This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 20 Februari 2013

Jaksa Tidak Boleh Abaikan Putusan MK

Komisi III DPR RI melakukan rapat kerja dengan Jaksa Agung pada Selasa, salah satu agendanya membahas pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi oleh jajaran Kejaksaan Agung. 

"Aparat hukum dinilai tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mencabut Pasal 197 UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disidangkan akhir 2012 lalu," kata Anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboebakar Alhabsy, Selasa (19/2). 

Wakil rakyat di Senayan dari daerah pemilihan Kalsel itu mengatakan, Komisi III merasa perlu mengingatkan jaksa agung terkait hal tersebut. Karena juru bicara MK sudah mengingatkan bila mereka tidak patuh akan dilaporkan para presiden. 

Sebagaimana diketahui gugatan ini diajukan oleh Parlin Riduansyah, meski MK mengabulkan gugatannya, namun hingga kini Parlin masih tercatat sebagai penghuni Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Habib Abobakar berharap kejadian serupa tidak terulang di Kalsel, setiap orang harus mentaati aturan hukum yang berlaku. 

"Termasuk para penegak hukum, dalam hal ini jaksa tidaklah boleh mengabaikan putusan MK berkaitan dengan hukum acara. Oleh karenanya penegakan hukum harus dilakukan dengan hukum acara yang benar dan legal," imbuhnya.

Dia menambahkan, bila penegakan hukum tidak menggunakan instrumen hukum acara, maka hal itu bisa termasuk pelanggaran HAM dan bisa menjadi abuse of power.

Putusan Bebas Hotasi Ingatkan Agar Jangan Mudah Memvonis Seseorang

Putusan bebas atas Hotasi Nababan di Pengadilan Tipikor seharusnya menjadi baik agar siapapun jangan divonis bersalah terlebih dahulu sebelum pengadilan selesai digelar.

Menurut Anggota Komisi Hukum DPR RI, Aboebakar Al Habsyi, selama ini banyak pihak yang sudah 'menghukum' para tersangka korupsi padahal pengadilan belum digelar.

"Kita sudah memvonis seseorang bahkan sebelum selesai proses penyidikan. Harus disadari bahwa peradilan itu tempat untuk mencari keadilan, jadi perkara yang diajukan bisa benar, bisa pula salah. Kalau semua sudah dinilai salah sejak proses penyidikan, buat apa ada pengadilan," katanya di Jakarta, Rabu (20/2).

Politisi PKS itu menyatakan dirinya melihat tidak ada yang salah dari proses persidangan kasus Hotasi, yang mulanya dari wanprestasi pihak mitra PT Merpati dimana yang bersangkutan adalah direksinya. Sebagai BUMN alias badan usaha yang menjalankan bisnis, kata Aboebakar, tentunya kadang untung kadang juga bisa rugi.

"Jadi tak bisa bila lantas rugi pelaku usahanya harus dipidana, mana ada ceritanya orang dagang itu untung terus, pasti ada dinamikanya," tuturnya. "Saya kira putusan ini cukup baik untuk menyadarkan kita, bahwa tidak ada tuntutan buat pengadilan untuk selalu memvonis bersalah setiap terdakwa."

Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, mencetak sejarah baru dengan memutus bebas eks Direktur PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), Hotasi Nababan dari semua dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung. 

Hotasi dinyatakan tidak terbukti melawan hukum dalam kasus pengadaan dua pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006 dari perusahaan leasing di Amerika Serikat, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) sebagaimana dakwaan jaksa, yaitu melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer.

Dan juga dinyatakan tidak terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi sebesar US$ 1 juta dari pengadaan dua pesawat tersebut, sebagaimana dalam dakwaan Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dalam dakwaan subsider.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Hotasi Nababan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan tersebut," kata Ketua Majelis Hakim, Pangeran Napitupulu dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2).

Selain itu, majelis hakim menyatakan bahwa memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta harta dan martabatnya.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengatakan bahwa terdakwa selaku dirut Merpati Nusantara Airlines telah berhati-hati sebelum akhirnya menyetujui mentransfer security deposit sebesar US$ 1 juta ke TALG melalui rekening Hume & Associates PC yang ditunjuk sebagai penampung dana sesuai kesepakatan dalam Lease Agreement Summary of Term (LASOT) yang ditandatangani Jon Cooper selaku CO dari TALG pada 18 Desember 2006 oleh Tony Sudjiarto, General Manager di MNA atas kuasa dari Hotasi. Sebagai bentuk pembayaran sewa dua pesawat dengan TALG.

Menurut hakim anggota, Alexander Marwata, perbuatan hati-hati terdakwa terbukti dengan bantuan konsultan Lauren Simburian untuk mengecek TALG dan Hume & Associates PC.

Alexander juga menganggap bahwa apa yang dilakukan Hotasi adalah sebuah risiko bisnis demi kemajuan perusahaan yang tengah dalam kondisi keuangan yang terpuruk.

"Dalam dunia bisnis, kecepatan dan ketepatan ambil keputusan sangat penting. Risiko dalam bisnis selalu ada dan tidak bisa dihindari. Bagi perusahaan airlines yang selalu sulit bayar sewa pesawat tentu tidak mudah untuk dapat menyewa peswat. Kondisi inilah yang dialami MNA dan kesempatan untuk memperbaiki keuangan perusahaan," katanya.

Mengingat, kondisi keuangan MNA pada 2006 sangat parah. Terbukti, audit keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2006 diketahui neraca keuangan per tanggal 31 Desember 2006 ditutup dengan nilai aktiva Rp 672 miliar, kewajiban utang Rp 2,16 triliun dan modal minus Rp 1,49 triliun, serta, rugi tahun berjalan Rp 283 miliar.

Sehingga, sulit bagi Merpati untuk mendapatkan sewa pesawat. Padahal, salah satu solusi untuk memperbaiki keuangan dengan menambah armada peswat yang pada 2006 jumlahnya tidak mencapai 25 unit.

"Dari saksi-saksi terungkap keinginan menyewa pesawat tersebut sudah lama tetapi selalu gagal karena keuangan MNA tidak baik," ujar Alexander.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa tidak terbukti terdakwa berusaha menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait sewa pesawat dengan TALG.

Sebab, dalam perjanjian antara MNA dan TALG dikatakan bahwa pembayaran security deposite bersifat renfundable atau bisa dikembalikan jika TALG melanggar perjanjian, yaitu tidak memberikan pesawat sesuai perjanjian.

Sehingga, tegas Alexander, tidak ada niat dari terdakwa untuk menguntungkan diri sendiri ataupun pihak TALG dan Hume.

"Kemunculan TALG tentu menjadi peluang yang tidak bisa disia-siakan. Terlebih lagi, pesawat yang ditawarkan yang selama ini diinginkan MNA. Sehingga, yang diharapkan MNA adalah keuntungan. Demikian juga TALG mengharapkkan keuntungan dengan membeli pesawat dari TALG, sehingga tidak ada niat menguntungkan TALG," ungkapnya.

Terkait uang US$ 1 juta yang belum dikembalikan oleh Presiden Direktur TALG Alan Messner dan Jon Cooper selaku CO dari TALG, dianggap oleh majelis hakim sebagai risiko bisnis. Dan menganggap itu adalah itikad tidak baik dari rekan bisnis. Padahal, MNA sudah berusaha mengejar uang tersebut melalui jalur hukum. Bahkan, pengejaran uang tersebut masih dilakukan MNA sampai saat ini.

Terbukti, telah keluar putusan Pengadilan District of Columbia, Amerika Serikat 8 Juli 2007 yang memenangkan gugatan Merpati atas TALG dan Alan Messner. Sehingga, Jon dan Alan dinyatakan wanprestasi. Serta, harus mengembalikan security deposite yang telah dibayarkan MNA.

Kejari Banjarmasin Diminta Tuntaskan Korupsi Rp70 Miliar di Unlam

Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan, diminta segera menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan laboratorium di tiga fakultas pada Universitas Lambung Mangkurat senilai Rp70 miliar lebih. 

"Saya meminta Kajari Banjarmasin yang baru menuntaskan perkara dugaan korupsi Unlam yang diperkirakan mencapai Rp70 miliar," kata anggota Komisi III DPR RI asal Kalimantan Selatan (Kalsel) Aboe Bakar di Banajrmasin, Selasa (19/2). Dalam kasus tersebut sebelumnya kejaksaan telah menetapkan enam tersangka.

Menurutnya, Agoes S Prasetyo yang baru dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banjarmasin harus serius dan fokus menangani kasus korupsi dengan nilai besar dan menyita perhatian publik itu. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerugian negara ketika mengaudit 16 universitas, dan Unlam adalah salah satunya. 

Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin masih terus berupaya menambah bukti-bukti dalam pengusutan kasus korupsi di perguruan tinggi negeri terbesar di Kalsel tersebut. Enam orang yang telah ditetapan sebagai tersangka adalah HS dari Unlam, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Mufti Sofyan, Direktur Utama CV Bahtera Gemilang Kaspul Anwar, Dirut CV Marga Jaya M Hasanuddin, Dirut PT Trialmila Perkasa Hasanuddin, dan Dirut PT Ananto Jampieter Masitoh.

Dugaan korupsi terjadi dalam proyek pengadaan peralatan laboratorium pada tiga fakultas Unlam, yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA. Nilai proyek yang menggunakan dana APBN 2011 ini mencapai Rp70 miliar lebih. (Denny S Ainan/Pbu)

Vonis Bebas Eks-Dirut Merpati Bak Petir di Siang Bolong

Tak semua sepakat dengan vonis bebas mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, oleh Majelis Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait kasus sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500.  
 
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar Al Habsy, menilai, putusan tersebut seperti petir di siang bolong. Sebab, menurut dia, tak biasanya Pengadilan Tipikor membebaskan seorang terdakwa.
 
"Memang putusan ini cukup mengejutkan, enggak biasanya Pengadilan Tipikor membebaskan seorang terdakwa. Bisa jadi ini menjadi hujan petir di siang bolong buat para pegiat antikorupsi," ungkap Aboebakar kepada Okezone, Rabu (20/2/2013).
 
Namun, vonis bebas ini menjadi pelajaran yang baik unuk publik. Sehingga, publik tak cepat memvonis seseorang sebelum sidang pengadilan digelar.
 
"Saya rasa ini pembelajaran yang baik buat kita. Selama ini banyak pihak yang sudah menghukum para tersangka korupsi padahal pengadilan belum digelar. Kita sudah memvonis seseorang bahkan sebelum selesai proses penyidikan. Harus disadari bahwa peradilan itu tempat untuk mencari keadilan, jadi perkara yang diajukan bisa benar, bisa pula salah. Kalau semua sudah dinilai salah sejak proses penyidikan, buat apa ada pengadilan," kata dia.
 
Anggota Komisi III DPR itu melihat tidak ada yang salah dari proses persidangan kasus tersebut. Sebab, awal mula kasus itu wanprestasi pihak mitra Merpati. Wajar bila bisnis itu mendatangkan untung dan rugi. Sehingga kata dia, seorang yang menjalankan bisnis tak harus dipidanakan bila terjadi kerugian.
 
"Merpati kan BUMN, ini kan badan usaha yang menjalankan bisnis, ya tentunya kadang untung kadang juga bisa rugi. Jadi, enggak bisa bila lantas rugi pelaku usahanya harus dipidana, mana ada ceritanya orang dagang itu untung terus, pasti ada dinamikanya. Saya kira putusan ini cukup baik untuk menyadarkan kita bahwa tidak ada tuntutan buat pengadilan untuk selalu memvonis bersalah setiap terdakwa," pungkasnya.

PKS Nilai Putusan Pengadilan Tipikor yang Bebaskan Terdakwa Cukup Baik

Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam persidangan perkara korupsi sewa pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) cukup mengejutkan. Terdakwa, mantan Dirut MNA Hotasi Nababan, dibebaskan dari seluruh dakwaan. 

"Memang putusan ini cukup mengejutkan, gak biasanya Pengadilan Tipikor itu membebaskan seorang terdakwa. Bisa jadi ini menjadi hujan petir di siang bolong buat para pegiat anti korupsi," kata anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar Alhabsy, kepadaRakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 20/2).

Menurut Aboebakar, putusan pengadilan ini bisa menjadi pembelajaran yang baik. Apalagi selama ini banyak pihak yang sudah menghukum para tersangka korupsi padahal pengadilan belum digelar. Dan tidak sedikit pula kalangan sudah memvonis seseorang bahkan sebelum selesai proses penyidikan. 

"Harus disadari bahwa peradilan itu tempat untuk mencari keadilan, jadi perkara yang diajukan bisa benar, bisa pula salah. Kalau semua sudah dinilai salah sejak proses penyidikan, buat apa ada pengadilan," tegas Aboebakar.

Aboebakar pun melihat tidak ada yang salah dari proses persidangan kasus ini, yang awal mulanya karena ada wanprestasi pihak mitra merpati. Sebagai badan usaha yang menjalankan bisnis, tentu saja, sebagaimana dalam bisnis yang lain, kadang untung kadang juga bisa rugi. Karena itu tidak bisa pelaku usaha harus dipidana gara-gara badan usaha tersebut mengalami kerugiaan.

"Mana ada ceritanya orang dagang itu untung terus, pasti ada dinamikanya. Saya kira putusan ini cukup baik untuk menyadarkan kita, bahwa tidak ada tuntutan buat pengadilan untuk selalu memvonis bersalah setiap terdakwa," demikian Aboebakar. 

Sabtu, 16 Februari 2013

Anggota Komisi III Desak Polri Tangkap Penyebar Sprindik

Anggota Komisi III DPR-RI Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi mendesak, Polri harus segera menangani Sprindik untuk Anas Urbaningrum yang bocor beberapa hari lalu dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Polri seharusnya tidak usah lugu, siapa penyebarnya langsung ditangkap," ucap Aboe dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kapolri dan jajarannya di Komisi III DPR-RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/02/14).

Aboe menilai, apabila penanganan sprindik ini cepat ditangani maka tidak akan ada kegaduhan-kegadungan politik seperti saat ini.

"Jadi tidak usah ada gaduh-gaduh politik, enggak usah tunggu KPK, langsung saja pak," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk Anas Urbaningrum, beredar dan menjadi konsumsi publik. Namun, hingga kini belum diketahui, apakah surat Sprindik itu asli atau palsu.*

Komisi III DPR Minta Komisioner Komnas HAM Mengundurkan Diri

Rapat Komisi III dengan Komisioner Komnas HAM berlangsung alot. Pasalnya, mereka membahas mengenai konflik di internal Komnas HAM mengenai masa jabatan pimpinan dan kesenjangan fasilitas Komisioner Komnas HAM.

Kisruh masa jabatan itu pun ditanggapi sejumlah anggota Komisi III. "Kami memilih anggota Komnas HAM yang haus kekuasaan. Kami salah memilih. Sebelum ini berrlarut-larut, sadarlah," kata Anggota Komisi III asal PDI P Trimedya Panjaitan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/2/2013).

Anggota lainnya asal PKS Aboebakar Al Habsy menilai penyelesaian kasus HAM menjadi mandeg akibat masalah tersebut. Ia pun meminta Komisioner Komnas HAM mengundurkan diri bila tidak sanggup bekerja.

"Kalau tidak sanggup mengundurkan diri saja lah daripada ribut-ribut gara-gara Camry. Kalau komisoner lumpuh total tak bisa berbuat, harus duduk bersama. Saya kebayang 2014 gesekan," kata Aboebakar.

Pernyataan lainnya disampaikan Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir. Ia mengaku kecewa dengan permasalahan tersebut. "Apa yang mau ditagih kalau di dalamnya gontok-gontokan gini. Kalau begini, mengundurkan diri saja semua, biar kita pilih lagi," tegas Nudirman.

Nudirman menilai, tidak sepatutnya komisioner Komnas HAM konflik hanya masalah mobil dinas saja. Apalagi, hanya saling berebut kekuasaan.

"Instriopeksi diri, kalau merasa tidak mampu ya lebih baik mengundurkan diri. Kalau mereka tidak bisa menyelesaikan kasus ini, sama-sama mereka mengundurkan diri, lalu kita pilih lagi," lanjut Nudirman.

Seperti diberitakan, konflik internal Komnas HAM berujung pada mundurnya pimpinan setelah rapat paripurna menetapkan perubahan masa kerja pimpinan dari 2,5 tahun menjadi 1 tahun.

Dalam rapat yang dilaksanakan Rabu (6/2), dari 13 komisioner, 4 orang menolak perubahan masa kerja pimpinan dari 2,5 tahun menjadi 1 tahun. Mereka adalah Otto, Wakil Ketua Sandra Moniaga, M Nurkhoiron, dan Roichatul Aswidah.

Kisruh di Komnas HAM dimulai dalam pleno pada awal Januari lalu. Saat itu sembilan komisioner meminta agar masa jabatan pimpinan Komnas HAM yang 2,5 tahun diubah menjadi 1 tahun. Alasan yang dikemukakan, hal itu terkait menerjemahkan prinsip kolektif kolegial dan reformasi birokrasi.

Namun, dalam pertemuan internal tersebut, dibahas soal kesenjangan fasilitas antara komisioner yang menjadi anggota dan ketua. Ketua Komnas HAM mendapat mobil dinas Toyota Camry, sedangkan anggota menggunakan mobil operasional.

Pidana Umum, Kebocoran Sprindik Anas Belum Ditangani Polri

Polri diminta untuk tidak langsung menangani dugaan kebocoran sprindik (surat perintah penyidikan) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Meskipun kasus ini tergolong tindak pidana umum yang menjadi kewenangan polisi, perlu dibangun penghormatan sesama lembaga negara. KPK, lembaga yang berwenang menerbitkan sprindik Anas, sudah membentuk tim dan sedang melakukan investigasi internal.

Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika mengatakan KPK perlu diberi kesempatan untuk mengungkap sebab dan motif kebocoran atau pemalsuan sprindik atas nama Anas Urbaningrum. Salinan sprindik itu kini menyebar luas. Pasek berdalih, sebagai sesama aparat penegak hukum, Polri perlu menghormati upaya yang dilakukan KPK saat ini.

Pernyataan itu bukan berarti Polri tak bisa menangani. Sebagai tindak pidana umum, Polri jelas berwenang kalau ada pemalsuan atau pembocoan dokumen. Tetapi, kata Pasek, pada saatnya Polri bisa tangani kalau sudah jelas, dan ada koordinasi.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo membenarkan Polri belum turun tangan dalam waktu dekat terkait sprindik Anas. Polri memberikan kesempatan kepada KPK untuk bekerja, dan mengungkap pelaku. Polri bersikap menunggu. "Kita tunggu saja perkembangannya. Kan KPK sudah menangani," ujarnya di sela Rapat Kerja dengan Komisi Hukum, Rabu (13/2).

Dijelaskan Kapolri, KPK memiliki kewenangan, dan punya spesifikasi untuk mengusut pelaku penyebar sprindik Anas. Timur yakin KPK dapat mengungkap penyebar sprindik.

Meskipun demikian, Polri siap membantu KPK jika KPK mengalami kesulitan. Sejauh ini, kata Timur, Polri hanya memantau proses pengungkapan kasus ini. "Kalau KPK ada kesulitan kita akan membantu," imbuhnya.

Sebaliknya, anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al Habsyi meminta Polri bersikap aktif, langsung mengusut dugaan kebocoran sprindik Anas. Kalau Polri tidak turun tangan, Aboe khawatir kasus ini membuat kegaduhan baru di KPK, dan berujung pada penurunan kinerja. "Kalau ada kejadian seperti ini Polri harus bergerak jangan menunggu dan tangkap pelakunya," tandas politisi PKS ini.

Kapolri Timur Pradopo menegaskan Polri enggan bersitegang dengan lembaga penegak hukum lain hanya karena kasus tertentu. Mekanisme penanganan kasus sudah ada aturannya. "Sekali lagi kita tunggu hasil penyelidikan KPK," tegasnya.

Cuma, Pasek Suardika meminta agar KPK transparan. Jika proses investigasi sudah selesai dan pelakunya sudah ditemukan, KPK harus mengumumkan ke publik. Selain etika, pelaku seharusnya dibawa ke jalur pidana. "KPK harus transparan kalau itu adalah pelanggaran," ujarnya.

DPR Minta SBY Tak Ikut Campur Soal Bocornya Sprindik Anas

JAKARTA - Komisi III sepakat dengan usulan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengingatkan seluruh pihak termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk tidak terlalu mencampuri soal bocornya surat perintah penyidikan Anas Urbaningrum.

"Jadi wajar bila pihak KPK mengingatkan agar Pak SBY tidak ikut campur dalam persoalan ini, itu sah-sah saja," kata Anggota Komisi III Aboe Bakar Al Habsy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/2/2013).

Menurut dia, apabila memang telah terjadi pemalsuan berkas, maka hal itu termasuk dalam tindak pidana umum yang menjadi domain pihak kepolisian. Namun pihak KPK sendiri membenarkan bahwa dokumen tersebut asli, dan berjanji untuk segera mengusut penyebar dari dokumen tersebut.

"Karena yang terjadi adalah pembocoran dokumen, kemungkinan besar ada peran serta orang dalam sendiri. Yang terjadi disini adalah pelanggaran kode etik, jadi kita berikan kesempatan kepada KPK untuk menjalankan fungsi pengawasan internal mereka," tuturnya.

Sebelumnya, KPK meminta kepada semua pihak agar tidak mengeluarkan pernyataan yang kontrapoduktif terkait kasus dugaan penyebaran sprindik penetapan Ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek sport center Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Bukan hanya kepada internal, KPK juga meminta kepada pihak eksternal untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat membentuk opini bersifat kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Imbauan tersebut dilakukan karena ada beberapa hal yang bersifat subtansif dan tidak subtansif. Dalam masalah ini, KPK bekerja harus bersifat subtansif.

Polisi Harus Usut Video Penganiayaan Tahanan

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy mendesak Kepolisian Daerah Maluku segera mengusut penganiayaan terhadap para tahanan yang diduga dilakukan di Markas Kepolisian Resor Tual. Aboe -sapaan Aboebekar- menyampaikan hal itu sebagai respons atas beredarnya video penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sesama tahanan polisi itu.

Menurutnya, video penganiayaan yang beredar luas di publik itu sudah sangat meresahkan masyarakat.  "Saya minta Mapolda Maluku segera melakukan pengusutan terhadap dugaan penganiayaan terhadap para tahanan yang terjadi di Mapolres Tual," papar Aboebakar, Sabtu (16/2).

Ia menegaskan, kalau memang benar terjadi penganiayaan terhadap para tahanan maka hal itu maka telah melanggar pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan ketentuan Konvensi Internasional Anti Penyiksaan (United Nations Convention against Torture/UNCAT).

Aboe mengingatkan, proses penahanan merupakan bagian dari penegakan hukum. "Jadi tidak benar kalau ada penyiksaan pada tahanan baru kayak gini," kata politisi PKS itu.

Menurutnya, tindakan penganiayaan yang terekam dalam video berformat 3gp itu sangat tidak manusiawi. Bahkan, lanjutnya, kasus itu bisa memperburuk citra Polri.

"Ini tidak boleh terjadi, jangan sampai tahanan kita seperti Guantanamo (di Kuba) atau Abu Ghraib (di Irak, red)," papar Abu seraya meminta Kapolri untuk mengevaluasi sistem pengamanan tahanan di kepolisian.

Seperti diberitakan, sebuah video kekerasan diduga terjadi di rumah tahanan beredar dalam format 3gp. Video yang sama juga beredar melalui YouTube. Tiga tahanan disebutkan tengah disiksa dengan cara dihajar habis-habisan oleh tahanan lain. Mereka dihajar dalam keadaan tanpa busana. (boy/jpnn)

Usut pembocor sprindik, KPK didukung Komisi III

Sindonews.com - Bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) yang menyangkut Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Kini menjadi perbincangan banyak pihak, bahkan pihak Istana merasa tidak nyaman atas tudingan beberapa media massa soal pembocoran itu.

Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Alhabsiy mengatakan, mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya pihak luar tidak ikut campur dalam masalah tersebut, termasuk pihak Istana supaya tidak memperkeruh suasana.

"Wajar saja mereka mengingatkan pihak luar agar tidak mencampuri urusan KPK, siapapun itu. Jadi wajar, bila pihak KPK mengingatkan agar Pak SBY (susilo Bambang Yudhoyono) tidak ikut campur dalam persoalan ini, itu sah-sah saja," kata Aboe Bakar saat dihubungi wartawan, Kamis (14/2/2013).

Politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, jika pemalsuan dokumen sprindik, itu termasuk tindak pidana umum, maka menjadi domain pihak kepolisian untuk mengusutnya.

Kendati demikian, kata Aboe Bakar, sprindik yang bocor itu asli, ada kemungkinan dilakukan oleh oknum KPK sendiri. Maka sebaiknya pihak KPK diberi kesempatan untuk mengusutnya.

"kita berikan kesempatan kepada KPK untuk menjalankan fungsi pengawasan internal mereka," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku sudah mendengar terkait pemberitaan bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum. Atas pemberitaan tersebut, SBY mengaku tidak nyaman. Karena, pihak Istana dituding sebagai pembocornya.

Komisi III DPR Setuju KPK Peringatkan Presiden

"Jadi wajar saja bila mereka mengingatkan pihak luar agar tidak mencampuri urusan KPK, siapapun itu. Jadi wajar bila pihak KPK mengingatkan agar pak SBY tidak ikut campur dalam persoalan ini, itu sah-sah saja"


Jakarta, Aktual.co — Komisi III DPR RI setuju bila KPK memperingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak memperkeruh suasana terkait spindrik yang beredar tentang Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum

Apa yang dilakukan oleh KPK merupakan domain yang tak perlu dicampuri oleh Presiden SBY.

"Jadi wajar saja bila mereka mengingatkan pihak luar agar tidak mencampuri urusan KPK, siapapun itu. Jadi wajar bila pihak KPK mengingatkan agar pak SBY tidak ikut campur dalam persoalan ini, itu sah-sah saja," kata anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al-Habsy di Jakarta, Kamis (14/2).

Bila memang terjadi pemalsuan dokumen sprindik, maka itu termasuk tindak pidana umum.

"Hal ini menjadi domain kepolisian, mereka yang punya kewenangan untuk melakukan penyidikan," sambung politisi PKS itu.

Namun, KPK sudah mengakui bahwa dokumen sprindik itu asli dan hal itu domain mereka untuk menyelesaikannya.

"Karena yang terjadi adalah pembocoran dokumen, kemungkinan besar ada peran serta orang dalam sendiri. Yang terjadi disini adalah pelanggaran kode etik, jadi kita berikan kesempatan kepada KPK untuk menjalankan fungsi pengawasan internal mereka," ujar Aboe Bakar.

Presiden SBY ikut cawe-cawe dan merecoki KPK dengan meminta Kepolisian mengusut sprindik yang beredar tentang dugaan Ketum PD Anas Urbaningrum menjadi tersangka dalam kasus Pembangunan Pusat Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)

Usut Segera Insiden di PN Muara Tebo Jambi

"Perilaku seperti ini seharusnya tidak layak dilakukan oleh seorang hakim, Mereka ini kan mengerti hukum. Membawa senjata tajam saja bisa dikenakan UU Darurat, Apalagi kalau sudah kejar-kejaran kayak gini bisa kena pasal percobaan," tambah Aboe
Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Aboe Bakar Al Habsyi, menilai ada pelanggaran kode etik antar pimpinan Pengadilan Negeri (PN) berkenaan dengan insiden yang melibatkan para pimpinan PN Muara Tebo, Jambi.

"Saya dengar ada insiden yang terjadi di PN Muara Tebo, berita yang berkembang Waka PN mengejar KPN dengan membawa sebilah pisau. Saya rasa ini ada indikasi kuat pelanggaran kode etik dan kehormatan hakim," ujarnya melalui pesan singkat kepada Aktual.co,Sabtu, (09/01).

Tindakan yang dilakukan para pimpinan PN tersebut dinilai tidak layak, karena para pimpinan PN adalah orang yang mengerti hukum.

"Perilaku seperti ini seharusnya tidak layak dilakukan oleh seorang hakim, Mereka ini kan mengerti hukum. Membawa senjata tajam saja bisa dikenakan UU Darurat, Apalagi kalau sudah kejar-kejaran kayak gini bisa kena pasal percobaan," tambah Aboe.

Karena itu Aboebakar mengingatkan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung agar segera melakukan pemeriksaan, harus ada klarifikasi terkait insiden tersebut, sehingga bila memang ada pelanggaran kode etik bisa segera ditindak.

"Saya minta KY dan MA segera melakukan pemeriksaan, harus ada penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Bila memang ada pelanggaran etika dan perilaku hakim maka harus diproses sebagaimana mestinya," pungkasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, bahwa Ketua Pengadilan Negeri (PN) Muara Tebo, Mangapul Manalu melaporkan Wakil Ketua Umum PN Muara Tebo, DR Rimdan dan seorang hakim lainnya, Julianto kepada Polres Muara Tebo karena merasa telah diancam.

PKS: Persoalan Ridwan Masalah Pribadi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta agar perkara yang melibatkan putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin, Ridwan Hakim, tidak dikait-kaitkan dengan PKS. Ridwan dicegah bepergian ke luar negeri atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus dugaan korupsi kuota impor daging sapi.

"Persoalan hukum yang dihadapi Ridwan Hakim adalah masalah pribadi, tidak ada kaitan dengan partai," kata Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy ketika dihubungi, Jumat (15/2/2013). Dia juga meminta langkah KPK itu tidak dikait-kaitkan dengan Hilmi.

Anggota Komisi III DPR itu berharap semua pihak menyerahkan penanganan perkara itu kepada KPK. "Kami berharap semoga perkara ini bisa segera dituntaskan. Itu akan lebih baik," kata Aboe Bakar.

Selain Ridwan, tiga orang lainnya juga dicegah imigrasi atas permintaan KPK. Mereka, yakni Ahmad Zaky, Rudy Susanto, dan Jerry Roger. Menurut KPK, pencegahan dilakukan agar jika sewaktu-waktu dibutuhkan keterangan mereka tidak sedang di luar negeri.

Dalam kasus dugaan korupsi impor daging sapi, KPK menetapkan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah teman dekat Luthfi, yakni Ahmad Fathanah, serta dua direktur PT Indoguna Utama, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi. Luthfi bersama-sama Fathanah diduga menerima Rp 1 miliar dari Juard dan Arya terkait kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna Utama.

Napi Kalsel Hidup Tak Layak

BANJARMASIN - Permasalahan kelebihan daya tampung atau overkapasitas di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) Kalsel ternyata belum tuntas. Dari 11 lapas dan rutan yang ada, hanya 1 yang penghuni dan kapasitasnya memenuhi syarat. Anggota Komisi III DPR RI asal Kalsel Habib Aboe Bakar Alhabsy mengungkapkan, data terakhir yang ia terima dari Kementerian Hukum dan HAM, dari 11 lapas dan rutan di Kalsel hampir semua mengalami kelebihan daya tampung.
 
Kapasitasnya seharusnya hanya menampung 1.702 orang napi dan tahanan namun pada kenyataannya saat ini harus menampung 3.779 orang. "Artinya kelebihan daya tampung mencapai lebih dari 2 ribu orang," kata Aboe Bakar kepada wartawan, Sabtu (9/2). Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)ini memberikan contoh Lapas Teluk Dalam Banjarmasin. Seharusnya daya tampung hanya 366 orang, namun pada kenyataannya dihuni oleh 547 tahanan dan 799 narapidana. "Kondisi di Lapas Teluk Dalam tentu sangat tidak manusiawi. Terjadi kelebihan kapasitas hampir 4 kali lipat," ujarnya.
 
Selain Lapas Teluk Dalam, lapas lainnya yang juga kelebihan kapasitas adalah Lapas Martapura. Kapasitasnya hanya cukup untuk 183 orang, namun pada kenyataannya dihuni oleh 698 orang. Untuk blok wanita yang seharusnya hanya dihuni oleh 60 orang, namun ternyata harus menampung 133 orang napi perempuan. Demikian pula untuk blok anak-anak yang seharusnya hanya berkapasitas 30 orang harus menampung 66 napi anak. Dari 11 lapas dan rutan, hanya satu lapas saja, yaitu Lapas Tanjung, yang terlihat masih belum melebihi kapasitas. Daya tampung standarnya adalah 250 orang, saat ini masih dihuni 190 orang saja. "Artinya hampir semua kondisi lapas dan rutan di Kalsel kelebihan kapasitas. Ini PR bagi Kementerian Hukum dan HAM," cetusnya.
 
Diterangkan Aboe Bakar, mayoritas lapas dan rutan memang kondisinya sudah tidak layak, karena lapas telah diisi tidak sesuai dengan daya tampungnya. Kondisi ini memang rentan memicu persoalan kesehatan, psikis ataupun sosial antar napi. Oleh karena itu, Aboe Bakar meminta Kementerian Hukum dan HAM untuk secara serius memperhatikan persoalan overkuota lapas yang sepertinya tidak hanya terjadi di Kalsel saja.
 
Untuk perbaikan fasilitas lapas tersebut, lanjut Aboe Bakar, DPR sudah menaikkan anggaran untuk Kementerian Hukum dan HAM. Jika pada tahun 2012 anggaran Kementerian Hukum dan HAM adalah Rp6.997.807.206.000,-, maka pada tahun 2013 ini pagu indikatif Kementerian Hukum dan HAM mencapai Rp7.273.933.169.000.  Aboe Bakar berharap kenaikkan anggaran tersebut akan mampu mengurangi persoalan overkuota pada lapas-lapas di Kalsel. "Memang penanganan persoalan ini harus dilakukan secara bertahap, semoga saja Dirjen Pemasyarakatan memiliki komitmen yang serius untuk menangani persoalan over kuota lapas di Kalsel ini," pungkasnya.