JAKARTA- Rapat Kerja Menkumham dengan Komisi III DPR RI mendiskusikan persoalan moratorium yang dilaksanakan oleh menteri baru Amir Syamsuddin. Komisi III meminta penjelasan berkaitan diskresi yang diberlakukan kepada narapidana korupsi dan terorisme.
Menurut anggota komisi hukum DPR asal fraksi PKS Aboe Bakar, ada kejanggalan atas pelaksanaan moratorium remisi tersebut. "Saya heran, kenapa pak Amir membatalkan SK Pembebasan bersyarat yang telah diteken oleh menteri sebelumnya, ada apa ini. Bukankah para napi telah menerima SK tersebut, lantas kenapa sekarang dibatalin oleh menteri yang baru. Diskresi yang retroaktif seperti akan merusak kepasrian hukum di Indonesia," ungkap Aboe kepada okezone, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (7/12/2011).
Aboe Bakar juga menyesalkan keluarnya Keputusan Menkumham Nomor M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011, menurutnya ada keanehan pada surat tersebut. Surat yang ditandatangani Amir Syamsudin pada 16 November 2011 tersebut pada pokoknya mencabut Keputusan Menkum HAM sebelumnya yang berkaitan dengan pembebasan bersyarat, tujuan dari surat ini adalah membatalkan pembebasan bersyarat yang belum dilaksanakan.
"Konsideran dua surat tersebut sama, yaitu UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, PP No 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Menkumham Nomor M.HH.01.PK.05.06 Tahun 2008. Ini kan aneh, konsideran hukumnya sama, namun kenapa out put nya berbeda," ungkap Aboe.
Lebih lanjut Aboe mengatakan, kalau konsideran sama sedangkan output beda, berarti ada penafsiran pejabat.
"Di sini penguasa melakukan penafsiran aturan sesuka hatinya, lantas dimana prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Saya khawatir bila hal ini dibiarkan akan menjadi abuse of power, bayangkan kalo setiap pejabat menafsirkan aturan semau gue," kata anggota DPR dapil Kalimantan Selatan I tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar