Jakarta, FaktaPos.com - Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial diminta duduk bersama untuk membicarakan persoalan yang terjadi di antara kedua institusi tersebut. Pasalnya, kedua lembaga itu, memiliki misi yang sama dalam rangka menegakkan hukum, terutama menciptakan peradilan yang bersih.
Pernyutaan tersebut, dikemukakan Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang (RUU) Komisi Yudisial, Tjatur Sapto Edi, saat berbincang dengan FaktaPos.com, Selasa (12/07) menanggapi laporan Mahkamah Agung ke kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik yang dilakukan komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki.
“Keduanya kan lembaga negara, dan memiliki misi yang sama, yakni menjaga kehormatan, martabat dan keluhuran hakim dengan tujuan untuk menciptakan peradilan yang bersih. Jadi menurut saya, tidak perlu saling memojokkan satu sama lain, cukup duduk bersama untuk membicarakan persoalan yang terjadi,” ujar Tjatur.
Menurut dia, Mahkamah agung sesungguhnya tidak perlu melakukan langkah hukum seperti itu. Sebab, katanya, persoalan internal di kedua lembaga tersebut, cukup diselesaikan tanpa melibatkan institusi lain, seperti kepolisian.
“Kalau sikap Mahkamah Agung seperti itu, sama saja membuka kembali pengalaman sebelumnya, sehingga perseteruan akan kembali memuncak. Itu yang tidak perlu terjadi. Karenanya, KY dan MA harus duduk bersama, jangan melibatkan institusi lain,” ujarnya menambahkan.
Ia juga mengatakan, langkah MA tersebut, menunjukkan bahwa lembaga tersebut tidak mau menerima kritik yang disampaikan masyarakat, termasuk dari Komisi Yudisial. Seharusnya, kata Tjatur, MA lebih terbuka dan berupaya melakukan perbaikan di internal lembaganya.
Pernyataan yang sama, disampaikan pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra. Ia mengatakan, langkah Mahkamah Agung melaporkan Suparman Marzuki ke Mabes Polri, dinilai sebagai sikap yang berlebihan.
MA, kata dia, seharusnya terbuka terhadap kritik dan menggunakannya untuk memperbaiki diri. Artinya, ujar Saldi, jika MA menggunakan langkah itu, sama saja membungkam kritik. "MA ini sifatnya jadi ultradefensif, sama saja dengan membungkam kritik," ujarnya.
Ia mengatakan, laporan yang dilayangkan MA ke Polisi, merupakan buntut ketegangan antarkedua lembaga itu yang belum juga reda hingga saat ini. "Mereka belum mengambil langkah komunikasi yang dapat menyelesaikan persoalan ini," ujarnya lebih lanjut.
Namun Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman berpendapat berbeda. Ia menilai, tindakan MA seperti itu, merupakan dampak dari kebiasaan Komisi Yudisial memberi pernyataan saat penyidikan pelanggaran kode etik hakim belum usai.
"Jangan seolah ngomong di koran itu hebat. Kalau enggak ngomong, kinerjanya enggak bagus. Kalaupun begitu, kepolisian tidak perlu menindaklanjuti laporan MA itu jika alat buktinya tidak cukup,” ujar Benny.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Aboe Bakar Al Habsy menyesalkan sikap MA yang melaporkan komisioner KY ke kepolisian. Sikap tersebut, kata Aboe, semakin memperuncing perseteruan kedua lembaga negara tersebut.
"Seharusnya, dua lembaga ini membangun sinergi untuk meningkatkan kualitas layanan peradilan di Indonesia. Begitu juga dengan kehadiran KY, seharusnya menjadi trigger bagi MA dalam meningkatkan kualitas dan integritas para hakim. Artinya, jangan menganggap KY sebagai lawan yang mencari kelemahan MA.
Demikian pula sebaliknya MA jangan dilihat sebagai obyek yang selalu dicurigai oleh KY," ujar Aboe.
Karena itu, ia menyarankan agar KY dan MA meningkatkan komunikasi dan koordinasi, sehingga jika ada persoalan, tidak perlu mengambil langkah melaporkan ke polisi. Sebaliknya, dijadikan masukan untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh.
"Tak perlu lah MA lapor ke Mabes, seharusnya temuan KY dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan. Saya pun berharap KY akan lebih elegan dalam bersikap, bila memang ada indikasi permainan uang dalam perekrutan hakim, sebaiknya melakukan verifikasi data dan menyampaikannya ke MA," katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung melalui ketua tim advokasinya, Petter Kurniawan, melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah yang dilakukan Wakil Ketua Komisi Yudisial, Sutarman Marzuki ke Bareskrim Mabes Polri.
Komisioner KY bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi itu, dilaporkan karena mengungkapkan ke media massa, bahwa Mahkamah Agung membandrol setoran calon hakim sebesar Rp 300 juta dan untuk menjadi kepala Pengadilan Negeri di Jakarta harus membayar uang Rp 275 juta. (daf/nov)
http://www.faktapos.com/content/fakta-terkini/9521-komisi-iii-sarankan-ma-dan-ky-duduk-bersama.html