Kamis, 05 April 2012

PKS tak terima dipecat oleh 'pembantu' SBY

Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi menendang PKS dari
koalisi. Namun keputusan yang disampaikan Sekretaris Setgab, Syarief
Hasan, tidak diterima PKS. PKS masih menunggu pernyataan langsung dari
Presiden SBY.

Ketua DPP PKS, Aboe Bakar Al-Ahbsyi mengatakan, sejak awal PKS tidak
pernah menjual diri untuk bergabung dengan pemerintah, tetapi SBY
sendiri yang meminta partai dakwah itu bergabung. Secara etika
politik, menurut Aboe Bakar, seharusnya SBY memanggil PKS.

"Masa pas ngelamar berani ngomong langsung, giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini kan enggak tepat. Ya, ketimbang
berspekulasi bukankah lebih baik kita tunggu saja," ujar Aboe Bakar
kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (4/4).

Aboe, sapaan akrabnya, mengatakan akad koalisi PKS bukanlah dengan
Setgab, melainkan dengan SBY. Setgab, kata Aboe, baru muncul
belakangan setelah ada persoalan di internal koalisi. Untuk itu PKS
menilai keputusan Setgab tidak lah resmi.

"Kalau anak Anda dilamar seseorang kemudian dilanjutkan akad nikah,
beberapa waktu kemudian pembantu mantu ini ngomong mau mentalak anak
Anda, apakah anda akan menanggapinya. Kira-kira posisinya begitu lah,"
jelasnya.

Menurut Aboe, keputusan yang diambil di Cikeas kemarin malam hanya
mencari muka. "Pertama Setgab sedang cari muka. Kedua Setgab atau
mantu ini tipe orang yang terima bersih. Tidak mau kotor tangannya
atau tak bertanggung jawab," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, partai politik yang tergabung dalam
Sekretariat Gabungan (Setgab) menyatakan PKS sudah tidak berada di
koalisi lagi. "Sekarang ini ada lima sekarang. Yang bersama-sama
dengan pemerintah hanya ada lima," ujar Anggota Dewan Pembina Partai
Demokrat Syarief Hasan di Puri Cikeas, Selasa (3/4) malam.

Kepastian dikeluarkannya PKS dari koalisi setelah anggota Setgab minus
PKS melakukan rapat di kediaman Susilo Bambang Yudhoyono semalam.
Hasil rapat itu memutuskan menendang PKS dari koalisi.

PKS ditendang karena sikapnya menolak kenaikan bahan bakar minyak
(BBM) dalam rapat paripurna DPR akhir bulan lalu. PKS lebih memilih
opsi pertama yaitu Pasal 7 Ayat 6. Pasal itu isinya pemerintah tidak
boleh menaikkan harga BBM bersubsidi.

Sikap PKS itulah yang membuat Partai Demokrat gerah. Partai penyokong
SBY di pemerintahan itu akhirnya menendang PKS dari koalisi.[did]

0 komentar:

Posting Komentar