INILAH.COM, Jakarta - PKS menilai, munculnya desakan agar PKS
ditendang dari koalisi karena ada pihak-pihak tertentu yang ingin
ambil alias incar jatah kursi menteri dari PKS di Kabinet Indonesia
Bersatu (KIB) jilid II.
"Desakan kayak gini bukan barang baru, memang dari dulu ada yang
provokasi agar PKS hengkang dari koalisi karena mereka ingin duduki
kursi menteri dari kader PKS," ujar Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsyi
kepada INILAH.COM, Minggu (1/4/2012).
Hingga kini, jatah kursi PKS di KIB II ada 3 yaitu Menkominfo, Menteri
Sosial dan Menteri Pertanian. Sebelum proses reshuffle akhir 2011
silam, jatah PKS ada 4 kursi. Namun, Menristek yang ketika itu dijabat
kader PKS akhirnya di reshuffle.
Aboe juga sindir pernyataan anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat
yang juga Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan. Syarif sebelum sidang
Kabinet di Istana Negara, sabtu (31/3/2012) malam sempat menegaskan
bahwa koalisi dengan PKS harus diakhiri. "Politik yang tidak
mengedepankan kesetiaan itu harus diakhiri, ini berat. Ini strategi
politik yang tidak loyal, dan itu harus diakhiri," kata Syarif.
Namun, Aboe menilai pernyataan itu salah. Sebab, komitmen koalisi
adalah antara Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dengan SBY.
Sehingga, Aboe menilai salah kaprah jika Syarif menyatakan hal
demikian.
"Perlu diperhatikan koalisi yang dibangun merupakan kesepemahaman
antara Ketua Majelis Syuro PKS dengan Ketua Dewan Pembina Demokrat
untuk bersama-sama melakukan akselerasi pembangunan nasional, jadi
bukan dengan Syarif Hasan," tegas anggota Komisi III DPR ini.
Menurutnya, perbedaan sikap PKS ketika voting di paripurna DPR bukan
semata-mata karena kesalahan PKS yang tidak mau ikut dengan barisan
koalisi. Tetapi, ketidak mampuan Setgab. Dengan begitu, PKS enggan
disalahkan.
"Kalau soal BBM kan sudah kita bilang sejak awal bahwa ini domain
pemerintah, jangan seret partai dalam persoalan ini. Nah bila Pak
Syarif dianggap gagal mengkomunikasikannya di Setgab, jangan kami yang
diminta bertanggungjawab," katanya.
Dalam voting sidang paripurna tersebut, ada dua opsi yang harus
dipilih. Pertama, bahwa pasal 7 ayat 6 UU No.22 tahun 2011 tentang
APBN 2012 tidak ada perubahan atau penambahan pasal. Opsi pertama ini,
adalah opsi yang tidak sepakat pemerintah menaikkan harga BBM. Opsi
kedua adalah pasal 7 ayat 6 ditambah ayat 6a. Opsi ini memungkinkan
pemerintah menaikkan harga BBM. Seluruh partai Koalisi memilih opsi
kedua, sementara PKS justru memilih opsi pertama. [gus]
0 komentar:
Posting Komentar