atas langkah beberapa orang yang melakukan uji materi dan formal
Rancangan Undang-Undang APBN-P 2012 yang telah disahkan Dewan
Perwakilan Rakyat. Biarkan Mahkamah Konstitusi yang menafsirkan.
"Kita yakin MK akan arif menanggapi hal ini. Tak perlu galau-lah atas
persoalan itu. Bila ada something wrong di sana, ya nanti biar
dibatalkan oleh MK," kata Ketua DPP Bidang Advokasi Hukum dan HAM PKS
Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Rabu (4/4/2012).
Aboe Bakar mengingatkan putusan MK yang membatalkan Pasal 28 ayat (2)
UU Migas yang mengatur harga jual eceran BBM. Selain itu, lanjut dia,
Ketua MK saat itu Jimly Asshiddiqie juga pernah mengirimkan surat
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempertanyakan dasar hukum
Perpres Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran BBM Dalam
Negeri.
Perpres itu, kata Aboe Bakar, menetapkan harga BBM mengikuti mekanisme
pasar. "Perpres ini dianggap tidak mempertimbangkan putusan MK. Kita
sangat yakin MK masih seperti yang dulu," kata anggota Komisi III itu.
Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar menilai aneh langkah pakar hukum tata
negara Yusril Izha Mahendra yang sudah mengajukan gugatan uji materi
dan formal RUU APBN-P 2012 ke MK. Pasalnya, kata dia, RUU APBN-P itu
belum diserahkan oleh DPR ke Presiden untuk diundangkan.
"Dalam konteks ini, materi yang belum jelas dipaksa diajukan ke MK
hanya untuk kepentingan panggung politik. Jika keadaan pengajuan
seperti itu diteruskan, maka pengajuan RUU APBN-P 2012 itu ke MK bukan
murni masalah hukum lagi, melainkan sudah tercampur oleh kepentingan
politik yang sangat kental," ujar Marwan.
Seperti diberitakan, hal krusial yang dipermasalahkan dalam RUU APBN
2012 itu yakni Pasal 7 ayat 6a. Substansi ayat itu memungkinkan
pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada kenaikan atau
penurunan lebih dari 15 persen dari harga minyak mentah Indonesia
(ICP) rata-rata selama enam bulan. Ayat itu ditafsirkan banyak pihak
menyerahkan harga BBM bersubsidi pada mekanisme pasar.