipikor daerah dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Pengadilan tipikor di daerah sudah berubah warna dari pengadilan tipikor di pusat. Perubahan warna inilah yang telah menyakiti perasaan masyarakat akibat putusan-putusannya," kata Amir.
Tentu tidak mudah membubarkan pengadilan tipikor karena harus melalui revisi UU No 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sebab keberadaan pengadilan tipikor daerah, merupakan amanat UU 46/2009.
"Kami berharap DPR mendukung kajian serta usulan revisi UU tersebut."
Pengadilan tipikor daerah yang membebaskan terdakwa korupsi di antaranya Bandung, Jawa Barat, dan Lampung. Terakhir Pengadilan Tipikor Samarinda, Kalimantan Timur, membebaskan 14 anggota DPRD Kutai Kartanegara, terdakwa korupsi APBD Kaltim sebesar Rp2,9 miliar.
Ketua KPK Busyro Muqoddas tidak buru-buru menyetujui usul pembubaran pengadilan tipikor daerah. Dia mengimbau institusi penegak hukum duduk bersama mengevaluasi panen vonis bebas kasus korupsi belakangan ini. Dengan begitu, diharapkan muncul konsep evaluasi yang sama antara KPK, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Busyro juga menganggap perlu masukan dari lembaga swadaya masyarakat pemerhati hukum seperti Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut dia, vonis bebas majelis hakim pengadilan tipikor daerah perlu dilakukan eksaminasi secara lintas (cross examination). Dakwaan jaksa penuntut umum baik dari kejaksaan maupun KPK juga dievaluasi.
Sebelumnya Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengusulkan pengadilan tipikor daerah dibubarkan. Dia menilai pengadilan tipikor daerah lebih jelek daripada pengadilan umum.
Bukan solusi
Meski sejumlah pihak mendesak pengadilan tipikor daerah dibubarkan, anggota Komisi III Aboebakar Alhabsy (F-PKS) menilai itu bukan solusi.
"Masing-masing kasus persoalannya berbeda," ujarnya kemarin.
Ia khawatir jika pengadilan tipikor daerah dibubarkan akan menumpuk perkara di tipikor pusat. "Perlu ada evaluasi penyelenggaraan peradilan tipikor di daerah untuk peningkatan kualitas dan pengawasan," jelasnya.
Dia berharap MA meningkatkan supervisi terhadap hakim tipikor.
Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin juga tidak setuju pembubaran pengadilan tipikor daerah. Namun, dia mengusulkan penghentian sementara alias moratorium persidangan pengadilan tipikor daerah.
Persidangan pengadilan tipikor daerah dimulai lagi jika di daerah itu telah siap dengan hakim yang berintegritas dan berkualitas yang memutuskan perkara sesuai rasa keadilan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar