Senin, 02 April 2012

PKS Kembali Alami Ujian dari Koalisi

INILAH.COM, Jakarta - Posisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
pasca-sidang paripurna DPR Jumat (30/3/2012) kembali mendapat ujian.
Desakan agar partai ini ditendang dari koalisi mengemuka.

Pilihan politik populis dengan menolak rencana penaikan harga BBM
termasuk tidak memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM
oleh PKS nyatanya berimbas negatif terhadap posisi partai itu di
koalisi. PKS pun didesak keluar dari koalisi.

Desakan serupa bukan kali ini saja menimpa PKS. Saat pansus angket
Century akhir 2009 serta pansus angket pajak 2011 lalu, PKS juga
didesak agar disingkirkan dari koalisi. Puncaknya, saat perombakan
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II Oktober 2011 lalu, jatah kursi
milik PKS dipangkas satu yakni pos Kementerian Riset dan Tekhnologi
(Kemenristek) yang diduduki Suharna Surapranata.

Tidak jelas alasan pencopotan menteri PKS itu. Disebut-sebut salah
satunya imbas dari penyataan sejumlah elit PKS seperti Anis Matta dan
Fahri Hamzah yang kerap melancarkan kritik ke pemerintahan SBY.
Praktis, saat ini, PKS tinggal memiliki tiga kader di KIB II yakni
Tifatul Sembiring, Salim Jufri Assegaf dan Suwarno.

Sikap politik PKS yang 'lepas' dalam merespons isu publik selama ini
seperti persoalan Century, persoalan pajak, serta yang terakhir
penaikan harga BBM dilakukan semata-mata untuk merespons aspirasi
publik.

Seperti penegasan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq terkait sikap PKS
dengan menolak penaikan harga BBM karena partainya tidak mungkin
meninggalkan rakyat. "Apabila PKS harus memilih satu di antara dua,
tidak mungkin meninggalkan rakyat miskin yang telah membesarkan PKS.
Jika opsi yang dipilih pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat, maka
PKS akan berdiri bersama rakyat," ujar Luthfi dalam pembukaan Mukernas
PKS di Medan, Sumatera Utara, pekan lalu.

PKS juga membantah telah mengkhianati koalisi, walau berseberangan
sikap saat voting paripurna penaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Sejarah telah mencatat, bukan kami yang khianat dari koalisi. Ingat
meskipun kemarin (2011) satu Menteri PKS direshuffle, kami masih
bertahan dalam koalisi," tegas Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsy,
kepada INILAH.COM, Minggu (1/4/2012).

Jika skenario PKS ditendang dalam koalisi, maka partai koalisi praktis
hanya lima partai yakni Partai Demokrat (148 kursi), Partai Golkar
(106 kursi), PAN (46 kursi), PPP (38 kursi), dan PKB (28 kursi).
Sedangkan partai di luar koalisi yakni PDI Perjuangan (94 kursi), PKS
(57 kursi), Partai Gerindra (26 kursi), dan Partai Hanura (17 kursi)

Bila skenario ini dipilih SBY, kekuatan partai koalisi di parlemen
masih dominan dengan komposisi partai koalisi sebanyak 366 kursi dan
partai di luar pemerintahan sebesar 194 anggota. Secara matematis,
pemerintahan SBY masih cukup stabil dengan dukungan partai koalisi
bila PKS benar-benar ditendang dari koalisi. Namun juga tak bisa
dikatakan aman mengingat Partai Golkar juga sering bermanuver di
koalisi dan berpotensi berbeda suara di Parlemen.

Kini, kembali pada nyali Presiden SBY berani mendepak PKS atau tidak.
Sepertinya Presiden SBY harus berfikir panjang demi kelangsungan
koalisi dan demokrasi di Tanah Air. [mdr]

0 komentar:

Posting Komentar