Senin, 02 April 2012

Investasi Politik PKS Melawan Demokrat

Jakarta - Panasnya hubungan PKS dengan Partai Demokrat di dalam Setgab
Koalisi bukan 'barang baru'. Dalam setiap kebijakan yang dianggap
merugikan rakyat, termasuk kenaikan harga BBM subsidi, PKS terus
melawan. Ancaman PD agar parpol pimpinan Luthfie Hasan itu dikeluarkan
dari koalisi toh tidak pernah terbukti.

Ancaman dan desakan PD agar PKS keluar dari koalisi sudah sering
terjadi, bahkan sampai mendesak SBY. Namun hingga detik ini, PKS tak
juga ditendang dari koalisi. Hanya jatah menterinya berkurang dari 4
menjadi 3 saat reshuffle kabinet lalu.

Pengamat Politik FORKAMI Sebastian Salang menilai wajar perbedaan
sikap PKS dengan parpol mitra koalisi di Setgab. Apalagi secara
substansi kebijakan kenaikan BBM memang sangat membebani rakyat.
Keuntungan PKS menolak kenaikan tersebut, kata dia, merupakan
investasi politik PKS ke depan. Ketika PD dengan kebijakannya yang
terus memberatkan masyarakat, PKS tetap dinilai sebagai partai yang
pro rakyat.

"Karena itu PKS cukup pede untuk melawan karena bisa dikapitaliskan
sebagai investasi politik, karena itu perjuangan demi rakyat," kata
Sebastian kepada Centroone.com di Jakarta, Senin (26/3/2012).

Sebastian pun yakin jika SBY mau menuruti keinginan PD untuk
mengeluarkan PKS dari koalisi Setgab. Sebab jika SBY sampai berani
mengeluarkan PKS, malah dia yang buntung sementara PKS untung.

Partai Demokrat pun bukan tidak mengerti menendang PKS akan merugikan
SBY di pemerintahan. Karena itu, desakannya pun diganti agar PKS
mundur dengan legowo dari koalisi. Jika mundur, posisinya PKS yang
buntung, sementara PD dan SBY akan untung.

"Kalau mereka tidak sepaham dan sejalan mending legowo saja (mundur),"
kata politisi PD Ruhut.

Menurut Ruhut sebagai mitra koalisi di pemerintahan itu harusnya bisa
menerima apapun segala risikonya, begitu pun juga dengan rencana
kenaikan harga BBM ini. Upaya PKS mengirimkan surat ke Presiden SBY
memberi alasan penolakan kenaikan BBM pun membuat PD kesal. Hal itu
sangat bertentangan dengan koalisi yang setuju dengan kenaikan harga
Premium.

"PKS kalau masih membandel keluar saja dari koalisi, kan biar seperti
oposisi (PDIP, Gerindra dan Hanura) yang jelas-jelas menolak BBM
naik," tukasnya.

Sikap mendesak PD pun dianggap pengamat politik Charta Politika
Yunarto Wijaya hal yang wajar. Sebab PKS selama ini memang sering
membandel dengan kesepakatan koalisi yang didominasi PD. Dan dia juga
menyarankan kalau PKS sudah tidak nyaman berkoalisi, lebih baik
mengambil langkah mundur dari koalisi.

"Itu akan lebih elegan daripada seperti ingin menjaga citra di depan
rakyat tapi masih ingin berada di pemerintahan. Karna kalau terus
menerus bersikap menentang, akan menimbulkan instabilitas politik di
tubuh koalisi," ujarnya.

Mengirimkan surat ke Presiden SBY, kata dia, hanya bentuk komunikasi
politik yang dipilih PKS, dari pada berbicara langsung.

Sementara itu, Ketua DPP PKS Aboebakar Alhabsy menyebut pengusiran PKS
dari koalisi hanya pengalihan isu. Sebab tidak ada urusan antara
kenaikan BBM dengan persoalan koalisi

"Janganlah mengalihkan isu BBM ke persoalan koalisi, kalaupun
pemerintah sekarang menghadapi kekecewaan dan amarah rakyat ya itu
konsekuensinya, janganlah tarik-tarik partai dalam persoalan ini,"
kata Aboebakar.

Ia menegaskan, menaikkan harga BBM adalah pilihan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Sementara penolakan PKS sebenarnya hanya
ingin melaksanakan UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN.

"Sudah sangat jelas sekali pada pasal 7 ayat 6 menyebutkan bahwa tidak
ada kenaikan harga BBM bersubsidi untuk masyarakat. Lah, masak kita
mau konsisten dengan undang-undang kok malah disalah-salahin kayak
gini. Kan nggak benar namanya," ujarnya.

Aboebakar juga menyebut usiran Demokrat hanya ingin mencari perhatian
SBY dan mengalihkan isu dari media.

Reporter: Luki Junizar - Editor: Ana Shofiana S

0 komentar:

Posting Komentar