Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) oleh Komisi Yudisial dan
Mahkamah Agung dalam kasus hakim agung Ahmad Yamani merupakan yang
pertama kali terjadi dan sebuah kemajuan yang luar biasa.
"Ini akan menjadi preseden baru dalam dunia peradilan di Indonesia.
Para hakim yang sebelumnya unthouchable sekarang dapat diperiksa oleh
majelis kehormatan. Kedepan pastilah hal ini akan membawa banyak
dampak dalam sistem peradilan di Indonesia," kata anggota Komisi III
DPR RI, Aboe Bakar Al-Habsy di Jakarta, Jumat (30/11).
Setidaknya, kata dia, dengan pembentukan MKH itu, para hakim akan
semakin berhati-hati dalam menjalankan proses peradilan, kecermatan
dan akuntabilitas akan semakin menjadi tuntutan publik.
"Sebenarnya bila ingin fair, tak hanya hakim Yamani yang harus
diperiksa dalam perkara ini, namun seluruh hakim anggota. Karena
selama ini kita terlanjur menghakimi hakim Yamani, tanpa adanya sebuah
proses pembelaan. Bila mengikuti aturan hukum, siapapun harus
dikenakan prinsip presumption of innocent, jadi jangan dihakimi tanpa
suatu proses peradilan," kata Aboe Bakar.
Dikatakannya, kita perlu memberikan keadilan kepada Yamani, yaitu
dengan memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan. Termasuk
mendengarkan kesaksian ataupun konfrontir dari anggota majelis lain
yang menyidangkan kasus Hengky.
Namun yang harus diantisipasi adalah kemungkinan timbulnya Yamani
Effect, yaitu hubungan yang kurang harmonis di lembaga MA.
Belajar dari kasus Nazarudin, dimana akhirnya banyak fakta yang
terungkap bahwa dirinya tidak bermain sendiri. Hal ini bisa saja
berpeluang terjadi pada kasus ini.
"Oleh karenanya KY maupun MA harus mengantisipasi persoalan tersebut,"
kata Aboe Bakar.
0 komentar:
Posting Komentar