Mencuatnya kasus pengunduran diri Hakim Agung Ahmad Yamani sungguh menggagetkan publik.
"Publik menjadi semakin yakin bila mafia hukum di peradilan itu memang benar-benar nyata," kata anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al-Habsy di Jakarta, Minggu (18/11).
Kasus ini menjadi pembelajaran sekaligus tuntutan agar Mahkamah Agung segera memperbaiki tata kelola peradilan di jajarannya.
"Agar akuntabilitas kinerja lembaga peradilan dapat dipercaya oleh publik. Misalkan soal putusan seperti ini, tidak ada yang bisa memberikan jaminan bahwa amar putusan dari majelis sama dengan salinan yang diberikan. Kecuali mungkin untuk pengadilan tingkat pertama, dimana majelis langsung membacakan putusan di depan persidangan yang dapat diikuti langsung oleh para pihak," ujar politisi PKS itu.
Pada kasus hakim Yamani ini sebagai contoh, dia dituduh telah memalsukan putusan, karena ditemukan tulisan tangannya yang menghukum pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan, selama 12 tahun padahal hakim lain menjatuhkan vonis 15 tahun.
Padahal dalam pertimbangan putusan dikatakan bahwa : 'kecuali sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan perlu diperbaiki' yang artinya MA pada dasarnya memiliki vonis yang berbeda dengan Pengadilan Tinggi Surabaya. Namun yang saya dengar ternyata Amar putusan MA sama seperti amar putusan di PN Surabaya.
Nah, apakah yang benar Yamani karena mereka sebenarnya hendak memutus beda dengan PT Surabaya, atau putusan itu dibuat hanya dengan sekedar copy paste, ya akhirnya antara pertimbangan dan amar tidan sinkron.
"MA harus membenahi yang demikian, bila tidak loop hole semacam ini akan dimainkan oleh hakim nakal dan sindikat mafia hukum. Akuntabilitas atas due process di peradilan akan dapat meningkatkan kepercayaan publik pada proses yudisial di Indonesia," kata Aboe Bakar.
Surat permohonan pengunduran Yamani diterima oleh Ketua MA tanggal 14 November 2012.
0 komentar:
Posting Komentar