REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ragam latar belakang 18 calon Hakim Agung yang kini menjalani seleksi uji kepatutan dan kelayakan cukup membuat anggota Komisi III DPR-RI berhati-hati menimbang.
Sistem kamar di Mahkamah Agung (MA) yang akan mulai diterapkan tahun ini, membuat proses seleksi lebih ketat. "Sistem kamar membawa tantangan. Komisi III harus benar-benar yakin ke-18 calon memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan," kata anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Aboebakar Al-Habsyi, Rabu (21/9).
Dari beberapa calon, ada yang memiliki latar belakang HAKI (Hak Atas Karya Intelektual) maupun pertanahan, sementara mereka harus membidangi perdata, perbankan, pasar modal hingga sengketa saham. "Tentu kita akan meragukan kemampuan mereka," ujar Aboebakar.
Latar hakim karir non-karier juga akan memengaruhi penilaian Komisi III untuk memilih 9 dari 18 nama. Hakim karier dianggap cenderung kurang menguasai aspek filsafat hukum, sehingga kurang menggali nilai-nilai keadilan dan membuat putusannya terkesan formalitas.
Hakim non-karier sendiri, lanjut Aboebakar, dirasa kurang menguasai aspek teknis persidangan, termasuk hukum acara dan membuat putusannya bertabrakan dengan hukum acara. "Tantangan lebih berat adalah calon dari luar MA ataupun kampus, misalkan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional). Calon yang demikian belum menguasai aspek tekhnis persidangan dan juga tidak kuat pada aspek filsafat hukum," terangnya.
0 komentar:
Posting Komentar