This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 23 Oktober 2012

Aniaya wartawan, perburuk citra TNI

Tindak kekerasan yang dilakukan anggota TNI Angkatan Udara (AU)
terhadap wartawan, terus menuai kritikan. Pasalnya, tindakan tersebut
tidak pantas dilakukan di hadapan siswa Sekolah Dasar (SD), apalagi
saat melakukan peliputan.

"Sungguh ini adalah tontonan yang tak baik buat citra TNI, apalagi
kalau masih dilegitimasi dengan alasan pengamanan karena khawatir ada
ledakan," kata anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al-Habsy di Gedung
DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/10/2012).

Menurutnya, tindakan TNI tersebut telah melakukan tindakan
menghalang-halangi kerja jurnalisme sebagai pemberi informasi publik.
"Tindakan yang dilakukan oleh oknum TNI AU tersebut melanggar
kebebasan pers," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Divisi Sosialisasi pada Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh menilai, tindakan kekerasan yang
dilakukan sejumlah oknum TNI AU seperti ini akan melahirkan imitasi
budaya kekerasan bagi anak, di sisi lain akan melahirkan antipati
terhadap TNI.

"Di saat kita berjuang terus untuk mencegah terjadinya kekerasan dan
tawuran anak-anak. (Kini) anak-anak justru diberi sajian tontonan
kekerasan di depan mata. Di sekolah, banyak anak yang bercita-cita
jadi TNI karena heroisme, nasionalisme, kedisiplinan dan martabat
luhur yang disandang institusi TNI, tapi secara paradoks anak-anak
menyaksikan tindak kekerasan yang ditunjukan TNI," tegasnya.

Aboe Bakar : Itu Pelanggaran Kebebasan Pers

Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsy menilai bahwa tindakan oknum TNI
tersebut telah merampas kebebasan pers yang merupakan salah satu
cita-cita reformasi.

"Tindakan yang dilakukan oleh oknum TNI AU tersebut melanggar
kebebasan pers, apa yang dilakukan itu menghalang-halangi kerja
jurnalisme media. Perampasan alat kerja wartawan adalah bentuk nyata
pembungkaman media," jelasnya.

Menurutnya, pihak Lanud dan AU harus memproses persoalan ini. Tidak
hanya penghalangan kerja media dan perampasan yang harus ditindak,
namun juga penganiayaan yang dilakukan terhadap para awak media.

"TNI meminta maaf secara tulus atas persoalan ini, tak perlu pakai
embel-embel untuk alasan pengamanan dan sterilisasi. Hal ini perlu
dilakukan agar citra positif TNI di publik tidak luntur," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menilai bahwa tindakan tersebut adalah tontonan yang
berdampak buruk bagi citra TNI. Terlebih jika masih dilegitimasi
dengan alasan pengamanan karena khawatir akan adanya ledakan.

"Publik terlanjur menyaksikan keganasan oknum TNI menghajar wartawan
dan merampas kameranya di depan masyarakat dan anak-anak,
sampai-sampai ada yang histeris," tandasnya.

Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana Agus Suhartono
mengatakan, pihaknya akan memproses para pelaku kekerasan terhadap
wartawan dan warga sipil pasca-jatuhnya pesawat tempur TNI Angkatan
Udara jenis Hawk 100/200 di area permukiman warga Kelurahan Tanah
Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa kemarin.

"Saya pahami tindakan itu di luar batas kepatutan. Tentunya akan
ditindaklanjut proses hukum terhadap prajurit yang melakukan," kata
Agus di Istana Negara, Jakarta, hari ini.

Agus menyerahkan permasalahan itu Kepala Kepala Staf TNI AU Marsekal
TNI Imam Sufaat untuk ditindaklanjuti. Ketika ditanya proses macam apa
yang akan dilakukan, Agus tak tahu lantaran tidak boleh mencampuri.
Dirinya hanya menunggu laporan hasil penanganan nantinya.

Agus menyampaikan permohonan maaf kepada kalangan wartawan khususnya
yang menjadi korban kekerasan. Menurut dia, sebenarnya tindakan yang
ingin dilakukan adalah mengamankan wartawan dan warga sekitar lantaran
pesawat itu membawa bahan peledak.

"Sebenarnya prajurit punya etika, punya delapan wajib TNI. Mereka
harus terapkan itu. Kalau melaksanakan itu pasti tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran," kata Agus.

Ketika ditanya apakah kecelakaan alutsista TNI memang dilarang untuk
diliput, Agus menjawab, "Enggak ada masalah. Tapi keselamatan tetap
diutamakan."

DPR: Wartawan Korban Keganasan TNI

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie menilai bahwa
tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum TNI terhadap wartawan
di Pekanbaru, Riau, menunjukkan bahwa TNI telah bersikap tidak
bijaksana saat menghadapi wartawan. Bahkan menurut Marzuki, TNI
benar-benar tidak memiliki pemahaman tentang demokrasi.

"Sebagai perwira, harusnya paham, ada cara-cara yang arif dan bijak.
Artinya pers belum berhasil mencerahkan TNI dalam berdemokrasi," kata
Marzuki kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu
(17/10/2012).

Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsy menilai bahwa tindakan oknum TNI
tersebut telah merampas kebebasan pers yang merupakan salah satu
cita-cita reformasi.

"Tindakan yang dilakukan oleh oknum TNI AU tersebut melanggar
kebebasan pers, apa yang dilakukan itu menghalang-halangi kerja
jurnalisme media. Perampasan alat kerja wartawan adalah bentuk nyata
pembungkaman media," jelasnya.

Menurutnya, pihak Lanud dan AU harus memproses persoalan ini. Tidak
hanya penghalangan kerja media dan perampasan yang harus ditindak,
namun juga penganiayaan yang dilakukan terhadap para awak media.

"TNI meminta maaf secara tulus atas persoalan ini, tak perlu pakai
embel-embel untuk alasan pengamanan dan sterilisasi. Hal ini perlu
dilakukan agar citra positif TNI di publik tidak luntur," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menilai bahwa tindakan tersebut adalah tontonan yang
berdampak buruk bagi citra TNI. Terlebih jika masih dilegitimasi
dengan alasan pengamanan karena khawatir akan adanya ledakan.

"Publik terlanjur menyaksikan keganasan oknum TNI menghajar wartawan
dan merampas kameranya di depan masyarakat dan anak-anak,
sampai-sampai ada yang histeris," tandasnya.

PKS: Survei LSI Masukan Untuk Parpol Islam

PKS akan menjadikan hasil survei LSI sebagai evaluasi bagi
partai-partai Islam menyongsong Pemilu 2014. Meski begitu, PKS
meyakini tidak hanya suara partai islam yang turun, melainkan semua
partai mengalami penurunan suara.

"Saya rasa itu koreksi buat partai Islam. Banyak survei yang dilakukan
oleh lembaga survei yang menyatakan demikian. Namun saya rasa
penurunan perolehan suara seperti itu tak hanya dialami oleh partai
Islam, namun oleh semua partai. Jadi ini adalah fenomena nasional yang
melanda partai di Indonesia," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Aboe Bakar Al-Habsy di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (15/10)

Menurut Aboe Bakar, ada dua kemungkinan yang terjadi terkait hasil
survei tersebut. Pertama, masyakat sudah apatis dengan politik
disebabkan banyak kasus korupsi dilakukan oknum politisi.

Kedua, memang saat ini belum masanya kampanye sehingga banyak partai
yang belum menggerakkan mesin partainya secara maksimal.

"Sehingga sangat wajar bila orientasi publik belum memikirkan soal
pilihan politik pada pemilu mendatang. Namun sudah sewajarnya ini
menjadi catatan penting buat partai Islam agar melakukan evaluasi dan
memperbaiki kinerja. Sehingga daya saingnya akan tetap tinggi hingga
nanti menjelang pemilu 2014," kata anggota Komisi III DPR RI itu.

Dalam kesempatan itu Aboe Bakar mempertanyakan, seberapa besar
responden yang belum menentukan pilihan, karena itu menunjukkan
partisipasi publik dalam pemilu.

"Saya yakin jumlah yang belum memberikan suara masih banyak, karena
pada saat ini belum terasa suasana pemilu. Sehingga sangat wajar bila
hasil survei belum bisa mencerminkan kondisi terakhir yang nanti
terjadi pada bulan April 2014," kata Aboe Bakar.

Hakim Pakai Narkoba, Siapa yang Adili Bandar dan Pecandu

Ditangkapnya Hakim Puji Widjayanto (48) saat berpesta narkoba oleh
Badan Narkotika Nasional (BNN) membuat Komisi III DPR geram. Komisi
Hukum meminta seluruh hakim dites urine untuk mengetahui siapa hakim
yang suka memakai narkoba.

"Kalau sudah seperti itu, hakim-hakim narkoba, sekalian saja semua
hakim tes urine," kata Ketua Komisi Hukum DPR, Gede Pasek Suardika di
Gedung DPR, Jakarta, Rabu 17 Oktober 2012.

Momentum ini, harus menjadi ajang bersih-bersih hakim yang diduga
menggunakan narkoba. Karena para hakim juga memutus kasus narkoba di
Indonesia. Apalagi, penghuni Lapas paling banyak terjerat kasus
narkoba. Sehingga, Mahkamah Agung dan BNN harus bekerja sama untuk
berantas narkoba di kalangan hakim pengadilan.

"Harus semua dites urine, untuk mengetahui mereka yang terbukti
positif dikandangkan langsung. Jangan pegang kasus dulu," ujar Pasek.

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsi
tertangkapnya Puji Widjayanto ini memuat masyarakat semakin cemas
dengan peredaran narkoba. Apalagi baru-baru ini ada gembong narkoba
yang lolos dari hukuman mati karena mendapat keringanan dari MA dan
grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Nah kini ada hakim yang
juga ternyata memakai narkoba, akhirnya mau tidak mau publik
menghubung-hubungkan dua persoalan ini," kata dia.

"Suka tidak suka, akhirnya timbul spekulasi bahwa ada oknum hakim yang
terpengaruh oleh barang haram tersebut, dan sangat mungkin ini
berdampak pula pada putusan yang dibuat," Aboe menambahkan.

Tertangkapnya hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Bekasi ini,
kata dia, akan menjadi ironi bagi hukum di Indonesia. Jika hakim
tertangkap memakai narkoba, siapa yang akan mengadili pengedar dan
pemakainya? "Masak kurir dan gembong narkoba diadili oleh pemakai atau
pecandu, pastilah akan sulit untuk membuat keputusan yang imparsial,"
kata dia. (umi)

MA Diminta Kerja Sama dengan BNN

Mahkamah Agung disarankan untuk bekerja sama dengan Badan Narkotika
Nasional (BNN). Hal ini menyusul tertangkapnya hakim yang menggunakan
narkoba. Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan kerja
sama itu tak lain untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap para
penegak hukum.

"Saya rasa kepercayaan publik perlu dikembalikan, untuk menjaga
integritas para hakim akan lebih baik bila MA bekerja sama dengan BNN
melakukan tes urine secara berkala untuk para hakim dan panitera,"
katanya, Kamis (18/10).

Menurutnya, dengan tertangkapnya hakim pengguna barang haram ikut
berpengaruh dan mencoreng upaya pemberantasan narkoba.

Lebih jauh, dikhawatirkan akan berdampak pada putusan hakim untuk
kasus serupa. Suka tak suka akhirnya timbul spekulasi bahwa ada oknum
hakim yang terpengaruh oleh barang haram dan sangat mungkin ini
berdampak pula pada putusan yang dibuat.

"Sungguh ini akan menjadi ironi, masa kurir dan gembong narkoba
diadili oleh pemakai atau pecandu, pastilah akan sulit untuk membuat
keputusan yang imparsial," katanya.

Selain itu, Ketua DPP PKS ini juga menilai perlu ada sosialisasi
mengenai bahaya pengaruh dan dampak narkoba. Jangan sampai para
penegak hukum kita terpengaruh narkoba dan terpapar kekuasaan kartel
narkoba.

Hakim Pesta Sabu, Ironi Bagi Perlawanan Narkoba di Indonesia

Hakim PN Bekasi Puji Wijayanto tertangkap basah berpesta narkoba di
Illgals Club, Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, bersama empat orang
perempuan. Menurut anggota komisi III DPR, Aboe Bakar Alhabsy, kasus
ini menjadi ironi bagi hakim yang bertugas memutus kasus narkoba.

"Jika saat ini publik sedang gundah karena pembebasan para gembong
narkoba dari hukum dan mati oleh hakim MA. Nah, kini ada hakim yang
juga ternyata pemakai, akhirnya mau tak mau publik menghubung
hubungkan dua persoalan ini," kata anggota komisi III DPR, Aboe Bakar
Alhabsy dalam pesan singkatnya, Rabu (17/10/2012).

Menurutnya, kasus ini memunculkan spekulasi publik bahwa ada oknum
hakim yang terpengaruh oleh narkoba. Hal ini sangat mungkin berdampak
pula pada putusan yang dibuat.

"Sungguh ini akan menjadi ironi, masak kurir dan gembong narkoba
diadili oleh pemakai atau pecandu, pastilah akan sulit untuk membuat
keputusan yang imparsial," ungkap politisi PKS itu.

Ia menuturkan, sejak mendengar informasi adanya hakim yang tertangkap
tengah mengkonsumsi narkoba, ia mengaku sangat kaget apalagi
tertangkap bersama beberapa perempuan di tempat karaoke.

"Bukan hanya berkaitan dengan moral dan perilaku hakim, namun ini juga
berkaitan dengan penggunaan barang haram yang sekarang jadi
perdebatan. Saya rasa kepercayaan publik perlu dikembalikan, untuk
menjaga integritas para hakim akan lebih baik bila MA bekerjasama
dengan BNN melakukan tes urine secara berkala untuk para hakim dan
panitera," jelas Aboe.

"Selain itu perlu ada sosialisasi mengenai bahaya pengaruh dan dampak
narkoba. Jangan sampai para penegak hukum kita terpengaruh narkoba dan
terpapar kekuasaan kartel narkoba," tandasnya.

MA Disarankan Tes Urine untuk Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi III DPR fraksi PKS Aboe
Bakar Al-Habsyi menyarankan agar Mahkamah Agung (MA) bekerjasama
dengan BNN untuk melakukan tes urine secara berkala bagi para hakim
dan panitera. Hal ini dilakukan agar rasa kepercayaan publik bisa
kembali ke penegak hukum.

"Saya rasa kepercayaan publik perlu dikembalikan, untuk menjaga
integritas para hakim akan lebih baik bila MA bekerja sama dengan BNN
melakukan tes urine secara berkala untuk para hakim dan
panitera,"ujarnya pada Republika, Rabu (17/10).

Selain itu, kata dia perlu ada sosialisasi mengenai bahaya pengaruh
dan dampak narkoba. Sehingga, jangan sampai para penegak hukum
terpengaruh narkoba dan terpapar kekuasaan kartel narkoba.

Tindakan ini juga jelas Aboe Bakar diperlukan terlebih, dengan adanya
kejadian hakim yang tertangkap basah sedang menggunakan narkoba
bersama beberapa perempuan di tempat karaoke Selasa kemarin (16/10).

Sehingga, hal ini dapat membuat kepercayaan masyarat pada aparat hukum
turun. Pasalnya, bukan hanya berkaitan moral dan perilaku hakim namun
ini juga berkaitan dengan penggunaan barang haram yang sekarang jadi
perdebatan.

Apalagi, kejadian ini jelas dia berhimpit dengan adanya polemik
pembebasan gerbong narkoba. Di mana, saat ini publik sedang gundah
karena pembebasan para gembong narkoba dari hukum dan mati oleh hakim
MA.

"Nah kini ada hakim yang juga ternyata pemakai, akhirnya mau tak mau
publik menghubung-hubungkan dua persoalan ini,"jelasnya.

Oleh karena itu, akhirnya akan timbul spekulasi bahwa ada oknum hakim
yang terpengaruh oleh barang haram tersebut dan sangat mungkin ini
berdampak pula pada putusan yang dibuat mereka saat bertugas.

"Sungguh ini akan menjadi ironi, masak kurir dan gembong narkoba
diadili oleh pemakai atau pecandu, pastilah akan sulit untuk membuat
keputusan yang imparsial,"kata Poltisi PKS ini.

Minggu, 14 Oktober 2012

DPR Tak Paham Cara Pandang Presiden SBY yang Begitu Permisif Dengan Narkoba!

Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat terkejut mendengar presiden kembali
mengeluarkangrasi lagi untuk para pengedar narkoba, kali ini untuk
Deni Setia Maharwan dan Merika Pranola.

Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Al-habsyi
dalam pesan elktronik yang diterima SOROTnews.com, Sabtu (13/10/2012).

"Sungguh saya tak habis pikir, Bagaimana bisa terjadi, yudikatif dan
eksekutifnya setali tiga uang soal narkoba, gimana nanti nasib anak
bangsa ini 10 tahun ke depan. Saya tak paham cara pandang yang
digunakan sehingga kita begitu permisif dengan narkoba,"tegasnya.

Padahal, lanjut Politis Partai Keadilan Sejahtera ini, BNN sudah
merilis data, bahwarata-rata sekitar 50 orang meninggal karena narkoba
setiap harinya. Tak hanya itu, sebanyak 4,2 juta penduduk Indonesia
merupakan pengguna obat terlarang tersebut.

"Indonesia sudah sedemikian darurat narkoba, lantas kenapa kita malah
permisif. Mungkin mereka juga lupa trickle-down effect dari pengaruh
narkoba, seorang yang mengkonsumsi narkoba tidak hanya membahayakan
dirinya, namun juga keluarga dan orang lain yang ada di sekitar
mereka," tegasnya.

"Tentu kita masih ingat Afriliyani Susanti yang menabrak 12 orang
karena sedang nyabu, atau kejadian kemarin, Novi yang menabrak 7
oranglantaran mengkonsumsi narkoba saat nyetir. Saya kira itu bukti
nyata bahwa pecandu narkoba akhirnya menjadi ancaman bagi orang
disekitarnya," tambahnya.

Aboebakar berharap presiden tak lupa dengan enam instruksinya soal
narkoba yang disampaikan dalam pidato menyambut hari anti
narkobainternasional pada 26 Juni 2011, demikian pula tujuh pesan anti
narkoba wakil presiden dalam pidato hari anti narkoba 26 Juni 2012.

"Saya kira perlu kesungguhan, integritas dan kerja keras semua pihak
dalam melawan narkoba untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba 2015,
jangan sampai intruksi dan pesan antinarkoba tersebut hanya menjadi
untaian kata yang manis nan mulia namun tanpa makna," demikian
Aboebaka

PKS Apresiasi Sikap Legowo Kapolri

Anggota Komisi III DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar
Alhabsy, menilai sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil
menjembatani komunikasi Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri.

"Sikap seperti ini yang telah lama diharapkan publik. Kita juga perlu
mengapresiasi sikap Kapolri yang legowo atas berbagai solusi yang
dicapai. Ini menunjukkan sikap kenegarawanan beliau," kata Aboebakar
kepada wartawan, Selasa (9/10).

"Saya rasa pidato yang disampaikan presiden sudah tepat," tegasnya.

Ia mengingatkan, sebagai penegak hukum komisioner KPK jangan terlalu
mengedepankan publisitas media di tengah penegakan hukum. "Itu dulu
kan juga janji Abraham saat fit and proper test, semoga saja tak
lupa," ungkapnya.

Apalagi, sambung dia, mengumbar statemen tidak memerlukan political
will dari DPR dan Presiden. "Nah sekarang ternyata akhirnya juga
meminta presiden turun gunung. Janganlah itu sampai terluang lagi, itu
bukan statemen seorang negarawan, karena berpotensi membuat
disharmonisasi hubungan antar lembaga, sungguh itu tidak baik,"
katanya.

Dia berharap, apa yang dicapai oleh KPK dan Polri hari ini serta apa
yang disampaikan oleh Presiden akan segera dapat diimplementasikan.
"Jadi tak sekedar sebagai angin segar saja," ujarnya. Menurutnya,
pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus tetap jalan karena
masih banyak PR menunggu. Misalnya, penuntasan kasus Hambalang, Wisma
Atlet dan Century sudah menunggu. "Jangan membuang energi untuk
perkara yang kurang urgen," jelasnya.

Dia mengapresiasi sikap tegas presiden untuk menghentikan pembahasan
RUU KPK. Menurutnya, ini adalah angin segar buat, karena di pemerintah
SBY sebagai kepala pemerintahan, disisi lain sebagai ketua dewan
pembina partai. "Semoga saja fraksinya segera mengikuti instruksi
tersebut," tuntasnya.

Pemberian Grasi Terhadap Gembong Narkoba Dipertanyakan

Anggota Komisi III DPR Aboebakar Al Habsy mempertanyakan sikap
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mengindahkan permintaan grasi
terhadap gembong narkoba.

"Terus terang sangat terkejut mendengar presiden mengeluarkan grasi
lagi untuk para pengedar narkoba, kali ini untuk Deni Setia Maharwan
dan Merika Pranola. Apalagi sebelumnya MA juga membatalkan vonis mati
beberapa gembong narkoba. Sungguh tak habis pikir, gimana bisa terjadi
yudikatif dan eksekutifnya setali tiga uang soal

narkoba, gimana nanti nasib anak bangsa ini 10 tahun ke depan," kata
Aboebakar, Sabtu, (13/10), di Jakarta.

Aboebakar menyatakan, tidak paham dengan cara pandang yang digunakan,
sehingga presiden terkesan begitu permisif dengan narkoba.

Padahal Badan Narkotika Nasional, (BNN), kan telah merilis data bahwa
rata-rata sekitar 50 orang meninggal karena narkoba setiap harinya.

Ditambah lagi sebanyak 4,2 juta penduduk Indonesia merupakan penggunanya.

"Indonesia sudah sedemikian darurat narkoba, lantas kenapa kita malah
permisif. Mungkin mereka juga lupa trickle-down effect dari pengaruh
narkoba, seorang yang mengkonsumsi narkoba tidak hanya membahayakan
dirinya, namun juga keluarga dan orang lain yang ada di sekitar
mereka,"

Dikatakan, tentu masih ingat dengan Afriliyani Susanti yang menabrak
12 orang karena sedang nyabu, atau kejadian kemarin, Novi yang
menabrak 7 orang lantaran engkonsumsi narkoba saat nyetir.

Menurutnya, itu bukti nyata bahwa pecandu narkoba akhirnya menjadi
ancaman bagi orang disekitarnya.

Lebih lanjut, presiden diharapkan tidak lupa dengan enam instruksinya
soal narkoba yang disampaikan dalam pidato menyambut hari Anti Narkoba
Internasional pada 26 Juni 2011, demikian pula tujuh pesan anti
narkoba oleh Wakil Presiden Boediono dalam pidato hari Anti Narkoba 26
Juni 2012.

"Kira perlu kesungguhan, integritas, dan kerja keras dari semua pihak
dalam melawan narkoba untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba 2015,
jangan sampai intruksi dan pesan antinarkoba tersebut hanya menjadi
untaian kata yang manis nan mulia namun tanpa makna," pungkasnya.

Sebelumnya Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menjelaskan,
presiden memiliki kewenangan dalam memberikan grasi dan rehabilitasi
sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 14 Ayat 1.

Sementara itu, sebelum memberikan grasi terlebih dulu presiden
mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA), disamping itu juga
jajaran Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam),
diantaranya Menkumhan, Jaksa Agung, dan Menkopolhukam,

"Presiden sebelum memberikan grasi juga telah mempertimbangkan HAM dan
sisi konstitusional beliau berdasarkan kewenangan presiden dalam UUD.
Selain itu juga mempertimbangkan dari sisi kemanusiaan," kata Julian,
Jumat, (12/10), di Kompleks Kepresidenan Jakarta.

Dikatakan, yang perlu dilihat, bahwa meski hukumannya diringankan
namun yang bersangkutan tidak berarti bebas, tetap berada di dalam
penjara seumur hidupnya.

Ini bahkan lebih berat dibanding hukuman 20 tahun penjara yang di
dalam aturannya dinyatakan sebagai masa hukuman paling lama.

"Karena yang bersangkutan sudah mengakui perbuatanya, mengaku
bersalah, dan mengajukan grasi kepada presiden. Karena itu presiden
kemudian memberikan grasi atas

pertimbangan tersebut," kata Julian.

Pada bagian lain, Julian mengatakan, presiden juga memperhatikan
banyak Warga Negara Indonesia (WNI) diluar negeri yang sedang
menghadapi vonis hukuman mati.

"Sekarang telah dan sedang diupayakan pengurangan hukuman. Dari
hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup kepada saudara-saudara kita
yang saat ini menghadapi vonis hukuman mati di negara-negara
tertentu," ujarnya. (R Zein/AKS)

KPK Didesak Segera Proses Kasus Hambalang dan Century

The show must go on, pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus
tetap jalan.

Pascapidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait kisruh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus Kepolisian RI (Polri), kedua
lembaga penegakan hukum itu didesak untuk segera mengimplementasikan
tugas-tugasnya masing-masing dengan baik.

"Jadi pidato presiden tak sekedar sebagai angin segar saja. The show
must go on, pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus tetap
jalan. Masih banyak PR menunggu, kasus Hambalang, Wisma Atlet dan
Century sudah menunggu, jangan membuang energi untuk perkara yang
kurang urgen," kata anggota Komisi III dari PKS, Aboebakar Al-Habsyi,
di Jakarta, hari ini.

Aboebakar mengatakan, pihaknya bersyukur karena pidato presiden telah
berhasil menjembatani komunikasi antara KPK dan Polri.

Di sisi lain, menurut dia, semua pihak perlu mengapresiasi sikap
Kapolri yang legowo atas berbagai solusi yang didorong Presiden di
pidatonya.

"Ini menunjukkan sikap kenegarawanan beliau (Kapolri)," kata Aboebakar
yang akrab disapa Habib itu.

Habib mengatakan dirinya mendorong para komisioner KPK tak lagi
terlalu mengedepankan publisitas media di tengah proses penegakan
hukum, sebagaimana pernah dijanjikan ketua KPK Abraham saat fit and
proper test di Komisi III DPR.

Secara khusus, dia mengkritik statemen Abraham sebelumnya bahwa KPK
tidak memerlukan political will dari DPR dan Presiden.

"Sekarang ternyata akhirnya KPK juga meminta presiden turun gunung.
Janganlah itu sampai terluang lagi, itu bukan statemen seorang
negarawan, karena berpotensi membuat disharmonisasi hubungan antar
lembaga, sungguh itu tidak baik," tandasnya.

Presiden Beri Grasi Bandar Narkoba Politisi PKS Kecewa Berat

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar Alhabsy mengecam
sikap Presiden SBY yang memberikan grasi kepada dua bandar narkoba.

Pernyataan Aboebakar ini terkait Keputusan Presiden (Keppres) Nomor
7/G/2012 yang ditandatangani Presiden pada 25 Januari 2012, mengubah
hukuman Deni salah seorang bandar narkoba menjadi hukuman seumur
hidup.

Dan pada 26 September 2011, Presiden juga mengeluarkan Keppres Nomor
35/G/2011 yang mengubah hukuman bandar narkoba yang lain, Merika
Pranola alias Ola dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.

"Terus terang saya sangat terkejut mendengar presiden mengeluarkan
grasi lagi untuk para pengedar narkoba, kali ini untuk Deni Setia
Maharwan dan Merika Pranola. Apalagi sebelumnya MA juga membatalkan
vonis mati beberapa gembong narkoba. Sungguh saya tak habis pikir,
gimana bisa terjadi yudikatif dan eksekutifnya setali tiga uang soal
narkoba, gimana nanti nasib anak bangsa ini 10 tahun ke depan," kecam
Aboebakar, Sabtu (13/10/2012).

"Saya tak paham cara pandang bagaimana yang digunakan sehingga kita begitu
permisif dengan narkoba. Padahal, BNN sudah merilis data, bahwa
rata-rata sekitar 50 orang meninggal karena narkoba setiap harinya,"
tegasnya.

Tak hanya itu, katanya lagi, sebanyak 4,2 juta penduduk Indonesia
merupakan pengguna obat terlarang tersebut. Indonesia, imbuh
Aboebakar, sudah sedemikian darurat narkoba.

"Lantas kenapa kita malah permisif. Mungkin mereka juga lupa
trickle-down effect dari pengaruh narkoba, seorang yang mengkonsumsi
narkoba tidak hanya membahayakan dirinya, namun juga keluarga dan
orang lain yang ada di sekitar mereka. Tentu kita masih ingat
Afriliyani Susanti yang menabrak 12 orang karena sedang nyabu, atau
kejadian kemarin, Novi yang menabrak 7 orang
lantaran mengkonsumsi narkoba saat nyetir," paparnya.

"Saya kira itu bukti nyata bahwa pecandu narkoba akhirnya menjadi
ancaman bagi orang disekitarnya. Saya berharap presiden tak lupa
dengan enam instruksinya soal narkoba yang disampaikan dalam pidato
menyambut hari anti narkoba internasional pada 26 Juni 2011, demikian
pula tujuh pesan anti narkoba wakil presiden dalam pidato hari anti
narkoba 26 Juni 2012," tambahnya.

Ditegaskan, perlunya kesungguhan, integritas dan kerja keras semua pihak
dalam melawan narkoba untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba 2015.
Jangan sampai intruksi dan pesan antinarkoba tersebut hanya menjadi
untaian kata yang manis nan mulia namun tanpa makna.

Politisi PKS: Hakim MA Offside!

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Habib Aboe Bakar Al Habsyi,
menilai offside hakim Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis mati
gembong narkoba.

Off side adalah istilah dalam sepakbola ketika seorang pemain
melakukan pelanggaran dengan cara lebih dulu masuk mendekati garis
gawang lawan di banding posisi pemain lawan.

"Sebenarnya putusan MA telah offside karena menyatakan bahwa hukuman
mati bertentangan dengan konstitusi, ini seharusnya kewenangan MK
(Mahkamah Konstitusi) bukan kewenangan MA," kata Aboe Bakar di gedung
DPR RI Jakarta, Kamis (11/10/2012).

Dijelaskan, hakim MA tidak memiliki kewenangan untuk menafsirkan
sebuah hukum bertentangan ataukah tidak dengan konstitusi. "Saya lihat
para hakim MA semakin permisif dengan persoalan narkoba, seolah ini
persoalan biasa saja, padahal ini menyangkut jutaan nasib generasi
muda Indonesia," kata dia.

Lanjut Aboe Bakar para hakim yang duduk di sana sepertinya telah
mengabaikan jumlah korban narboba yang mencapai 3,8 juta pecandu,
serta puluhan juta orang yang menjadi potencial victim lainnya.

"Saya minta kepala BNN untuk melakukan sosialisasi kepada para hakim
soal bahaya narkoba, biar nanti tidak disalahpahami betapa
mengerikannya ancaman dari narkoba ini," katanya.

Dalam beberapa hari terakhir MA membatalkan vonis mati 3 gembong narkoba.
Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid sebelumnya dikenal
sebagai bagian dari sinfikat gembong narkoba internasional.

Deni dibekuk di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta 12 Januari 2012 sebelum
hendak menyelundupkan narkoba ke London.

Menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Tangerang 22 Agustus 2012,
Deni divonis hukuman mati yang dikuatkan dengan putusan kasasi MA yang
dijatuhkan pada 18 April 2001.

Namun Deni mengajukan Peninjauan Kembali ke MA untuk meminta hukuman
matinya dibatalkan. MA pun mengabulkan PK-nya. Sebelumnya MA juga
telah membatalkan hukuman mati bagi pemilik pabrik ekstasi Hengky
Kurniawan.

Pemilik pabrik ekstasi Hengky Kurniawan ditangkap 23 Mei 2006 lalu di
Surabaya. Hengky dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh PN Surabaya.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman
jadi 18 tahun penjara.

Di tingkat kasasi hukuman jadi hukuman mati namun MA menganulir dan
mengubah hukuman mati Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Gedung Baru KPK Diharap Jadi 'Doping'

Alokasi anggaran untuk pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan
Korupsi didesak untuk segera direalisasikan. Pasalnya, gedung baru
dinilai merupakan kebutuhan mendesak bagi KPK.

Desakan itu disampaikan Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aboe Bakar Al Habsy, di
Jakarta, Jumat (12/10/2012).

Sebelumnya diberitakan, Komisi III DPR akhirnya memutuskan mencabut
tanda bintang anggaran pembangunan gedung baru KPK. Keputusan itu
diambil dalam rapat internal setelah Komisi III mendengar kembali
keluhan KPK dalam rapat kerja. Semua fraksi di Komisi III sepakat
untuk mencabut tanda bintang di anggaran pembangunan gedung baru KPK.

Dalam rapat membahas rencana kerja dan anggaran 2013 di Komisi III,
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengajukan anggaran untuk KPK sebesar Rp
698,7 miliar, termasuk untuk pembangunan gedung baru.

Aboe Bakar mengatakan, setelah disetujui Komisi III, alokasi anggaran
pembangunan masih akan dibahas di Badan Anggaran DPR. Jika disetujui,
maka anggaran akan dialokasikan untuk tahun 2013.

Aboe Bakar menambahkan, pihaknya berharap gedung baru nantinya bisa
menjadi "doping" bagi KPK untuk menuntaskan berbagai kasus korupsi
besar, seperti proyek Hambalang, wisma atlet SEA Games, dan dana
talangan bagi Bank Century.

"Untuk mendukung penindakan kasus korupsi, kami juga mendukung
perimbangan anggaran untuk kepolisian dan kejaksaan. Nantinya anggaran
penyelidikan, penyidikan, dan penuntuan semuanya sama, baik di KPK,
Kejaksaan, maupun Polri. Saya kira ini entry point penting untuk
mempercepat pemberantasan korupsi," pungkas Aboe Bakar.

Seperti diberitakan, KPK sudah berkali-kali mengajukan pencabutan
tanda bintang kepada Komisi III lantaran kondisi gedung baru KPK di
daerah Kuningan, Jakarta Selatan, tak lagi memadai. Dampaknya, KPK
sulit menambah sumber daya manusia, khususnya penyidik, dan tak ada
lagi ruang untuk menyimpan dokumen.

Akibat pemberian tanda bintang, Kementerian Keuangan tidak bisa
mengucurkan anggaran untuk gedung baru KPK. Berbagai alasan dipakai
para politisi Komisi III untuk menahan-nahan pengucuran dana.

Mereka meminta KPK mencari terlebih dulu gedung milik negara yang tak
terpakai. Menteri Keuangan Agus Martowardojo sudah memastikan tidak
ada gedung negara yang bisa dipakai KPK.

Ada pula yang memakai alasan KPK lembaga ad hock sehingga tak perlu
memiliki gedung baru. Alasan lainnya, agar melakukan penghematan, KPK
menunjukkan kinerja terlebih dulu; dan berbagai alasan lain.

SBY, Abraham Samad dan Timur Pradopo Diingatkan, The Show Must Go On

Lewat pidato yang disampaikan Senin malam (8/10), Presiden SBY telah
berhasil menjembatani komunikasi antara Komisi Pemberantasan korupsi
(KPK) dan Polri, sebagaimana diharapkan publik.

"Saya rasa apa yang disampaikan presiden sudah tepat, sebagai penegak
hukum komisioner, KPK jangan terlalu mengedepankan publisitas media di
tengah due process of law, itu dulu kan juga janji Abraham saat fit
and proper test, semoga saja tak lupa. Apalagi (Abraham) mengumbar
statemen tidak memerlukan political will dari DPR dan Presiden, nah
sekarang ternyata akhirnya juga meminta presiden turun gunung," kata
anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Aboebakar Alhabsy, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu
(Selasa, 9/10).

Menurut Abobekar, pernyataan Abraham seperti itu bukan cermin seorang
negarawan, karena berpotensi membuat disharmonisasi hubungan antar
lembaga. Aboebakar pun berharap, apa yang dicapai oleh KPK dan Polri
saat ini, serta apa yang disampaikan oleh Presiden SBY, akan segera
dapat diimplementasikan,

"Jadi tak sekedar sebagai angin segar saja. The show must go on,
pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus tetap jalan, masih
banyak PR menunggu, kasus hambalang, Wisma Atlet dan Century sudah
menunggu, jangan membuang energi untuk perkara yang kurang urgen,"
tegas Aboebakar.

Aboebakar pun mengapresiasi sikap tegas SBY untuk menghentikan
pembahasan RUU KPK. Dan tentu saja, sebagai Ketua Dewan Pembina
Demokrat, sikap tegas SBY ini semoga diikuti oleh langkah Fraksi
Demokrat di DPR.

"Kita juga perlu mengapresiasi sikap Kapolri yang legowo atas berbagai
solusi yg dicapai, ini menunjukkan sikap kenegarawanan beliau,"
demikian Abuebakar.

Aleg PKS Kecam Pembatalan Hukuman Mati Gembong Narkoba

Anggota Komisi III DPR RI dari PKS, Aboe Bakar Al Habsy mengecam
putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan
kasasi MA sendiri terkait hukuman mati terhadap gembong narkoba
jaringan internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid
dengan dalih bertentangan konstitusi dan melanggar HAM.

"Saya lihat para hakim MA semakin permisif dengan persoalan narkoba,
seolah ini persoalan biasa saja, padahal ini menyangkut jutaan nasib
generasi muda Indonesia. Para hakim yang duduk disana sepertinya telah
mengabaikan jumlah korban narboba yang mencapat 3,8 juta pecandu,
serta puluhan juta orang yang menjadi potencial victim lainnya," kata
Aboe Bakar di Jakarta, Kamis (11/10).

"Sebenarnya putusan MA telah offside karena menyatakan bahwa hukuman
mati bertentangan dengan konstitusi, ini seharusnya kewenangan MK,
bukan kewenangan MA. Hakim MA tidak memiliki kewenangan untuk
menafsirkan sebuah hukum bertentangan ataukah tidak dengan
konstitusi," tambah Aboe Bakar.

Ia menilai, putusan MA juga tidak konsisten dalam bersikap soal
hukuman mati. "MA dengan tegas menghukum mati Kolonel M Irfan
Djumroni, Amrozi, Imam Samudera, dan Muklas. Namun saat memutus 3
gembong narkoba dikatakan hukuman mati bertentangan dengan konstitusi
dan HAM.
Ini kan berarti tidak ada equality before the law. Buat para gembong
narkoba hukuman mati dikatakan inkonstitusional namun buat yang lain
tidak," kata politisi PKS itu.

Oleh karena itu, ia meminta Komisi Yudisial segera bersikap. "Saya
minta KY tidak diam saja, mereka harus mebjalankan tugasnya, harus
dilakukan kajian atas persoalan ini. Bagaimanapun masyarakat melihat
banyak keganjilan atas putusan-putusan MA untuk para gembong narkoba
ini, jangan sampai KY hanya sebagai penonton saja," ujarnya.

Kedepannya, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga lebih aktif
mensosialisasikan bahaya narkoba kepada hakim-hakim.

"Saya minta kepala BNN untuk melakukan sosialisasi kepada para hakim
soal bahaya narkoba, biar nanti tidak disalahpahami betapa
mengerikannya ancaman dari narkoba ini," pungkas Aboe Bakar.

Dari situs MA, dilansir, MA membatalkan vonis mati kepada gembong
narkoba sindikat internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed
Majid yang sebelumnya melalui putusan kasasi MA, dihukum mati.

"Mengabulkan permohonan PK Deni berupa perubahan dari pidana mati yang
dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," begitu isi
dari website MA.

Deni divonis mati oleh MA tanggal 18 April 2001 yang memperkuat
putusan PN Tangerang tanggal 22 Agustus 2000 karena ditemukan 3 kg
kokain dan 3,5 kg heroin di dalam tasnya saat hendak menyelundukan
barang haram tersebut ke London pada 12 Januari 2000 sesaat sebelum
berangkat dengan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara Soekarno-Hatta.

Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika
Franola dan Rani Andriani. Pembatalan vonis mati oleh MA ini menyusul
adanya keringanan menjadi hukuman seumur hidup kepada Meirika Franola.

MA juga pernah membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria Hillary K
Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin dan mengubah hukumannya menjadi
penjara 12 tahun.

MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati
menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.

Aboe Bakar Al Habsyi Serukan Untuk Membatalkan & Menolak RUU Kamnas

Polemik mengenai Rancangan Undang Undang Kemanan Nasional (RUU Kamnas)
harus disudahi dengan membatalkan pembahasan regulasi tersebut. Hal
ini sebagaimana yang diutarakan Anggota Pansus RUU Kamnas, Aboe Bakar
Al Habsyi anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan
Sejatera (FPKS).

Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers,
dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila
pembahasannya dibatalkan saja", ujar dalam pesan elektronik yang
diterima sorotnews.com, Kamis (4/10/2012).

Politisi PKS itu-pun mengakui bahwa banyak klausul dalam RUU Kamnas
tersebut yang dapat mengancam kehidupan berdemokrasi. Seperti
mengekang kebebasan pers, dan lain-lain.
"Banyak persoalan yang timbul dari konten RUU itu sendiri,
pasal-pasalnya dinilai membahayakan demokrasi, lebih bernuansa
sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers", ungkapnya.

Jadi, lanjut Aboe, kesan muncul dalam RUU Kamnas itu justru membuat
Indonesia mengalami kemunduran. Padahal, imbuhnya, cost social dan
politik untuk menuju menjadi Negara yang demokratis paska reformasi
tahun 1998 sangat mahal.

"Misalkan saja ada pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan masal,
diskonsepsional legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman
tidak bersenjata, ini kan membahayakan iklim demokrasi di Indonesia",
tuturnya.

Bahkan, pada pelaku media, RUU Kamnas itu juga berpotensi menjadi
sasaran objek ancaman. "Ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi
dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini", jelasnya.



Demikian juga pada persoalan penegakan hukum, RUU Kamnas ini memiliki
potensi terjadinya overlapping kewenangan antara TNI dan Polri.
Kuatnya sekuritiasi Kamnas yang mengembalikan peran dan kewenangan
militer pada orde baru, seperti kewenangan menangkap, menyadap dan
lain sebagainya. Selain itu banyak grey area dalam RUU ini. Akibatnya,
bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum.

"Penerjemahan atas adanya bahanya atau ancaman terhadap keamanan
nasional akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa yang
berkuasa", tukasnya.

Aboe mengusulkan, untuk menjaga stabilitas kemanan nasional,
pemerintah cukup mempertahankan regulasi yang sudah ada.

"Saya rasa UU No 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif demokrasi,
dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional", pungkas
Aboe Bakar Al Habsyi.

DPR Minta KY Sikapi Pembatalan Vonis Mati Bos Narkoba

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK)
sekaligus membatalkan kasasi terkait hukuman mati terhadap gembong
narkoba internasional, Deni Setia Maharwa. Putusan itu mendapat reaksi
dari sejumlah kalangan, termasuk anggota Komisi Hukum DPR Aboe Bakar
Al-Habsy. Ia menilai putusan tersebut menyalahi aturan.

"Saya lihat para hakim MA semakin permisif dengan persoalan narkoba,
seolah ini persoalan biasa saja, padahal ini menyangkut jutaan nasib
generasi muda Indonesia," kata Aboe di Kompleks Parlemen, Jakarta,
Kamis (11/10).

Putusan MA dianggap keluar konteks karena menyatakan hukuman mati
bertentangan dengan konstitusi. Menurut Aboe, undang-undang kan ranah
Mahkamah Kontitusi.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga menilai putusan MA tidak
konsisten dalam soal hukuman mati. Karena itu Aboe meminta agar Komisi
Yudisial segera bersikap.

"MA dengan tegas menghukum mati Kolonel M Irfan Djumroni, Amrozi, Imam
Samudera, dan Muklas. Namun saat memutus 3 gembong narkoba dikatakan
hukuman mati bertentangan dengan konstitusi dan HAM. Ini kan berarti
tidak ada equality before the law," keluh Aboe.

Ia pun menyarankan agar Badan Narkotika Nasional (BNN) juga lebih
aktif mensosialisasikan bahaya narkoba kepada para hakim.

Dari situs MA, dilansir, MA membatalkan vonis mati kepada gembong
narkoba sindikat internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed
Majid yang sebelumnya melalui putusan kasasi MA, dihukum mati.

"Mengabulkan permohonan PK Deni berupa perubahan dari pidana mati yang
dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," begitu isi
dari website MA.

Deni divonis mati oleh MA tanggal 18 April 2001 sekaligus memperkuat
putusan PN Tangerang tanggal 22 Agustus 2000. Deni dinyatakan bersalah
terkait kepemilikan 3 kg kokain dan 3,5 kg heroin. Barang haram itu
ditemukan di dalam tas Deni saat hendak terbang ke London pada 12
Januari 2000 menggunakan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara
Soekarno-Hatta.

Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika
Franola dan Rani Andriani.

Pembatalan vonis mati oleh MA ini menyusul adanya keringanan hukuman
terhadap Meirika Franola dari semula vonis mati menjadi hukuman seumur
hidup.

Sebelumnya MA juga pernah membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria,
Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin. Chimezie akhirnya
hanya dihukum penjara selama 12 tahun. MA juga membebaskan pemilik
pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15
tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.

PKS Berharap Pidato SBY tak Sekadar Angin Segar

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai pidato Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono semalam membangkitkan kembali harapan rakyat. Apa yang
disampaikan Presiden SBY sudah tepat.

"Saya rasa inilah sebenarnya yang ditunggu rakyat, kehadiran pemimpin
saat mereka membutuhkan. Alhamdulillah Presiden telah berhasil
menjembatani komunikasi antara KPK dan Polri. Ini telah lama
diharapkan publik," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe
Bakar Alhabsy kepada metrotvnews.com, Selasa (9/10).

PKS mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo yang
legowo atas berbagai solusi yang dibuat SBY. Sikap Kapolri menunjukan
kenegerawanan. "Apa yang disampaikan Presiden sudah tepat," kata Aboe.

Ia meminta para komisioner KPK tak lagi mengedepankan publisitas media
di tengah due process of law. Apalagi, janji tersebut pernah
disampaikan Ketua KPK Abraham Samad.

"Apalagi mengumbar statemen tidak memerlukan political will dari DPR
dan Presiden. Nah sekarang ternyata akhirnya juga meminta Presiden
turun gunung. Janganlah itu sampai terulang lagi. Itu bukan statemen
seorang negarawan, karena berpotensi membuat disharmoni hubungan
antar-lembaga, sungguh itu tidak baik," kata Aboe.

Ia berharap apa yang dicapai oleh KPK dan Polri hari ini serta apa
yang disampaikan oleh Presiden akan segera dapat diimplementasikan.
Tak sekadar sebagai angin segar saja.

"The show must go on, pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus
tetap jalan, masih banyak pekerjaan rumah menunggu, kasus Hambalang,
Wisma Atlet dan Bank Century sudah menunggu, jangan membuang energi
untuk perkara yang kurang urgen," cetus Aboe.

Terkait pendapat SBY bahwa revisi Undang-Undang KPK belum tepat
dilakukan saat ini, Aboe berharap pernyataan Ketua Dewan Pembina
Partai Demokrat itu diikuti fraksinya

PKS Dorong Anggaran Gedung KPK Segera Disetujui

Saat rapat internal dengan agenda pembahasan Penyempurnaan RKAK-L
tahun anggaran 2013 mitra kerja komisi III, Kamis malam (11/10 2012),
di ruang rapat Komisi III. Ketua Poksi III Frkasi Partai Keadilan
Sejahtera, Aboebakar Al-Habsyi menyampaikan pandangan fraksi
berkaitan dengan RKAK-L mitra kerja Komisi III DPR.

"Setelah menerima berbagai masukan dari masyrakat, Fraksi PKS
melihatperlunya penyediaan gedung untuk kebutuhan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK)," ujarnya dalam pesan elektronik yang
diterima SOROTnews.com, Kamis malam (11/10/2012).

Menurut Aboebakar, Hal ini tak lain adalah untuk menunjang kinerja dan
kebutuhan mitra kerja Komisi III DPR agar dapat menjalankan tugasnya
secara maksimal. "Oleh karenanya Fraksi PKS menyetujui dan mendorong
pengalokasian anggaran gedung untuk KPK pada tahun anggaran 2013,"
tegasnya.
Lebih jauh, pria yang akrab dipanggil Habib ini, menyatakan, alasan
tersebut didasarkan pada laporan yang diterima PKS bahwa hingga saat
ini KPK tidak menemukan gedung yang dimiliki pemerintah yang tidak
terpakai, "Jadi ya harus segera dianggarkan agar KPK dapat menjalankan
tugasnya dengan baik," tambahnya.

"Kita minta supaya tanda bintang untuk anggaran gedung KPK bisa
dihilangkan. Kami berharap ini bisa diproses sebagaimana ketentuan
yang berlaku, agar keluhan KPK soal keterbatasan gedung bisa dipenuhi.
Saya berharap ini bisa jadi dopping buat teman-teman di Kuningan untuk
menuntaskan mega skandal yang ada. Persoalan Hambalang, Wisma Atlet
dan Century harus segera dituntaskan," demikian Aboebakar.

Penyetaraan Anggaran Tak Akan Selesaikan Masalah di Kepolisian-Kejaksaan

Penyetaraan alokasi anggaran penanganan kasus korupsi di kepolisian
dan kejaksaan dengan alokasi anggaran di Komisi Pemberantasan Korupsi
dinilai tidak serta-merta menyelesaikan persoalan yang ada di
kepolisian dan kejaksaan.

Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi III DPR Aboe
Bakar Al Habsy mengatakan, perlu diingat bahwa struktur dan beban
kerja antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK berbeda. KPK, kata dia,
cuma berada di Jakarta dengan jumlah pegawai hanya sekitar 730 orang.
Beban kerja KPK hanya terkait penanganan korupsi.

Adapun kepolisian, lanjut Aboe Bakar, juga harus menangani kasus
pidana lain selain korupsi. Selain itu, Polri bertanggung jawab
terhadap keamanan sehingga sangat kompleks. Begitu pula dengan
kejaksaan, selain menangani penuntutan semua perkara, jaksa juga harus
menjadi pengacara negara.

"Serta harus mengelola 20.000 pegawai mulai dari tingkat pusat sampai
daerah. Jadi, memang persoalan di internal kejaksaan dan kepolisian
lebih kompleks dari KPK. Jadi penyertaan anggaran tidak serta-merta
akan menyelesaikan persoalan," kata Aboe Bakar ketika dihubungi dari
Surabaya, Sabtu (13/10/2012).

Dia menambahkan, penambahan anggaran itu hanya untuk mengurangi beban
kerja kedua institusi itu. "Oleh karena itu, masih banyak aspek yang
harus dibenahi dari kejaksaan dan kepolisian," kata Aboe Bakar.

Lebih produktif

Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari
mengatakan, meski gaji penyidik maupun anggaran penanganan kasus jauh
lebih kecil dibanding KPK, kejaksaan dan kepolisian lebih produktif
dalam penanganan kasus korupsi. Tahun 2010 saja, kata dia, kejaksaan
mampu mengusut 2.000 kasus dan kepolisian 500 kasus. Adapun KPK hanya
sekitar 80.

"Demikian juga soal kemampuan mengembalikan harta. Ternyata yang
tertinggi kejaksaan. Produktivitas KPK tidak sebanding walaupun ongkos
KPK jauh di atas kepolisian dan kejaksaan. Itu karena KPK tidak ada di
daerah," kata Eva di sela-sela Rakernas PDI-P di Surabaya.

Seperti diberitakan, saat rapat dengan Komisi III pada Kamis siang,
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, KPK mengajukan anggaran sekitar
Rp 8 miliar untuk biaya penyelidikan dan penyidikan pada 2013.
Anggaran itu rencananya untuk mengusut 70 kasus korupsi.

Pihak Polri kerap mengeluh minimnya anggaran penanganan kasus. Di
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, anggaran operasional penyidikan
hanya sebesar Rp 37 juta per kasus. Akhirnya, Komisi III DPR setuju
untuk menyetarakan anggaran penanganan kasus di tiga institusi penegak
hukum itu.

Pidato Presiden Jangan Hanya Jadi Angin Segar

Jajaran Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus
mengimplementasikan solusi yang telah disampaikan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dalam menyelesaikan konflik antara Polri dan KPK.
Konflik berkepanjangan kedua institusi itu harus segera diakhiri agar
tidak mengganggu agenda pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di
Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy dan anggota Komisi III DPR dari
Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, secara terpisah di
Jakarta, Selasa (9/10/2012).

"Apa yang telah dicapai oleh KPK dan Polri serta disampaikan oleh
Presiden harus segera diimplementasikan. Jadi, tidak sekadar sebagai
angin segar," kata Aboe Bakar.

Aboe Bakar mengatakan, KPK harus menuntaskan pekerjaan rumahnya,
menangani berbagai kasus besar seperti bailout Bank Century, dugaan
korupsi proyek Hambalang, dan wisma atlet SEA Games. Menurutnya, KPK
jangan membuang energi untuk hal-hal yang kurang penting.

Didi menilai pernyataan Presiden sudah jelas, tegas, dan memberi
solusi mengatasi kebuntutan dalam hubungan antara KPK dan Polri.
Dengan demikian, pernyataan itu harus diimplementasikan dengan
sebaik-baiknya.

Didi dan Aboe Bakar juga mengapresiasi sikap lapang dada Kepala Polri
Jenderal (Pol) Timur Pradopo dalam penyelesaian konflik. Aboe Bakar
menilai Timur Pradopo telah menunjukkan sikap negarawan.

"Selama ini Kapolri juga telah memiliki peran besar bagi KPK," kata Didi.

Seperti diberitakan, Presiden memerintahkan Polri untuk menyerahkan
penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator di Korps Lalu Lintas
Polri sepenuhnya kepada KPK. Keputusan itu diambil setelah Presiden
bertemu pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta
Kepala Polri pada Senin siang.

Kasus simulator yang menyeret perwira tinggi Polri, Inspektur Jenderal
Djoko Susilo, dan beberapa perwira Polri lain, menjadi pemicu konflik
antara KPK dan Polri. Sengketa kewenangan penyidikan terjadi ketika
KPK dan Polri sama-sama menetapkan tersangka tiga orang.

Pascaterungkapnya kasus simulator, Polri tidak memperpanjang masa
tugas 20 penyidik di KPK. Konflik semakin meruncing ketika kepolisian
hendak menangkap anggotanya yang bertugas di KPK, Komisaris Novel
Baswedan, dengan tuduhan melakukan penganiayaan berat pada 2004 silam.

Pidato Presiden Harus Segera Diimplementasikan

Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus
mengimplementasikan solusi yang telah disampaikan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dalam menyelesaikan konflik antara Polri dan KPK.
Konflik berkepanjangan kedua institusi itu harus segera diakhiri agar
tidak mengganggu agenda pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di
Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy dan anggota Komisi III DPR dari
Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, secara terpisah di
Jakarta, Selasa (9/10/2012).

"Apa yang telah dicapai oleh KPK dan Polri serta disampaikan oleh
Presiden harus segera diimplementasikan. Jadi, tidak sekadar sebagai
angin segar," kata Aboe Bakar.

Aboe Bakar mengatakan, KPK harus menuntaskan pekerjaan rumahnya,
menangani berbagai kasus besar seperti bailout Bank Century, dugaan
korupsi proyek Hambalang, dan wisma atlet SEA Games. Menurutnya, KPK
jangan membuang energi untuk hal-hal yang kurang penting.

Didi menilai pernyataan Presiden sudah jelas, tegas, dan memberi
solusi mengatasi kebuntutan dalam hubungan antara KPK dan Polri.
Dengan demikian, pernyataan itu harus diimplementasikan dengan
sebaik-baiknya.

Didi dan Aboe Bakar juga mengapresiasi sikap lapang dada Kepala Polri
Jenderal (Pol) Timur Pradopo dalam penyelesaian konflik. Aboe Bakar
menilai Timur Pradopo telah menunjukkan sikap negarawan.

"Selama ini Kapolri juga telah memiliki peran besar bagi KPK," kata Didi.

Seperti diberitakan, Presiden memerintahkan Polri untuk menyerahkan
penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator di Korps Lalu Lintas
Polri sepenuhnya kepada KPK. Keputusan itu diambil setelah Presiden
bertemu pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta
Kepala Polri pada Senin siang.

Kasus simulator yang menyeret perwira tinggi Polri, Inspektur Jenderal
Djoko Susilo, dan beberapa perwira Polri lain, menjadi pemicu konflik
antara KPK dan Polri. Sengketa kewenangan penyidikan terjadi ketika
KPK dan Polri sama-sama menetapkan tersangka tiga orang.

Pascaterungkapnya kasus simulator, Polri tidak memperpanjang masa
tugas 20 penyidik di KPK. Konflik semakin meruncing ketika kepolisian
hendak menangkap anggotanya yang bertugas di KPK, Komisaris Novel
Baswedan, dengan tuduhan melakukan penganiayaan berat pada 2004 silam.

Pembatalan vonis mati gembong narkoba tidak tepat

Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan
vonis mati terhadap gembong narkoba jaringan internasional Deni Setia
Maharwa alias Rapi Mohammed Majid, melalui putusan setelah diajukan
Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana dinilai tidak tepat.

"Sebenarnya putusan MA telah offside karena menyatakan bahwa hukuman
mati bertentangan dengan konstitusi, ini seharusnya kewenangan
Mahkamah Konstitusi (MK), bukan kewenangan MA. Hakim MA tidak memiliki
kewenangan untuk menafsirkan sebuah hukum bertentangan ataukah tidak
dengan konstitusi,"kata anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al-Habsy
di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Aboe Bakar juga menilai, MA tidak konsisten dengan putusannya.
Pasalnya, MA sudah menjatuhkan vonis berupa hukuman mati setelah
diajukan kasasi oleh terpidana. Namun membatalkannya dan menjadikan
Deni dipenjara seumur hidup setelah terpidana mengajukan Peninjauan
Kembali (PK).

Selain itu, tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, MA dengan
tegas menghukum mati Kolonel M Irfan Djumroni, Amrozi, Imam Samudera,
dan Muklas. Namun saat memutus 3 gembong narkoba dikatakan hukuman
mati bertentangan dengan konstitusi dan HAM.

"Ini kan berarti tidak ada equality before the law, buat para gembong
narkoba hukuman mati dikatakan inkonstitusional namun buat yang lain
tidak," kata Aboe Bakar. Ia menilai, para hakim MA semakin permisif
dengan persoalan narkoba, seolah ini persoalan biasa saja, padahal ini
menyangkut jutaan nasib generasi muda Indonesia.

"Para hakim yang duduk disana sepertinya telah mengabaikan jumlah
korban narboba yang mencapat 3,8 juta pecandu, serta puluhan juta
orang yang menjadi potencial victim lainnya," kata Aboe Bakar. Oleh
karena itu, ia meminta Komisi Yudisial segera bersikap.

"Saya minta KY tidak diam saja, mereka harus menjalankan tugasnya,
harus dilakukan kajian atas persoalan ini. Bagaimanapun masyarakat
melihat banyak keganjilan atas putusan-putusan MA untuk para gembong
narkoba ini. Jangan sampai KY hanya sebagai penonton saja," ujarnya.

Kedepannya, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga lebih aktif
mensosialisasikan bahaya narkoba kepada hakim-hakim. "Saya minta
kepala BNN untuk melakukan sosialisasi kepada para hakim soal bahaya
narkoba, biar nanti tidak disalahpahami betapa mengerikannya ancaman
dari narkoba ini," pungkas Aboe Bakar.

MA membatalkan vonis mati kepada gembong narkoba sindikat
internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid yang
sebelumnya melalui putusan kasasi MA, dihukum mati. "Mengabulkan
permohonan PK Deni berupa perubahan dari pidana mati yang dijatuhkan
kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," begitu isi dari
website MA.

MA menjatuhkan vonis mati terhadap Deni tanggal 18 April 2001 melalui
putusan kasasi. Putusan tersebut memperkuat putusan PN Tangerang
tanggal 22 Agustus 2000 karena ditemukan 3 kg kokain dan 3,5 kg heroin
di dalam tasnya saat hendak menyelundukan barang haram tersebut ke
London pada 12 Januari 2000 sesaat sebelum berangkat dengan pesawat
Cathay Pacific lewat Bandara Soekarno-Hatta.

Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika
Franola dan Rani Andriani. Pembatalan vonis mati setelah diajukan PK
oleh terpidada ini menyusul adanya keringanan menjadi hukuman seumur
hidup kepada Meirika Franola.

MA juga pernah membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria Hillary K
Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin dan mengubah hukumannya menjadi
penjara 12 tahun. MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan
dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus
2011 lalu.

MA Dinilai Semakin Permisif Sikapi Narkotika

Para hakim Mahkamah Agung (MA) dinilai semakin permisif terhadap
persoalan narkotika di Indonesia. Penilaian ini terkait pembatalan
hukuman mati terhadap sejumlah terpidana kasus narkotika. Padahal,
masalah narkotika menyangkut nasib jutaan generasi muda Indonesia.
Hal itu dikatakan Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aboe Bakar Al Habsy, di Jakarta,
Kamis (11/10/2012).

Aboe Bakar menilai, MA mengabaikan jumlah korban narkoba yang mencapai
3,8 juta jiwa serta puluhan juta orang yang berpotensi menjadi korban.
Dia berharap agar Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan sosialisasi
kepada para hakim MA perihal bahaya dan ancaman narkoba.

Aboe Bakar juga menilai, MA tidak konsisten menyikapi hukuman mati. MA
telah menghukum mati terpidana kasus terorisme Amrozi, Imam Samudera,
dan Muklas. Namun, kata dia, ketika memutus gembong narkoba, para
hakim MA memakai alasan hukuman mati bertentangan dengan konstitusi
dan hak asasi manusia.

"Ini berarti tidak ada equality before the law. Buat para gembong
narkoba hukuman mati dikatakan inkonstitusional, namun buat yang lain
tidak," kata Aboe Bakar.

Aboe Bakar berharap, Komisi Yudisial melakukan kajian atas pembatalan
para terpidana kasus narkotika. "Bagaimanapun, masyarakat melihat
banyak keganjilan atas putusan-putusan MA untuk para gembong narkoba
ini. Jangan sampai KY hanya sebagai penonton saja," pungkas dia.

Seperti diberitakan, MA membatalkan vonis mati beberapa terpidana
kasus narkoba. Terakhir, pembatalan itu diberikan kepada Deni Setia
Maharwa alias Rapi Mohammed Majid. Sebelumnya, Deni divonis mati oleh
MA atas kasus kepemilikan 3 kg kokain dan 3,5 kg heroin. MA lalu
menghukum dengan pidana penjara seumur hidup.

Sebelumnya, MA juga membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria
Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin. Hukuman diubah
menjadi penjara 12 tahun. Selain itu, putusan sama diberikan kepada
Hengky Gunawan. Hukuman diubah menjadi 15 tahun penjara.

Aboe Bakar: KPK Harus Diselamatkan, Polri Harus Dibersihkan

Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al-Habsy menyatakan sangat
menyayangkan insiden "upaya penjemputan paksa" penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kompol Novel Baswedan, Jumat (6/10), malam oleh
sejumlah aparat Polda Bengkulu dengan mengarahkan dua kompi aparat
Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.

Menurut Aboebakar, publik akan menganggap bahwa langkah Polri itu
adalah bentuk pembalasan terhadap KPK yang memeriksa tersangka korupsi
driving simulator SIM Korlantas, Irjen Djoko Susilo. "Pasti masyarakat
dengan cepat akan menyimpulkan bahwa terjadi kriminalisasi terhadap
penyidik KPK," kata Aboebakar, Sabtu (7/10).

Seperti diketahui, sejumlah anggota Polri berupaya menjemput Novel
yang dituduh terlibat pada kasus penembakan 2004 silam. Aksi itu
membuat suasana di KPK menjadi sangat tegang.

Aboebakar menilai, setidaknya tuduhan pada penyidik KPK akan
mengundang tanya, kenapa perkara delapan tahun lalu baru diungkit saat
ini. "Apalagi terjadi setelah yang bersangkutan memeriksa kasus
Simulator yang melibatkan petinggi Polri," kata Aboebakar.

Politisi PKS itu menambahkan, harusnya penegak hukum fokus pada bidang
tugasnya masing-masing dan harus didukung dengan pola koordinasi yang
baik.

"Jangan terlihat seperti Tom and Jerry di mata publik, itu tidak baik.
Saya masih berharap presiden bisa turun tangan dalam persoalan ini,"
ujarnya.

Ditambahkan, kedua lembaga itu (Polri-KPK) sama-sama penegak hukum
yang harus didukung penuh Presiden. "KPK harus diselamatkan, polisi
harus dibersihkan. Negara tanpa polisi apa jadinya, pasti kekacauan
dimana-mana, Indonesia tanpa KPK pasti akan semakin terpuruk karena
korupsi semakin merajalela."

Oleh karenanya, lanjut Aboebakar, kepala negara perlu memasalitasi
penyelesaian persoalan dua lembaga ini. "Jangan sampai ada kasus
cicak-buaya jilid kedua," tuntasnya.

Aboebakar : Semoga Abraham Samad Tidak Lupa Janjinya

KBRN, Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali diingatkan
untuk tidak terlalu mengedepankan publisitas media.

"Sebagai penegak hukum, komisioner KPK jangan terlalu mengedepankan
publisitas media di tengah due process of law, itu dulu kan juga janji
Abraham saat fit and proper test, semoga saja tak lupa," kata
Aboebakar, Selasa (9/10), di Jakarta.

Aboebakar menyatakan hal ini merespon sikap Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), yang mengharapkan hal yang sama.

"Apalagi mengumbar statemen tidak memerlukan political will dari DPR
dan presiden. Nah sekarang ternyata akhirnya juga meminta presiden
turun gunung. Janganlah itu sampai terulang lagi, itu bukan statemen
seorang negarawan, karena berpotensi membuat disharmonisasi hubungan
antar lembaga, sungguh itu tidak baik," terang Aboebakar.

Sementara itu, politisi PKS ini mengharapkan, apa yang disampaikan
Presiden SBY yang telah sesuai kesepahaman dicapai KPK dan Polri
segera dapat diimplementasikan. Dengan demikian keseluruhan sikap
Presiden yang disampaikan ke publik tidak sekedar angin segar semata.

Ditegaskan bahwa pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus tetap
jalan, 'The show must go on'.

"Masih banyak PR menunggu, kasus hambalang, wisma atlet, dan century
sudah menunggu, jangan membuang energi untuk perkara yang kurang
urgen," pungkasnya.

Sebelumnya dalam konferensi pers di Istana Negara, Senin (8/10)
malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat mengkritik KPK.

SBY menyatakan, di tengah realitas sulitnya memberantas korupsi saat
ini adalah harus meningkatkan intensitas pemberantasan korupsi dan
bukan mengendorkannya.

Dikatakan, di satu sisi berharap pada KPK untuk menjadi motor dalam
pemberantasan korupsi, di sisi lain juga berharap pada Polri dan
kejaksaan.

"Saya mendukung seluruh upaya KPK dan menolak untuk melemahkan KPK.
Harus dikatakan bahwa penyelesaian KPK saat ini kurang tepat ketimbang
bekerja sama di dalam. Menurut saya kritik itu perlu didengar, dan
jika didengar itu akan meningkatkan kerja KPK yang sudah baik saat
ini," tegas Presiden SBY.

Meski demikian SBY menyampaikan terimakasih pada KPK disertai harapan
agar seluruh penegak hukum bekerja dengan baik, tidak bekerja dengan
cara tidak sehat, atau bukan menghambat dan menutupi dalam upaya
menyelesaikan kasus korupsi.

"Banyak yang telah kita capai selama ini, marilah momentum sejarah ini
tidak kita sia-siakan," kata SBY. (R Zein-DS/BCS)

Jumat, 05 Oktober 2012

RUU Kamnas lebih baik dibatalkan

Sindonews.com - Legislator meminta Rancangan Undang-undang Keamanan
Nasional (RUU Kamnas) dihentikan. Pasalnya dapat membahayakan proses
demokrasi yang sudah dibangun sejak lengsernya rezim Orde Baru (Orba).

"Lebih baik bila pembahasannya dibatalkan saja," ujar anggota Panitia
Khusus RUU Kamnas Aboe Bakar Al-Habsy, di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Kamis (4/10/2012).

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pasal-pasal
dalam RUU tersebut berpotensi menghapus kebebasan pers, dan kebebasan
berpendapat.

"Kesan yang timbul kita akan kembali ke masa lalu, padahal cost sosial
dan politik di tahun 1998 sangat besar," tuturnya.

Pada persoalan penegakan hukum, lanjut angota Komisi III DPR ini,
berpotensi terjadi overlapping kewenangan antara Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan Polri.

"Kuatnya sekuritisasi Kamnas yang mengembalikan peran dan kewenangan
militer pada Orde Baru, seperti kewenangan menangkap, menyadap,"
pungkasnya.

UU No 3 Tahun 2002, imbuh Aboe Bakar, sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. Menurutnya lebih demokratis dan lebih menghargai
hak asasi manusia (HAM).

Dia menambahkan, RUU Kamnas belum dibutuhkan untuk saat ini. "Belum
ada kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional,"
pungkasnya.

RUU Keamanan Nasional Bernuansa Sekuritas

JAKARTA, (PRLM).- RUU Keamanan Nasional (Kamnas) yang mendapat
penolakan masyarakat mengandung pasal-pasal yang dinilai membahayakan
demokrasi. Bahkan RUU lebih bernuansa sekuritas dan berpotensi
memberangus kebebasan pers. Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR
Fraksi PKS, Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Kamis.

Dikatakan, banyak persoalan yang timbul dari konten RUU Kamnas. "Kesan
yang timbul kita akan kembali ke masa lalu, padahal cost sosial dan
politik di tahun 1998 sangat besar. Misalkan saja ada pasal yang
menyebutkan bahwa pemogokan masal, diskonsepsional legislasi, dan
ideologi menjadi bagian dari ancaman tidak bersenjata, ini kan
membahayakan iklim demokrasi di Indonesia," kritiknya anggota Pansus
RUU Kamnas ini.

Ia mengungkapkan, para pelaku media juga akan berpotensi menjadi
sasaran objek ancaman RUU Kamnas, ketika wartawan yang memiliki
kedekatan tinggi dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini.

"Pada persoalan penegakan hukum akan berpotensi terjadi overlapping
kewenangan antara TNI dan Polri. Kuatnya sekuritiasi Kamnas yang
mengembalikan peran dan kewenangan militer pada orde baru, seperti
kewenangan menangkap, menyadap dan lain sebagainya," ungkapnya.

Selain itu menurutnya, banyak pasal abu-abu dalam RUU Kamnas,
akibatnya bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan
hukum. Penerjemah atas adanya bahaya atau ancaman terhadap keamanan
nasional akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa yang
berkuasa. "Saya rasa UU Nomor 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur
persoalan pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif
demokrasi, dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya
belum ada kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan
Nasional," tegas Aboe Bakar lagi. (A-109/A-26)***

PKS: Sejumlah Pasal RUU Kamnas Bahayakan Demokrasi

Metrotvnews.com, Jakarta: Pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan
Nasional antara DPR dan pemerintah mengalami jalan buntu. Sejumlah
pasal dianggap membahayakan demokrasi, bernuansa pendekatan keamanan
dan berpotensi memberangus kebebasan pers.

"Lebih baik bila pembahasannya dibatalkan saja. Banyak persoalan yang
timbul dari isi RUU itu sendiri," kata anggota Panitia Khusus RUU
Kamnas dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Aboe Bakar Al-Habsy
kepada wartawan, Kamis (4/10).

Aboe mengatakan, dalam draft RUU inisiatif pemerintah itu timbul kesan
akan kembali ke era orde baru. Padahal, reformasi diperoleh dengan
biaya sosial dan politik yang besar pada 1998.

Anggota Komisi III DPR RI ini menyebutkan, ada pasal yang menerangkan
pemogokan masal tidak sesuai dengan undang-undang dan ideologi dan
dianggap sebagai ancaman. Hal ini membahayakan iklim demokrasi.

"Pada pelaku media juga akan berpotensi menjadi sasaran objek ancaman.
Di RUU Kamnas, ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi dengan
narasumber bisa dijerat dengan undang-undang ini," ujar Aboe.

Aboe menuturkan, ada juga pasal terkait penegakan hukum yang
berpotensi tumpang tindih antara kewenangan antara TNI dan Polri.
Belum lagi adanya wilayah abu-abu yang berpotensi adanya
penyalahgunaan wewenang.

"Kuatnya pendekatan keamanan pada RUU Kamnas akan mengembalikan peran
dan kewenanganmiliter pada orde baru, seperti kewenangan menangkap,
menyadap dan lain sebagainya," jelas Aboe.

Bagi Aboe, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sudah cukup
mengatur pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif
demokrasi, dan lebih menghargai hak asasi manusia. "Belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," kata
Aboe.(Andhini)

PKS: RUU Kamnas sebaiknya dibatalkan

JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang diajukan
pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat menuai polemik karena
dinilai justru membahayakan demokrasi. Menurut anggota Komisi III DPR
Fraksi PKS, Aboe Bakar Al Habsy, lebih baik pembahasan RUU Kamnas itu
dibatalkan.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKS ini, banyak persoalan yang
timbul dari konten RUU Kamnas. Pasal-pasal di dalamnya dinilai
membahayakan demokrasi, lebih bernuansa sekuritas dan berpotensi
memberangus kebebasan pers.

"Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers,
dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila
pembahasannya dibatalkan saja," ujar Aboe Bakar dalam rilis yang
diterima, Kamis (4/10).

Aboe Bakar mencontohkan, dalam RUU Kamnas ini ada pasal yang
menyebutkan bahwa pemogokan massal, diskonsepsional legislasi, dan
ideologi menjadi bagian dari ancaman tidak bersenjata. Menurutnya, hal
ini justru membahayakan iklim demokrasi di Indonesia. "Kesan yang
timbul kita akan kembali ke masa lalu, padahal cost sosial dan politik
di tahun 1998 sangat besar," katanya.

Anggota Panitia Khusus RUU Kamnas ini menambahkan, para pelaku media
juga akan berpotensi menjadi sasaran objek ancaman RUU Kamnas. Sebab,
ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi dengan narasumber bisa
dijerat dengan UU ini.

"Pada persoalan penegakan hukum akan berpotensi terjadi overlapping
kewenangan antara TNI dan Polri. Kuatnya sekuritisasi Kamnas yang
mengembalikan peran dan kewenangan militer pada orde baru, seperti
kewenangan menangkap, menyadap dan lain sebagainya," ungkapnya.

Selain itu, menurut Aboe Bakar, banyak area abu-abu dalam RUU Kamnas.
Akibatnya bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan
hukum. Penerjemah atas adanya bahaya atau ancaman terhadap keamanan
nasional akan bersifat sangat subjektif, tergantung siapa yang
berkuasa.

"Saya rasa UU Nomor 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berperspektif demokrasi,
dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," tegas
Aboe Bakar

PKS: Batalkan Saja Pembahasan RUU Kamnas

Jakarta Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang
diajukan pemerintah ke DPR menuai polemik karena dinilai justru
membahayakan demokrasi. Menurut anggota Komisi III DPR Fraksi PKS,
Aboe Bakar Al Habsy, lebih baik pembahasan RUU Kamnas dibatalkan.

"Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers,
dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila
pembahasannya dibatalkan saja," ujar Aboe Bakar dalam rilis yang
diterima, Kamis (4/10/2012).

Menurut Ketua DPP PKS ini, banyak persoalan yang timbul dari konten
RUU Kamnas. Pasal-pasal didalamnya dinilai membahayakan demokrasi,
lebih bernuansa sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers.

"Kesan yang timbul kita akan kembali ke masa lalu, padahal cost sosial
dan politik di tahun 1998 sangat besar. Misalkan saja ada pasal yang
menyebutkan bahwa pemogokan masal, diskonsepsional legislasi, dan
ideologi menjadi bagian dari ancaman tidak bersenjata, ini kan
membahayakan iklim demokrasi di Indonesia," kritiknya anggota Pansus
RUU Kamnas itu.

Ia mengungkapkan, para pelaku media juga akan berpotensi menjadi
sasaran objek ancaman RUU Kamnas, ketika wartawan yang memiliki
kedekatan tinggi dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini.

"Pada persoalan penegakan hukum akan berpotensi terjadi overlapping
kewenangan antara TNI dan Polri. Kuatnya sekuritiasi Kamnas yang
mengembalikan peran dan kewenangan militer pada orde baru, seperti
kewenangan menangkap, menyadap dan lain sebagainya," ungkapnya.

Selain itu menurutnya, banyak area abu-abu dalam RUU Kamnas, akibatnya
bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum.
Penerjemah atas adanya bahaya atau ancaman terhadap keamanan nasional
akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa yang berkuasa.

"Saya rasa UU Nomor 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif demokrasi,
dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," tegas
Aboe Bakar.

PRO2 PRO3 PRO4 VOI Fraksi PKS Enggan Bahas RUU Kamnas

KBRN, Jakarta : Anggota Panitia Khusus, (Pansus), Rancangan
Undang-Undang, (RUU), Keamanan Nasional, (Kamnas), dari Fraksi PKS
Aboebakar Al Habsy menyatakan, sebaiknya parlemen membatalkan
pembahasan RUU Kamnas.

"Banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers, dan LSM yang
berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila pembahasannya
dibatalkan saja," kata Aboebakar, Kamis, (4/9), di Jakarta.

Aboebakar menyoroti, banyak persoalan yang timbul dari konten RUU itu sendiri.

Pasal-pasalnya dinilai membahayakan demokrasi, lebih bernuansa
sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers.

"Sehingga kesan yang timbul, kita akan kembali ke masa lalu, padahal
cost sosial dan politik di tahun 1998 sangat besar. Misalkan saja ada
pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan masal, diskonsepsional
legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman tidak bersenjata,
ini kan membahayakan iklim demokrasi di Indonesia," kata Aboebakar.

Menurutnya, pelaku media juga akan berpotensi menjadi sasaran objek
ancaman RUU Kamnas. Ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi
dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini.

Pada persoalan penegakan hukum, lanjutnya, akan berpotensi terjadi
overlapping kewenangan antara TNI dan Polri.

"Kuatnya sekuritiasi Kamnas yang mengembalikan peran dan kewenangan
militer pada orde baru, seperti kewenangan menangkap, menyadap dan
lain sebagainya. Selain itu banyak grey area dalam RUU ini, akibatnya
bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum,"
kata Aboebakar.

Dikatakan, penerjemahan atas adanya bahanya atau ancaman terhadap
keamanan nasional akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa
yang berkuasa.

Adapun UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dinilai telah
cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara.

"UU yang ada tersebut lebih berprespektif demokrasi, dan lebih
menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada kebutuhan yang
mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," tegas Aboebakar yang
juga Ketua DPP PKS bidang Hukum dan Advokasi. (R Zein/ADR/BCS)
(Editor : Besty Simatupang)

Aboe Bakar Al Habsyi : Batalkan RUU Kamnas Sekarang Juga!

JAKARTA, SON– Polemik mengenai Rancangan Undang Undang Kemanan
Nasional (RUU Kamnas) harus disudahi dengan membatalkan pembahasan
regulasi tersebut.

"Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers,
dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila
pembahasannya dibatalkan saja," ujar Anggota Pansus RUU Kamnas, Aboe
Bakar Al Habsyi dalam pesan elektroniknya yang diterima SOROTnews.com,
Kamis (4/10/2012).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu-pun mengakui bahwa banyak
klausul dalam RUU Kamnas tersebut yang dapat mengancam kehidupan
berdemokrasi.

"Banyak persoalan yang timbul dari konten RUU itu sendiri,
pasal-pasalnya dinilai membahayakan demokrasi, lebih bernuansa
sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers," ungkap Aboe yang
juga Anggota Komisi III DPR-RI itu.

Jadi, lanjut Aboe, kesan muncul dalam RUU Kamnas itu justru membuat
Indonesia mengalami kemunduran. Padahal, imbuh Aboe, cost social dan
politik untuk menuju menjadi Negara yang demokratis paska 1998 sangat
mahal.

"Misalkan saja ada pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan masal,
diskonsepsional legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman
tidak bersenjata, ini kan membahayakan iklim demokrasi di Indonesia,"
tutur Aboe.

Bahkan, pada pelaku media, dijelaskan Aboe, RUU Kamnas itu juga
berpotensi menjadi sasaran objek ancaman. "Ketika wartawan yang
memiliki kedekatan tinggi dengan
narasumber bisa dijerat dengan UU ini," kata Aboe.

Demikian juga pada persoalan penegakan hokum, RUU Kamnas ini, kata
Aboe, memiliki potensi terjadinya overlapping kewenangan antara TNI
dan Polri. Kuatnya sekuritiasi Kamnas yang mengembalikan peran dan
kewenangan militer pada orde baru, seperti kewenangan menangkap,
menyadap dan lain sebagainya. Selain itu banyak grey area dalam RUU
ini. Akibatnya, menurut Aboe,bisa berpotensi mengakibatkan abuse of
power dalam penegakan hukum.

"Penerjemahan atas adanya bahanya atau ancaman terhadap keamanan
nasional akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa yang
berkuasa," tukas Aboe.

Untuk menjaga stabilitas kemanan nasional, Aboe mengusulkan,
pemerintah cukup mempertahankan regulasi yang sudah ada.

"Saya rasa UU No 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif demokrasi,
dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," pungkas
ABoe Bakar Al Habsyi. (Bowo Santoso)

Aboebakar: Batalkan Pembahasan RUU Kamnas

JAKARTA - Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Keamanan
Nasional (Pansus RUU Kamnas) DPR, Aboebakar Alhabsy, menyatakan bahwa
sebaiknya pembahasan RUU tersebut dibatalkan saja. Sebab, dia menilai
banyak persoalan di RUU Kamnas.

"Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers
dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila
pembahasannya dibatalkan saja," kata Aboebakar, Kamis (4/10).

Dijelaskan lagi, banyak persoalan yang timbul dari konten RUU itu
sendiri. Menurutnya, pasal-pasalnya dinilai membahayakan demokrasi,
lebih bernuansa sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers.

"Sehingga kesan yang timbul kita akan kembali ke masa lalu, padahal
cost sosial dan politik di tahun 1998 sangat besar," ungkapnya.

Dia menyontohkan, ada pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan masal
diskonsepsional legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman
tidak bersenjata. "Ini kan membahayakan iklim demokrasi di Indonesia,"
tegas politisi PKS itu.

Ia menambahkan, pada pelaku media juga akan berpotensi menjadi sasaran
objek ancaman RUU Kamnas. Menurutnya, ketika wartawan yang memiliki
kedekatan tinggi dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini.

"Pada persoalan penegakan hukum akan berpotensi terjadi overlapping
kewenangan antara TNI dan Polri," katanya.

Anggota Komisi III DPR itu menambahkan, kuatnya sekuritiasi Kamnas
yang mengembalikan peran dan kewenangan militer pada orde baru,
seperti kewenangan menangkap, menyadap dan lain sebagainya.

Selain itu banyak grey area dalam RUU ini, akibatnya bisa berpotensi
mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum. Penerjemahan atas
adanya bahanya atau ancaman terhadap keamanan nasional akan bersifat
sangat subyektif, tergantung siapa yang berkuasa.

"Saya rasa UU Nomor 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan
pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berprespektif demokrasi,
dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada
kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional,"
tuntasnya. (boy/jpnn)