This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 05 April 2012

Tak Perlu "Galau" Hadapi Uji Materi UU APBN-P 2012

JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai pihak tak perlu bereaksi berlebihan
atas langkah beberapa orang yang melakukan uji materi dan formal
Rancangan Undang-Undang APBN-P 2012 yang telah disahkan Dewan
Perwakilan Rakyat. Biarkan Mahkamah Konstitusi yang menafsirkan.

"Kita yakin MK akan arif menanggapi hal ini. Tak perlu galau-lah atas
persoalan itu. Bila ada something wrong di sana, ya nanti biar
dibatalkan oleh MK," kata Ketua DPP Bidang Advokasi Hukum dan HAM PKS
Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Rabu (4/4/2012).

Aboe Bakar mengingatkan putusan MK yang membatalkan Pasal 28 ayat (2)
UU Migas yang mengatur harga jual eceran BBM. Selain itu, lanjut dia,
Ketua MK saat itu Jimly Asshiddiqie juga pernah mengirimkan surat
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempertanyakan dasar hukum
Perpres Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran BBM Dalam
Negeri.

Perpres itu, kata Aboe Bakar, menetapkan harga BBM mengikuti mekanisme
pasar. "Perpres ini dianggap tidak mempertimbangkan putusan MK. Kita
sangat yakin MK masih seperti yang dulu," kata anggota Komisi III itu.

Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar menilai aneh langkah pakar hukum tata
negara Yusril Izha Mahendra yang sudah mengajukan gugatan uji materi
dan formal RUU APBN-P 2012 ke MK. Pasalnya, kata dia, RUU APBN-P itu
belum diserahkan oleh DPR ke Presiden untuk diundangkan.

"Dalam konteks ini, materi yang belum jelas dipaksa diajukan ke MK
hanya untuk kepentingan panggung politik. Jika keadaan pengajuan
seperti itu diteruskan, maka pengajuan RUU APBN-P 2012 itu ke MK bukan
murni masalah hukum lagi, melainkan sudah tercampur oleh kepentingan
politik yang sangat kental," ujar Marwan.

Seperti diberitakan, hal krusial yang dipermasalahkan dalam RUU APBN
2012 itu yakni Pasal 7 ayat 6a. Substansi ayat itu memungkinkan
pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada kenaikan atau
penurunan lebih dari 15 persen dari harga minyak mentah Indonesia
(ICP) rata-rata selama enam bulan. Ayat itu ditafsirkan banyak pihak
menyerahkan harga BBM bersubsidi pada mekanisme pasar.

PKS KOALISI DENGAN SBY

Skalanews - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar
Al-Habsy mengingatkan akad koalisi PKS adalah dengan SBY bukan dengan
Sekretariat Gabungan (Setgab), bukan PKS pula yang meminta namun PKS
dilamar oleh SBY.

"Nah, misalkan saja kalau anak anda dilamar seseorang kemudian
dilanjutkan akad nikah, beberapa waktu kemudian pembantu mantu anda
ini ngomong mau mentalak anak anda, apakah anda akan menanggapinya?
Kira-kira posisinya begitulah," ungkap Aboe Bakar kepada wartawan di
Jakarta, Rabu (4/4).

Dalam kasus itu, dia pun menerangkan ada dua kemungkinan, pertama
mungkin pembantu itu sedang cari muka atau cari perhatian, kedua
mungkin juga mantu anda ini tipe orang yang terima bersih, tak mau
kotor tangannya atau tak bertanggung jawab.

"Masak pas ngelamar berani ngomong langsung giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini kan gak tepat," tuturnya.

Aboe Bakar pun menerangkan ketimbang berspekulasi akan lebih baik jika
kita tunggu saja mantu anda sendiri yang berbicara. [Andrian
Gilang/Pay]

PKS Tunggu Sikap ‘Gentleman’ SBY

Aboe Bakar Alhabsy, Ketua DPP PKS

Agar jelas, dikeluarkan atau tidak dari koalisi
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak merasa dikeluarkan dari koalisi.

PKS menegaskan kontrak koalisi ditandatangani antara partai dan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bukan dengan Sekretariat
Gabungan (Setgab) yang muncul belakangan.

"Perlu diingat bahwa akad koalisi PKS adalah dengan SBY bukan dengan
Setgab," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Aboe Bakar Alhabsy,
di Jakarta, Rabu (4/4).

Perjanjian antara PKS dan SBY diibaratkan seperti proses pernikahan.
SBY melamar PKS untuk bergabung. Ketika sudah atap, SBY dan PKS
memiliki pembantu yakni Setgab.

"Misalkan saja kalau anak anda dilamar seseorang kemudian dilanjutkan
akad nikah, beberapa waktu kemudian pembantu dari menantu (SBY) anda
ini ngomong mau mentalak anak anda, apakah anda akan menanggapinya,
kira-kira posisinya begitulah," sindirnya.

Karena itu, PKS menunggu pernyataan langsung SBY terkait nasib PKS di
koalisi, diceraikan atau tidak. PKS ingin SBY gentleman. PKS tidak
terlalu memikirkan pernyataan Sekretaris Setgab Syarif Hasan yang
mengatakan saat ini anggota koalisi berjumlah lima partai politik.
Lima partai tersebut adalah Golongan Karya, Partai Demokrat, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat
Nasional. PKS tidak masuk koalisi.

"Masak pas ngelamar berani ngomong langsung, giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini enggak tepat. Ya, ketimbang berspekulasi
bukankah lebih baik kita tunggu saja mantu (SBY) anda sendiri yang
ngomong," ujarnya.

Sementara itu, dalam rapat Sekretariat Gabungan (Setgab) yang
dilakukan Selasa (3/4) malam di Cikeas tidak diikuti oleh PKS. Sebab
anggota Setgab yang diundang adalah anggota Setgab yang memilih opsi
mendukung pemerintah dalam kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Mahfudz Siddiq menyatakan, tidak diundangnya PKS pada rapat Setgab
Selasa malam bukan persoalan yang besar. Bahkan jika hasik rapat
Setgab malam ini memutuskan untuk mendepak PKS dari koalisi makan PKS
akan siap menerima keputusan tersebut.

"Jika rapat Setgab malam ini sepakat putuskan PKS tidak lagi bagian
dari koalisi, maka PKS dengan legowo menerima hal itu. Ketika PKS
memutuskan menolak rencana pemerintah menaikan harga BBM per 1 April
yang diyakini akan sangat membebani masyarakat, PKS sadar betul resiko
politik yang akan dihadapi," ujar Mahfudz dalam pesan singkatnya,
Selasa (3/4) malam.

Menurutnya, apabila keputusan tentang didepaknya PKS dari koalisi itu
sudah ada dan diputuskan, maka sikap PKS saat ini hanya tinggal
menunggu keputusan itu untuk disosialisasikan kepada pimpinan PKS.
Namun perlu diingat, PKS bekerja bukan hanya di dalam koalisi saja,
tetapi di luar koalisi pun PKS siap menyuarakan aspirasi dari rakyat.

"Kami akan menunggu Presiden SBY untuk menyampaikan keputusan itu
kepada Pimpinan PKS. Dalam posisi apapun PKS akan terus bekerja untuk
kepentingan masyarakat luas, termasuk membantu pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak yg sdg dihimpit berbagai
persoalan," tandasnya.

PKS memang tak diundang Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), dalam rapat yang dilakukan Selasa (3/4) malam
ini di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. "Pertemuan ini hanya
menyertakan pimpinan partai pendukung opsi 2 (APBNP)," ujar Staf
Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa melalui
pesan singkat, Selasa (3/4).ins

Jurnaline.com – Partai-partai pendukung mendepak Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dari sekretariat gabungan (SETGAB) partai koalisi.
Namun, anehnya hal ini baru di dengar oleh salah satu politikus PKS,
Aboe Bakar Alhabsy.

Aboe tak risau dengan keputusan itu. Sebab PKS bukan bermitra dengan
Setgab melainkan langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY).

"Perlu diingat bahwa akad koalisi PKS adalah dengan SBY bukan dengan
setgab. Bukan kami pula yang meminta namun PKS dilamar oleh SBY.
Setgab kan muncul belakangan hari setelah ada persoalan di internal
koalisi," ungkap Aboe Bakar Alhabsy melalui BlackBerry Messenger
kepada wartawan di DPR, Rabu (4/4).

Menurut anggota Komisi III DPR ini, peryataan yang dikeluarkan oleh
Syarifudin Hasan selaku anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat yang
juga Sekretaris Setgab, ada dua kemungkinan.

Sebagai Ketua Kapoksi Bidang Hukum di Fraksi PKS, dirinya tidak ingin
berspekulasi dan meminta SBY yang dianalogikannya sebagai mantu untuk
mengeluarkan pernyataan sendiri terkait dikeluarkannya PKS dari
koalisi. [rosad]

PKS tak terima dipecat oleh 'pembantu' SBY

Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi menendang PKS dari
koalisi. Namun keputusan yang disampaikan Sekretaris Setgab, Syarief
Hasan, tidak diterima PKS. PKS masih menunggu pernyataan langsung dari
Presiden SBY.

Ketua DPP PKS, Aboe Bakar Al-Ahbsyi mengatakan, sejak awal PKS tidak
pernah menjual diri untuk bergabung dengan pemerintah, tetapi SBY
sendiri yang meminta partai dakwah itu bergabung. Secara etika
politik, menurut Aboe Bakar, seharusnya SBY memanggil PKS.

"Masa pas ngelamar berani ngomong langsung, giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini kan enggak tepat. Ya, ketimbang
berspekulasi bukankah lebih baik kita tunggu saja," ujar Aboe Bakar
kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (4/4).

Aboe, sapaan akrabnya, mengatakan akad koalisi PKS bukanlah dengan
Setgab, melainkan dengan SBY. Setgab, kata Aboe, baru muncul
belakangan setelah ada persoalan di internal koalisi. Untuk itu PKS
menilai keputusan Setgab tidak lah resmi.

"Kalau anak Anda dilamar seseorang kemudian dilanjutkan akad nikah,
beberapa waktu kemudian pembantu mantu ini ngomong mau mentalak anak
Anda, apakah anda akan menanggapinya. Kira-kira posisinya begitu lah,"
jelasnya.

Menurut Aboe, keputusan yang diambil di Cikeas kemarin malam hanya
mencari muka. "Pertama Setgab sedang cari muka. Kedua Setgab atau
mantu ini tipe orang yang terima bersih. Tidak mau kotor tangannya
atau tak bertanggung jawab," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, partai politik yang tergabung dalam
Sekretariat Gabungan (Setgab) menyatakan PKS sudah tidak berada di
koalisi lagi. "Sekarang ini ada lima sekarang. Yang bersama-sama
dengan pemerintah hanya ada lima," ujar Anggota Dewan Pembina Partai
Demokrat Syarief Hasan di Puri Cikeas, Selasa (3/4) malam.

Kepastian dikeluarkannya PKS dari koalisi setelah anggota Setgab minus
PKS melakukan rapat di kediaman Susilo Bambang Yudhoyono semalam.
Hasil rapat itu memutuskan menendang PKS dari koalisi.

PKS ditendang karena sikapnya menolak kenaikan bahan bakar minyak
(BBM) dalam rapat paripurna DPR akhir bulan lalu. PKS lebih memilih
opsi pertama yaitu Pasal 7 Ayat 6. Pasal itu isinya pemerintah tidak
boleh menaikkan harga BBM bersubsidi.

Sikap PKS itulah yang membuat Partai Demokrat gerah. Partai penyokong
SBY di pemerintahan itu akhirnya menendang PKS dari koalisi.[did]

PKS Ingin Penjelasan SBY

JAKARTA (Berita): Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Aboe Bakar
Al-Habsy, belum percaya keterangan yang disampaikan Sekretaris
Sekretariat Gabungan Partai Koalisi, Syarif Hasan terkait berakhirnya
kontrak PKS sebagai parpal koalisi pendukung pemerintah.

"Perlu diketahui bahwa akad koalisi PKS adalah dengan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bukan dengan Setgab, karena PKS dilamar oleh SBY.
Keputusan kontrak koalisi kami ingin mendengar langsung dari Presiden
SBY," kata Aboe Bakar, di Gedung DPR, Senayan, Rabu (4/3).

Aboe Bakar menjelaskan, munculnya Setgab setelah ada persoalan
diinternal koalisi. Diibaratkan, jika seorang anak dilamar seseorang
kemudian dilanjutkan akad nikah, kemudian pembantu mantu bilang mau
menalak anak tersebut.

"Nah, masalah ini apakah anda akan menanggapinya, kira-kira
begitulah," terangnya.

Menurutnya, persoalan ini ada dua faktor kemungkinan. Pertama,
mungkin pembantu itu sedang cari muka atau cari perhatian. Kemungkinan
lainnya, seorang mantu yang tak mau bertanggungjawab. Saat melamar
berani bicara, namun saat menalak malah diwakilkan ke pembantu.

"Artinya, waktu melamar berani ngomong langsung, giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini kan nggak tepat. Daripada berspekulasi,
sebaiknya kita tunggu saja Pak SBY yang ngomong," ujar anggota Komisi
Hukum DPR ini. (iws)

Politikus PKS Ibaratkan Syarif Hasan Pembantu yang Cari Muka

Metrotvnews.com, Jakarta: Pernyataan Sekretaris Sekretariat Gabungan
Partai Koalisi Syarif Hasan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
didepak dari koalisi pendukung pemerintah membuat geram politikus PKS
Aboe Bakar Al-Habsy. Aboe mengibaratkan Syarif sebagai pembantu yang
mencari muka.

Anggota Komisi III DPR itu mengaku belum mendengar keputusan Setgab.
Ia mengingatkan bahwa akad koalisi PKS dengan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bukan dengan Setgab. PKS tidak meminta, tapi dilamar SBY.
Setgab muncul belakangan hari setelah ada persoalan di internal
koalisi.

"Nah, misalkan saja kalau anak Anda dilamar seseorang kemudian
dilanjutkan akad nikah, beberapa waktu kemudian pembantu Anda ini
ngomong mau mentalak anak Anda, apakah Anda akan menanggapinya.
Kira-kira posisinya begitulah," kata Aboe kepada wartawan, Rabu (4/4).

Menurut Aboe, sikap Syarif bisa karena cari muka atau cari perhatian.
Atau mungkin juga Presiden SBY yang merupakan menantu PKS tipe orang
yang terima bersih, tak mau kotor tangannya atau tak bertanggung
jawab.

"Masak waktu ngelamar berani ngomong langsung, giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu. Ini kan gak tepat. Ketimbang berspekulasi,
bukankah lebih baik kita tunggu saja mantu Anda sendiri yang ngomong,"
kata Aboe.

Setgab Partai Koalisi semalam menggelar rapat di Puri Cikeas, Bogor,
Jawa Barat. Salah satu agendanya membahas sikap PKS yang kerap
bertentangan dengan keputusan koalisi pendukung pemerintah. Dalam
paripurna BBM, Jumat (30/3) lalu, misalnya, PKS memutuskan menolak
kenaikan harga BBM. Sebaliknya, koalisi memberi peluang pemerintah
menaikan harga BBM. (Andhini)

PKS Tunggu "Mantu" yang "Ngomong"

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretariat Gabungan Partai pendukung Pemerintah
disebut memutuskan untuk mengeluarkan Partai Keadilan Sejahtera dari
dalam koalisi. Keputusan itu terungkap seusai pertemuan antara para
pemimpin partai politik yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan di
Cikeas, Jawa Barat, Selasa (3/4/2012) malam.

Pertemuan itu tidak diikuti oleh Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Namun, keputusan PKS didepak dari koalisi itu bukan disampaikan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), melainkan oleh Sekretaris
Setgab Syarif Hasan. Bagaimana tanggapan PKS?

Ketua DPP Bidang Advokasi Hukum dan HAM PKS Aboe Bakar Al Habsy
mengingatkan bahwa perjanjian koalisi PKS dengan Presiden, bukan
dengan Setgab. PKS juga dilamar oleh Presiden untuk bergabung dengan
koalisi.

Aboe Bakar lalu memberi perumpamaan. "Misalkan saja kalau anak Anda
dilamar seseorang, kemudian dilanjutkan akad nikah. Beberapa waktu
kemudian pembantu mantu Anda ngomong mau menalak anak Anda. Apakah
Anda akan menanggapinya?" kata Aboe Bakar.

Perumpamaan anggota Komisi III itu berlanjut. "Ini ada dua
kemungkinan. Pertama, mungkin pembantu itu sedang mencari muka atau
perhatian. Kedua, mungkin juga mantu Anda ini tipe orang yang terima
bersih, tak mau kotor tangannya atau tak bertanggung jawab," kata dia.

"Masak pas ngelamar berani ngomong langsung. Giliran mau talak
diwakilin ke pembantu. Ini kan enggak tepat. Ketimbang berspekulasi,
bukankah lebih baik kita tunggu saja mantu Anda sendiri yang ngomong,"
pungkas Aboe Bakar.

Kursi Menteri Digoyang, PKS Tunggu Sikap SBY

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, ramainya isu untuk mengeluarkan
partainya dari koalisi mungkin saja terjadi. Pasalnya. ada anggota
koalisi yang menginginkan jatah kursi menteri PKS.

"Semua partai koalisi sangat mungkin berkeinginan untuk incar kursi
menteri PKS. Yang pasti semangat kata Ruhut (Ruhut Sitompul) di media
itu orang-orang Demokrat," kata dia ketika dihubungi, Rabu (4/4).

Saat ini, jatah menteri PKS di Kabinet Indonesia Bersatu ada di tiga
pos. Yaitu, Menteri Sosial yang diduduki Salim Segaf Al Jufri, Menteri
Komunikasi dan Informasi yang diamanahkan kepada Tiffatul Sembiring,
dan Menteri Pertanian yang diberikan kepada Suswono. Sebelumnya PKS
menempati juga pos menteri riset dan teknologi yang diisi Suwarna
Suryapranata.

Aboe Bakar mengingatkan kalau akad koalisi partainya dengan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bukan dengan setgab. Malah, hubungan
koalisi itu bukan PKS yang meminta. "Namun PKS dilamar oleh SBY.
Setgab muncul belakangan hari setelah ada persoalan di internal
koalisi," klaim Aboe.

Menyikapi hasil rapat setgab Selasa (3/4) malam, Aboe memiliki
perumpamaan sendiri. Misalkan, kata dia, Anda punya anak yang kemudian
dilamar dan berlanjut ke akad nikah. Beberapa waktu kemudian,
lanjutnya, pembantu sang menantu bilang akan menceraikan anak Anda.
Karenanya, Aboe tidak ingin menanggapi hasil pertemuan semalam.

"Ini ada dua kemungkinan, pertama mungkin pembantu itu sedang cari
muka atau cari perhatian. Kedua mungkin juga mantu Anda ini tipe orang
yang terima bersih, tak mau kotor tangannya atau tak bertanggung
jawab. Masak pas melamar berani bilang langsung giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini tidak tepat," kata Kapoksi PKS di Komisi
III DPR tersebut mengulas.

Karenanya, lanjut Aboe, ketimbang berspekulasi lebih baik menunggu SBY
untuk berbicara langsung soal ini.

PKS Tidak Percaya Sekretariat Gabungan

Jakarta, Indonesianway.com – Sekretaris Sekgab, Syarif Hasan telah
menyatakan bahwa PKS tidak masuk dalam koalisi lagi. Pernyataan ini
berdasarkan hasil pertemuan partai koalisi yang terdiri partai
Demokrat, partai Golkar, PAN, PKB, dan PPP di Cikeas, Bogor, pada Rabu
(3/4/2012).

Dalam pertemuan tersebut, PKS sebagai salah satu anggota partai
koalisi tidak diundang. Namun, dari pihak PKS tidak percaya kalau
Presiden SBY belum menyampaikan keputusan tersebut kepada pimpinan
PKS.

"Perlu diingat bahwa akad koalisi PKS adalah dengan SBY bukan dengan
setgab, bukan kami pula yang meminta namun PKS dilamar oleh SBY," ujar
Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsyi di gedung DPR Senayan, Jakarta,
Rabu (4/3/2012) sebagaimana dilansir oleh detik.com.

Aboe mengingatkan bahwa kontrak koalisi ditandatangani antara PKS dan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bukan dengan Setgab yang baru
muncul kemudian. PKS tidak terlalu menghiraukan pernyataan dari
Sekretaris Sekgab, Syarif Hasan. "Ya, ketimbang berspekulasi bukankah
lebih baik kita tunggu saja SBY sendiri yang ngomong," ujarnya

Aboe Bakar: Kami Tunggu SBY Sendiri yang Ngomong

Jakarta, Seruu.com - Ketua DPP Bidang Advokasi Hukum dan HAM Partai
Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Alhabsy menyatakan belum
mengetahui partainya dikeluarkan dari Sekretariat Gabungan (Setgab)
karena semalam tidak diundang saat rapat koalisi yang dipimpin
langsung oleh ketua koalisi, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)
di Cikeas, Bogor.
"Wah kok saya baru dengar ya, perlu diingat bahwa akad koalisi PKS
adalah dengan SBY bukan dengan setgab, bukan kami pula yang meminta
namun PKS dilamar oleh SBY, " ungkapnya kepada Seruu.com, Rabu
(04/04/2012).

Dijelaskan oleh beliau, Setgab baru muncul belakangan hari setelah ada
persoalan di internal koalisi. "Jadi, misalkan saja kalau anak anda
dilamar seseorang kemudian dilanjutkan akad nikah, beberapa waktu
kemudian pembantu mantu anda ini ngomong mau mentalak anak anda,
apakah anda akan menanggapinya, kira-kira posisinya begitulah," lanjut
Aboe Bakar .

Menurutnya ini ada dua kemungkinan, pertama mungkin pembantu itu
sedang cari muka atau cari perhatian, kedua mungkin juga mantu anda
ini tipe orang yang terima bersih, tak mau kotor tangannya atau tak
bertanggung jawab.

"Masak pas nglamar berani ngomong langsung giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini kan gak tepat," terang Aboe Bakar.

"Ya, ketimbang berspekulasi bukankah lebih baik kita tunggu saja mantu
anda sendiri yang ngomong," tandas Anggota komisi III DPR-RI ini.
[Cesare]

Aboe Bakar : Talak Cerai Harus SBY Yang Ucapkan Bukan Pembantunya

Islamedia - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Abu Bakar Alhabsi,
mengatakan dirinya baru mendengar perihal partainya dikeluarkan dari
koalisi. Namun, dia menekankan, PKS dalam kontrak koalisi bukanlah
dengan Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Pemerintahan, tetapi
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Bukan kami pula yang meminta namun PKS dilamar oleh SBY. Setgab kan
muncul belakangan hari setelah ada persoalan di internal koalisi. Nah,
misalkan saja kalau anak anda dilamar seseorang kemudian dilanjutkan
akad nikah, beberapa waktu kemudian pembantu mantu anda ini ngomong
mau mentalak anak anda, apakah anda akan menanggapinya, kira-kira
posisinya begitulah," kata Aboe Bakar Alhabsi, Rabu 4 Maret 2012.

Dia mengatakan, ada dua kemungkinan jika Setgab benar mendepak PKS.
"Pertama mungkin pembantu itu sedang cari muka atau cari perhatian,
kedua mungkin juga mantu anda ini tipe orang yang terima bersih, tak
mau kotor tangannya atau tak bertanggung jawab," kata dia.

"Masak pas nglamar berani ngomong langsung giliran mau talak
diwakilkan ke pembantu, ini kan nggak tepat. Ya, ketimbang
berspekulasi bukankah lebih baik kita tunggu saja mantu anda sendiri
yang ngomong," lanjutnya.

Sekretaris Sekretariat Gabungan Partai Anggota Koalisi, Syarif Hasan,
mengatakan pertemuan malam itu untuk membahas kembali masalah kontrak
koalisi. Poin yang disorot dalam kontrak itu adalah masalah dukungan
dari partai koalisi kepada kebijakan pemerintah yang strategis.

"Kalau ternyata anggota koalisi setgab berseberangan, maka anggota
koalisi tersebut harus mengundurkan diri dan keterlibatan dalam
koalisi akan berakhir," kata Syarif hasan.

Senin, 02 April 2012

Investasi Politik PKS Melawan Demokrat

Jakarta - Panasnya hubungan PKS dengan Partai Demokrat di dalam Setgab
Koalisi bukan 'barang baru'. Dalam setiap kebijakan yang dianggap
merugikan rakyat, termasuk kenaikan harga BBM subsidi, PKS terus
melawan. Ancaman PD agar parpol pimpinan Luthfie Hasan itu dikeluarkan
dari koalisi toh tidak pernah terbukti.

Ancaman dan desakan PD agar PKS keluar dari koalisi sudah sering
terjadi, bahkan sampai mendesak SBY. Namun hingga detik ini, PKS tak
juga ditendang dari koalisi. Hanya jatah menterinya berkurang dari 4
menjadi 3 saat reshuffle kabinet lalu.

Pengamat Politik FORKAMI Sebastian Salang menilai wajar perbedaan
sikap PKS dengan parpol mitra koalisi di Setgab. Apalagi secara
substansi kebijakan kenaikan BBM memang sangat membebani rakyat.
Keuntungan PKS menolak kenaikan tersebut, kata dia, merupakan
investasi politik PKS ke depan. Ketika PD dengan kebijakannya yang
terus memberatkan masyarakat, PKS tetap dinilai sebagai partai yang
pro rakyat.

"Karena itu PKS cukup pede untuk melawan karena bisa dikapitaliskan
sebagai investasi politik, karena itu perjuangan demi rakyat," kata
Sebastian kepada Centroone.com di Jakarta, Senin (26/3/2012).

Sebastian pun yakin jika SBY mau menuruti keinginan PD untuk
mengeluarkan PKS dari koalisi Setgab. Sebab jika SBY sampai berani
mengeluarkan PKS, malah dia yang buntung sementara PKS untung.

Partai Demokrat pun bukan tidak mengerti menendang PKS akan merugikan
SBY di pemerintahan. Karena itu, desakannya pun diganti agar PKS
mundur dengan legowo dari koalisi. Jika mundur, posisinya PKS yang
buntung, sementara PD dan SBY akan untung.

"Kalau mereka tidak sepaham dan sejalan mending legowo saja (mundur),"
kata politisi PD Ruhut.

Menurut Ruhut sebagai mitra koalisi di pemerintahan itu harusnya bisa
menerima apapun segala risikonya, begitu pun juga dengan rencana
kenaikan harga BBM ini. Upaya PKS mengirimkan surat ke Presiden SBY
memberi alasan penolakan kenaikan BBM pun membuat PD kesal. Hal itu
sangat bertentangan dengan koalisi yang setuju dengan kenaikan harga
Premium.

"PKS kalau masih membandel keluar saja dari koalisi, kan biar seperti
oposisi (PDIP, Gerindra dan Hanura) yang jelas-jelas menolak BBM
naik," tukasnya.

Sikap mendesak PD pun dianggap pengamat politik Charta Politika
Yunarto Wijaya hal yang wajar. Sebab PKS selama ini memang sering
membandel dengan kesepakatan koalisi yang didominasi PD. Dan dia juga
menyarankan kalau PKS sudah tidak nyaman berkoalisi, lebih baik
mengambil langkah mundur dari koalisi.

"Itu akan lebih elegan daripada seperti ingin menjaga citra di depan
rakyat tapi masih ingin berada di pemerintahan. Karna kalau terus
menerus bersikap menentang, akan menimbulkan instabilitas politik di
tubuh koalisi," ujarnya.

Mengirimkan surat ke Presiden SBY, kata dia, hanya bentuk komunikasi
politik yang dipilih PKS, dari pada berbicara langsung.

Sementara itu, Ketua DPP PKS Aboebakar Alhabsy menyebut pengusiran PKS
dari koalisi hanya pengalihan isu. Sebab tidak ada urusan antara
kenaikan BBM dengan persoalan koalisi

"Janganlah mengalihkan isu BBM ke persoalan koalisi, kalaupun
pemerintah sekarang menghadapi kekecewaan dan amarah rakyat ya itu
konsekuensinya, janganlah tarik-tarik partai dalam persoalan ini,"
kata Aboebakar.

Ia menegaskan, menaikkan harga BBM adalah pilihan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Sementara penolakan PKS sebenarnya hanya
ingin melaksanakan UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN.

"Sudah sangat jelas sekali pada pasal 7 ayat 6 menyebutkan bahwa tidak
ada kenaikan harga BBM bersubsidi untuk masyarakat. Lah, masak kita
mau konsisten dengan undang-undang kok malah disalah-salahin kayak
gini. Kan nggak benar namanya," ujarnya.

Aboebakar juga menyebut usiran Demokrat hanya ingin mencari perhatian
SBY dan mengalihkan isu dari media.

Reporter: Luki Junizar - Editor: Ana Shofiana S

PKS Kembali Alami Ujian dari Koalisi

INILAH.COM, Jakarta - Posisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
pasca-sidang paripurna DPR Jumat (30/3/2012) kembali mendapat ujian.
Desakan agar partai ini ditendang dari koalisi mengemuka.

Pilihan politik populis dengan menolak rencana penaikan harga BBM
termasuk tidak memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM
oleh PKS nyatanya berimbas negatif terhadap posisi partai itu di
koalisi. PKS pun didesak keluar dari koalisi.

Desakan serupa bukan kali ini saja menimpa PKS. Saat pansus angket
Century akhir 2009 serta pansus angket pajak 2011 lalu, PKS juga
didesak agar disingkirkan dari koalisi. Puncaknya, saat perombakan
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II Oktober 2011 lalu, jatah kursi
milik PKS dipangkas satu yakni pos Kementerian Riset dan Tekhnologi
(Kemenristek) yang diduduki Suharna Surapranata.

Tidak jelas alasan pencopotan menteri PKS itu. Disebut-sebut salah
satunya imbas dari penyataan sejumlah elit PKS seperti Anis Matta dan
Fahri Hamzah yang kerap melancarkan kritik ke pemerintahan SBY.
Praktis, saat ini, PKS tinggal memiliki tiga kader di KIB II yakni
Tifatul Sembiring, Salim Jufri Assegaf dan Suwarno.

Sikap politik PKS yang 'lepas' dalam merespons isu publik selama ini
seperti persoalan Century, persoalan pajak, serta yang terakhir
penaikan harga BBM dilakukan semata-mata untuk merespons aspirasi
publik.

Seperti penegasan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq terkait sikap PKS
dengan menolak penaikan harga BBM karena partainya tidak mungkin
meninggalkan rakyat. "Apabila PKS harus memilih satu di antara dua,
tidak mungkin meninggalkan rakyat miskin yang telah membesarkan PKS.
Jika opsi yang dipilih pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat, maka
PKS akan berdiri bersama rakyat," ujar Luthfi dalam pembukaan Mukernas
PKS di Medan, Sumatera Utara, pekan lalu.

PKS juga membantah telah mengkhianati koalisi, walau berseberangan
sikap saat voting paripurna penaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Sejarah telah mencatat, bukan kami yang khianat dari koalisi. Ingat
meskipun kemarin (2011) satu Menteri PKS direshuffle, kami masih
bertahan dalam koalisi," tegas Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsy,
kepada INILAH.COM, Minggu (1/4/2012).

Jika skenario PKS ditendang dalam koalisi, maka partai koalisi praktis
hanya lima partai yakni Partai Demokrat (148 kursi), Partai Golkar
(106 kursi), PAN (46 kursi), PPP (38 kursi), dan PKB (28 kursi).
Sedangkan partai di luar koalisi yakni PDI Perjuangan (94 kursi), PKS
(57 kursi), Partai Gerindra (26 kursi), dan Partai Hanura (17 kursi)

Bila skenario ini dipilih SBY, kekuatan partai koalisi di parlemen
masih dominan dengan komposisi partai koalisi sebanyak 366 kursi dan
partai di luar pemerintahan sebesar 194 anggota. Secara matematis,
pemerintahan SBY masih cukup stabil dengan dukungan partai koalisi
bila PKS benar-benar ditendang dari koalisi. Namun juga tak bisa
dikatakan aman mengingat Partai Golkar juga sering bermanuver di
koalisi dan berpotensi berbeda suara di Parlemen.

Kini, kembali pada nyali Presiden SBY berani mendepak PKS atau tidak.
Sepertinya Presiden SBY harus berfikir panjang demi kelangsungan
koalisi dan demokrasi di Tanah Air. [mdr]

Kinerja PKS tak tergantung kursi di kabinet

Sebagai partai politik, PKS akan terus memperjuangkan nasib rakyat.
Kinerja PKS tidak akan terpengaruh dengan ada atau tidak kadernya di
kabinet atau pemerintahan.

"Ada atau tidak kader kita di pemerintahan, PKS akan tetap bekerja
untuk kejayaan bangsa," tegas Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy di
Jakarta, Minggu, (1/4).

Menurut dia, sikap partai itu telah disampaikan Presiden PKS Luthfi
Hasan Ishaaq saat pembukaan Mukernas PKS di Medan beberapa waktu lalu.
Dikemukakannya pula bahwa PKS pernah mengalami situasi dalam
pemerintahan maupun di luar.

Jadi soal ancaman elite Partai Demokrat agar PKS dikeluarkan dari
koalisi pendukung pemerintahan setelah berseberangan sikap terkait
kenaikan harga BBM, menurut Aboe Bakar, hal itu tidak menjadi masalah.

"Kader kita menempati posisi menteri itu dalam rangka menjalankan
tugas partai dan kapanpun pasti siap balik kanan bila diperintahkan
partai," ujarnya.

Di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, PKS menempatkan tiga kadernya
sebagai menteri, yakni Menkominfo Tifatul Sembiring, Mentan Suswono
dan Mensos Salim Segaf Al Jufri.[bal]

PKS Siap Dikeluarkan dari Koalisi

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera tetap akan
berada di koalisi pemerintahan meskipun telah berbeda sikap terkait
rencana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Meski demikian,
PKS tetap siap jika nantinya harus menjadi oposisi.

"Berbeda bukan berarti berpisah," kata Ketua DPP PKS Nasir Djamil di
Jakarta, Minggu ( 1/4/2012 ). Nasir ditanya sikap PKS kedepan di
koalisi setelah membuktikan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi
dalam rapat paripurna.

Nasir mengatakan, ketika diajak berkoalisi oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, PKS meminta agar tetap bisa bersikap kritis jika
ada kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat.

Ketua DPP PKS lainnya, Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, Yudhoyono pasti
akan menyikapi perkembangan dalam rapat paripurna di DPR. Jika pun
nanti harus kehilangan kekuasaan di kabinet, kata dia, PKS siap.

"PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan kekuasaan. Para menteri
itu adalah kader yang ditugaskan untuk membantu akselerasi pembangunan
nasional. Mentalitas kami siap saja ditugaskan di mana pun, baik di
dalam pemerintahan maupun di luar," kata Aboe Bakar.

Seperti diberitakan, ketika pengambilan keputusan mengenai amandemen
Pasal 7 ayat 6 UU APBNP 2012 , hanya PKS di koalisi yang bersikap
tetap mempertahankan pasal tersebut tanpa ada tambahan ayat 6a. Pasal
7 ayat 6 mengatur harga BBM bersubsidi tidak naik.

Adapun parpol koalisi lain, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar,
Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai
Kebangkitan Bangsa menyetujui tambahan ayat 6a. Substansi ayat itu
memungkinkan pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada
kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga minyak mentah
Indonesia (ICP) rata-rata selama enam bulan.

Perbedaan sikap PKS tak hanya soal BBM. Sebelumnya, Fraksi PKS juga
mendukung usulan penggunaan hak interpelasi terkait pengetatan remisi,
asimilasi, dan bebas bersyarat untuk terpidana kasus korupsi,
terorisme, dan narkotika.

F-PKS juga mendukung Rancangan Undang- Undang Keamanan Nasional
dikembalikan ke pengusulnya, yakni pemerintah. F-PKS juga pernah
bersebrangan dengan Demokrat dengan mendukung opsi C ketika
pengambilan keputusan terkait kasus Bank Century.

Sikap berbeda dari F-PKS juga tercermin saat partai itu mendorong
pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Pajak.

PKS Tetap Berada di Koalisi Meski Berbeda Sikap

JAKARTA l SURYA Online - Partai Keadilan Sejahtera tetap akan berada
di koalisi pemerintahan meskipun telah berbeda sikap terkait rencana
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Meski demikian, PKS
tetap siap jika nantinya harus menjadi oposisi.

"Berbeda bukan berarti berpisah," kata Ketua DPP PKS Nasir Djamil di
Jakarta, Minggu ( 1/4/2012 ). Nasir ditanya sikap PKS kedepan di
koalisi setelah membuktikan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi
dalam rapat paripurna.

Nasir mengatakan, ketika diajak berkoalisi oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, PKS meminta agar tetap bisa bersikap kritis jika
ada kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat.

Ketua DPP PKS lainnya, Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, Yudhoyono pasti
akan menyikapi perkembangan dalam rapat paripurna di DPR. Jika pun
nanti harus kehilangan kekuasaan di kabinet, kata dia, PKS siap.

"PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan kekuasaan. Para menteri
itu adalah kader yang ditugaskan untuk membantu akselerasi pembangunan
nasional. Mentalitas kami siap saja ditugaskan di mana pun, baik di
dalam pemerintahan maupun di luar," kata Aboe Bakar.

Seperti diberitakan, ketika pengambilan keputusan mengenai amandemen
Pasal 7 ayat 6 UU APBNP 2012 , hanya PKS di koalisi yang bersikap
tetap mempertahankan pasal tersebut tanpa ada tambahan ayat 6a. Pasal
7 ayat 6 mengatur harga BBM bersubsidi tidak naik.

Adapun parpol koalisi lain, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar,
Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai
Kebangkitan Bangsa menyetujui tambahan ayat 6a. Substansi ayat itu
memungkinkan pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada
kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga minyak mentah
Indonesia (ICP) rata-rata selama enam bulan.

Perbedaan sikap PKS tak hanya soal BBM. Sebelumnya, Fraksi PKS juga
mendukung usulan penggunaan hak interpelasi terkait pengetatan remisi,
asimilasi, dan bebas bersyarat untuk terpidana kasus korupsi,
terorisme, dan narkotika.

F-PKS juga mendukung Rancangan Undang- Undang Keamanan Nasional
dikembalikan ke pengusulnya, yakni pemerintah. F-PKS juga pernah
bersebrangan dengan Demokrat dengan mendukung opsi C ketika
pengambilan keputusan terkait kasus Bank Century.

Sikap berbeda dari F-PKS juga tercermin saat partai itu mendorong
pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Pajak.

Kader Demokrat Incar Kursi Menteri PKS

Metrotvnews.com, Jakarta: Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar Alhabsy menilai desakan terhadap
PKS untuk hengkang dari koalisi terjadi karena ada oknum di internal
Partai Demokrat sebagai partai pemimpin koalisi yang menginginkan
kursi menteri PKS.

"Banyaknya oknum Demokrat yang ingin mengeluarkan PKS dari koalisi
bukan barang yang baru. Memang dari dulu ada yang memprovokasi agar
PKS hengkang dari koalisi, karena mereka ingin mendudukki kursi
menteri dari kader PKS," ujarnya di Jakarta, Ahad (1/4).

Ia mengingatkan, bahwa koalisi yang dibangun merupakan kesepahaman
antara Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dan Ketua Dewan Pembina
Partai Demokrat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk bersama-sama
melakukan akselerasi pembangunan nasional.

"Jadi bukan dengan Syarief Hasan. Kalau soal BBM kan sudah kita bilang
sejak awal bahwa ini domain pemerintah, jangan seret partai dalam
persoalan ini. Bila pak Syarief dianggap gagal mengomunikasikannya di
Setgab, jangan kami yang diminta bertanggungjawab," jelasnya.

Sejarah mencatat, kata Aboebakar, bukan PKS yang berkhianat dari
koalisi. Ia menekankan, meskipun kemarin satu menteri PKS direshuffle,
kami masih bertahan dalam koalisi.

"Mentalitas kami siap saja ditugaskan dimanapun, baik dalam
pemerintahan maupun di luar. Kader PKS termasuk para menteri itu
bukanlah sekedar politisi, namun adalah para kader dakwah yang siap
bekerja untuk kejayaan bangsa. Presiden PKS sudah menegaskan hal itu,
karenanya kita siap bekerja dalam kondisi apapun," tegas Aboebakar.
(MI/RIZ)

Oknum Demokrat ada yang Inginkan Kursi Menteri PKS

JAKARTA--MICOM: Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar
Alhabsy menilai desakan terhadap PKS untuk hengkang dari koalisi
terjadi karena ada oknum di internal Partai Demokrat sebagai partai
pemimpin koalisi yang menginginkan kursi menteri PKS.

"Banyaknya oknum Demokrat yang ingin mengeluarkan PKS dari koalisi
bukan barang yang baru. Memang dari dulu ada yang memprovokasi agar
PKS hengkang dari koalisi, karena mereka ingin mendudukki kursi
menteri dari kader PKS," ujarnya di Jakarta, Minggu (1/4).

Ia mengingatkan, bahwa koalisi yang dibangun merupakan kesepahaman
antara Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dengan Ketua Dewan
Pembina Partai Demokrat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk
bersama-sama melakukan akselerasi pembangunan nasional.

"Jadi bukan dengan Syarief Hasan. Kalau soal BBM kan sudah kita bilang
sejak awal bahwa ini domain pemerintah, jangan seret partai dalam
persoalan ini. Bila pak Syarief dianggap gagal mengomunikasikannya di
Setgab, jangan kami yang diminta bertanggungjawab," jelasnya.

Sejarah telah mencatat, kata Aboebakar, bukan PKS yang berkhianat dari
koalisi. Ia menekankan, meskipun kemarin satu menteri PKS direshuffle,
kami masih bertahan dalam koalisi.

"Mentalitas kami siap saja ditugaskan dimanapun, baik dalam
pemerintahan maupun diluar. Kader PKS termasuk para menteri itu
bukanlah sekedar politisi, namun adalah para kader dakwah yang siap
bekerja untuk kejayaan bangsa. Presiden PKS sudah menegaskan hal itu,
karenanya kita siap bekerja dalam kondisi apapun," tegas Aboebakar.
(Wta/OL-04)

Politisi PKS: Opsi Terkait BBM Kelabui Rakyat

Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP PKS Aboebakar Alhabsyi menilai dua opsi
yang disampaikan dan diputuskan oleh rapat paripurna DPR terkait harga
BBM pada dasarnya hanya untuk mengaburkan substansi dan mengelabui
rakyat.

"Substansi rapat paripurna kemarin itu adalah memutuskan BBM naik atau
tidak. Ini adalah isu yang sensitif karena bakal kelihatan partai mana
yang pro-rakyat dan mana yang sekedar `lips service` saja," ujarnya di
Jakarta, Sabtu.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, kata Aboebakar, dua opsi yang
disampaikan ternyata hanya untuk mengaburkan subtansi sehingga hanya
terlihat yang diperdebatkan sekadar pasal-pasal saja.

Padahal sebenarnya opsi yang seharusnya dipilih paripurna itu adalah
menaikkan harga BBM atau tidak.

"Oleh karenanya kemarin berulang kali kami meminta agar opsi yang
ditampilkan disederhanakan sehingga rakyat dengan gamblang bisa
melihat siapa saja wakil rakyat yang pro dengan rakyat dan siapa
mengkhianati," ujar Aboebakar yang juga anggota Komisi III DPR RI itu.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa penyodoran dua opsi dengan bahasa yang
intelek tersebut memang sarat dengan kepentingan politik, paling tidak
untuk mempertahankan citra dan tetap mendapat keuntungan politik.

Sebagai partai menengah, kata dia, memang tidak banyak pilihan yang
dapat diambil oleh PKS.

"Jadi apa yang telah kami lakukan semalam adalah hal terbaik yang bisa
kami lakukan untuk kepentingan rakyat," ujarnya.

Dia berharap publik bisa "clear" melihat komposisi di DPR dan bukan
hanya partai seperti PKS yang akan diapresiasi rakyat, tapi apa yang
dilakukan oleh dua anggota Fraksi PKB Efendi Choirie dan Lily Wahid
adalah bentuk pembelaan kepada rakyat.

"Mereka bersama kami dalam barisan rakyat," ujarnya. (tp)

PKS tidak takut keluar dari koalisi

Jakarta [SPFM], Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berkali-kali
menegaskan partainya siap jika memang harus berada diluar koalisi
partai pendukung pemerintah. PKS curiga dorongan sejumlah pihak agar
PKS keluar dari koalisi disebabkan karena ada yang ingin menduduki
kursi menteri. Ketua DPP, Aboe Bakar Al Habsyi Minggu (01/04)
mengatakan banyaknya oknum Demokrat yang ingin mengeluarkan PKS dari
koalisi bukan barang yang baru. Menurut Aboe, persoalan mengganti
menteri bukanlah hal yang sederhana, sehingga semua aspek pasti
dihitung dengan cermat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Aboe mengungkapkan PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan
kekuasaan. Para menteri itu adalah kader yang ditugaskan di sana untuk
membantu akselerasi pembangunan nasional dan itu adalah bentuk
kontribusi PKS kepada bangsa ini.[dtc/hen]

Kader Demokrat Incar Kursi Menteri PKS?

Jakarta, FaktaPos.com - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Aboe Bakar Al Habsyi menyatakan derasnya permintaan agar PKS keluar
dari koalisi bukanlah barang baru.

Ia bahkan menyatakan desakan tersebut dikarenakan ada kader Demokrat
yang mengincar kursi menteri dari PKS.

"Ada yang bernafsu dengan posisi menteri yang diduduki PKS," ujar
Aboe, Jakarta, Minggu (01/04).

Menurut Aboe, jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ingin
mendepak menteri dari PKS dari kabinet maka hal itu haruslah
berdasarkan perhitungan yang matang.

Meski begitu, ia menegaskan, PKS siap jika nantinya harus kehilangan
kekuasaan di kabinet.

"PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan kekuasaan. Para menteri
itu adalah kader yang ditugaskan untuk membantu akselerasi pembangunan
nasional," tegas Aboe. (*/ian)

Minggu, 01 April 2012

PKS: Ada Oknum PD yang Nafsu Ngincar Posisi Menteri Kita

Jakarta PKS berkali-kali menegaskan partainya siap jika memang harus
berada diluar koalisi partai pendukung pemerintah. PKS curiga dorongan
sejumlah pihak agar PKS keluar dari koalisi disebabkan karena ada yang
bernafsu menduduki kursi menteri dari partai berlambang bulan sabit
kembar itu.

"Banyaknya oknum Demokrat yang ingin mengeluarkan PKS dari koalisi
bukan barang yang baru. Bisa jadi ada yang bernafsu dengan posisi
menteri yang diduduki PKS," ujar Ketua DPP Aboe Bakar Al Habsyi kepada
detikcom, Minggu (1/4/2012).

Menurut Aboe persoalan mengganti menteri bukanlah hal yang sederhana.
Jadi semua aspek pasti dihitung dengan cermat oleh Presiden SBY.

"PKS bergabung dengan koalisi adalah untuk mempercepat akselerasi
pembangunan nasional. Perlu diingat bahwa koalisi dibangun nggak
ujuk-ujuk, semua ada ceritanya. Bila yang dipertanyakan adalah
komitmen, sejarah sudah mencatat bukan kami yang merusak komitmen itu.
Karena komitmen pada kami sudah di kurangi, ya wajar saja kalau
kedepan kami tidak memiliki kewajiban sepenuh dulu lagi," paparnya.

Aboe mengatakan PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan kekuasaan.
Para menteri itu adalah kader yang ditugaskan disana untuk membantu
akselerasi pembangunan nasional dan itu adalah bentuk kontribusi PKS
kepada bangsa ini.

"Mentalitas kami siap saja ditugaskan dimanapun, baik dalam
pemerintahan maupun diluar. Kader PKS termasuk para menteri itu
bukanlah sekedar politisi, namun adalah para kader dakwah yang siap
bekerja untuk kejayaan bangsa. Presiden PKS sudah menegaskan hal itu,
karenanya kita siap bekerja dalam kondisi apapun," tutupnya.

Clear, PKS Berpihak pada Rakyat!

RMOL. Dua opsi yang ditawarkan Ketua DPR Marzuki Alie dalam sidang
paripurna hanyalah upaya untuk mengaburkan substansi persoalan, yaitu
mendukung atau menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Karena itu, kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar
Alhabsy, sejak awal sidang PKS meminta Marzuki Alie untuk untuk
membahasakan dua opsi di atas dengan sederhana, dan tidak perlu
menggunakan pilihan pasal 7 ayat 6 atau pasal 7 ayat 6A.

"Dengan bahasa sederhana itu, rakyat akan tahu mana partai yang
benar-benar berpihak pada rakyat dan mana yang tidak," kata Aboebakar
kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 1/4).

Menurut Aboebakar, penyodoran dua opsi dengan menggunakan bahasa yang
mengambang itu sarat dengan kepentingan politik. Paling tidak
digunakan untuk alat pencitraan atau tawar menawar politik.

"Dan dalam soal ini, clear bahwa PKS berpihak pada rakyat," tegas Aboebakar.

Aboebakar pun yakin rakyat pada akhirnya akan tahu mana partai yang
benar-benar peduli dan mana yang tidak. Rakyat juga akan mengapresiasi
sikap yang dilakukan individu anggota DPR seperti Effendi Choiri dan
Lily Wahid. [ysa]

Diancam Demokrat, PKS Malah Balik Gertak

RMOL. Rencana beberapa politisi Demokrat yang akan mengadukan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) kepada SBY terkait langkah politik dalam
sidang paripurna Sabtu dinihari (31/3) ditanggapi santai oleh petinggi
PKS.

"Jangan pakai bahasa lapor gitu lah, kayak anak yang mengadu ke
bapaknya saja. Pak SBY pasti sudah tahu, beliau pasti sudah mengikuti
perkembangan paripurna," kata Ketua DPP PKS bidang Hukum dan Advokasi,
Aboebakar Alhabsy, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu
(Minggu, 1/4).

Aboebakar pun menegaskan bahwa PKS bukan partai yang takut kehilangan
kekuasaan, bila dampak dari langkah politiknya adalah harus melepaskan
kursi menteri. Apalagi menteri yang berasal dari PKS bukan untuk
mengejar jabatan, tapi sebagai upaya membantu akselerasi pembangunan
nasional.

"Mentalitas kami siap saja ditugaskan dimanapun, baik dalam
pemerintahan maupun di luar. Kader PKS, termasuk para menteri itu,
bukanlah sekedar politisi, namun juga kader dakwah yang siap bekerja
untuk kejayaan bangsa," tegasnya.

Malah, kata Aboebakar, saat ini banyak oknum Demokrat yang ingin
mengeluarkan PKS dari koalisi. Para oknum inilah, yang bisa jadi,
justru sedang mengejar-ngejar kursi menteri.

"Bisa jadi ada kader Demokrat yang bernafsu dengan posisi menteri yang
diduduki PKS saat ini," tegas Aboebakar yang juga anggota Komisi III
DPR.

Hanya saja, Aboebakar mengingatkan bahwa mengganti menteri bukanlah
persoalan sederhana. Karena itu, semua aspek pasti akan dihitung
dengan cermat oleh Presiden SBY. Apalagi, koalisi juga dibangun tidak
dengan kertas kosong.

"Bila yang dipertanyakan adalah komitmen, sejarah sudah mencatat bukan
kami yang merusak komitmen itu. Karena komitmen pada kami sudah di
kurangi. Ya wajar saja kalau ke depan kami tidak memiliki kewajiban
sepenuh dulu lagi," demikian Aboebakar. [ysa]

PKS: Ada yang Incar Kursi Menteri Kami

INILAH.COM, Jakarta - PKS menilai, munculnya desakan agar PKS
ditendang dari koalisi karena ada pihak-pihak tertentu yang ingin
ambil alias incar jatah kursi menteri dari PKS di Kabinet Indonesia
Bersatu (KIB) jilid II.

"Desakan kayak gini bukan barang baru, memang dari dulu ada yang
provokasi agar PKS hengkang dari koalisi karena mereka ingin duduki
kursi menteri dari kader PKS," ujar Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsyi
kepada INILAH.COM, Minggu (1/4/2012).

Hingga kini, jatah kursi PKS di KIB II ada 3 yaitu Menkominfo, Menteri
Sosial dan Menteri Pertanian. Sebelum proses reshuffle akhir 2011
silam, jatah PKS ada 4 kursi. Namun, Menristek yang ketika itu dijabat
kader PKS akhirnya di reshuffle.

Aboe juga sindir pernyataan anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat
yang juga Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan. Syarif sebelum sidang
Kabinet di Istana Negara, sabtu (31/3/2012) malam sempat menegaskan
bahwa koalisi dengan PKS harus diakhiri. "Politik yang tidak
mengedepankan kesetiaan itu harus diakhiri, ini berat. Ini strategi
politik yang tidak loyal, dan itu harus diakhiri," kata Syarif.

Namun, Aboe menilai pernyataan itu salah. Sebab, komitmen koalisi
adalah antara Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dengan SBY.
Sehingga, Aboe menilai salah kaprah jika Syarif menyatakan hal
demikian.

"Perlu diperhatikan koalisi yang dibangun merupakan kesepemahaman
antara Ketua Majelis Syuro PKS dengan Ketua Dewan Pembina Demokrat
untuk bersama-sama melakukan akselerasi pembangunan nasional, jadi
bukan dengan Syarif Hasan," tegas anggota Komisi III DPR ini.

Menurutnya, perbedaan sikap PKS ketika voting di paripurna DPR bukan
semata-mata karena kesalahan PKS yang tidak mau ikut dengan barisan
koalisi. Tetapi, ketidak mampuan Setgab. Dengan begitu, PKS enggan
disalahkan.

"Kalau soal BBM kan sudah kita bilang sejak awal bahwa ini domain
pemerintah, jangan seret partai dalam persoalan ini. Nah bila Pak
Syarif dianggap gagal mengkomunikasikannya di Setgab, jangan kami yang
diminta bertanggungjawab," katanya.

Dalam voting sidang paripurna tersebut, ada dua opsi yang harus
dipilih. Pertama, bahwa pasal 7 ayat 6 UU No.22 tahun 2011 tentang
APBN 2012 tidak ada perubahan atau penambahan pasal. Opsi pertama ini,
adalah opsi yang tidak sepakat pemerintah menaikkan harga BBM. Opsi
kedua adalah pasal 7 ayat 6 ditambah ayat 6a. Opsi ini memungkinkan
pemerintah menaikkan harga BBM. Seluruh partai Koalisi memilih opsi
kedua, sementara PKS justru memilih opsi pertama. [gus]

PKS Bantah Khianati Koalisi

INILAH.COM, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bantah telah
khianati koalisi, walau berseberangan sikap dengan koalisi pada voting
paripurna penaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Sejarah telah mencatat, bukan kami yang khianat dari koalisi. Ingat
meskipun kemarin (2011) satu Menteri PKS direshuffle, kami masih
bertahan dalam koalisi," tegas Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsy,
kepada INILAH.COM, Minggu (1/4/2012).

Dalam voting sidang paripurna yang dilaksanakan sejak jumat
(30/3/2012) hingga sabtu (31/3/2012) dini hari itu, ada dua opsi yang
harus dipilih. Pertama, opsi bahwa pasal 7 ayat 6 UU No.22 tahun 2011
tentang APBN 2012 tidak ada perubahan atau penambahan pasal. Opsi
pertama ini, adalah opsi yang tidak sepakat pemerintah menaikkan harga
BBM. Opsi kedua adalah pasal 7 ayat 6 ditambah ayat 6a. Opsi ini
memungkinkan pemerintah menaikkan harga BBM. Seluruh partai Koalisi
memilih opsi kedua, sementara PKS justru memilih opsi pertama.

Terkait hal itu, Aboe jelaskan bahwa statemen Presiden PKS di Medan
sudah jelas bahwa PKS akan bersama rakyat. Kebijakan yang tidak pro
rakyat, tidak akan diikuti oleh PKS. Sikap itu, lanjutnya, cerminan
kesiapan PKS berada di luar koalisi.

"Saya kira statemen Presiden PKS clear, 'sudah cukup kita jadi teman
yang baik, bila memang keputusan pemerintah tidak berpihak pada
rakyat, PKS akan bediri bersama rakyat'. Ini sudah jelas, kami sebagai
kader akan siap, baik di dalam dan dil uar pemerintahan," jelasnya.

Anggota Komisi III (hukum) DPR ini juga mengaku kalau selama di
koalisi, PKS sudah cukup sabar. Berbagai tekanan bahkan
teriakan-teriakan terhadap PKS oleh partai koalisi lainnya, sering
dialami PKS. Sehingga, PKS pun berhak memiliki sikap seperti yang
diambil ketika voting di paripurna tersebut.

"Sudah cukuplah teriakan kotor pada kami yang menyebut ikan piranha
lah, tak ngerti koalisi lah, tak bermorah lah, apalagi tak berkelamin.
Saya kira kami selama ini sudah sangat bersabar, biarlah rakyat nanti
yang menilai," pungkasnya. [gus]

PKS: Berbeda Bukan Berarti Berpisah

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera tetap akan berada di
koalisi pemerintahan meskipun telah berbeda sikap terkait rencana
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Meski demikian, PKS
tetap siap jika nantinya harus menjadi oposisi.

"Berbeda bukan berarti berpisah," kata Ketua DPP PKS Nasir Djamil, di
Jakarta, Minggu (1/4/2012). Nasir ditanya sikap PKS kedepan di koalisi
setelah membuktikan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi dalam rapat
paripurna.

Nasir mengatakan, ketika diajak berkoalisi oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, PKS meminta agar tetap bisa bersikap kritis jika
ada kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat.

Ketua DPP PKS lainnya, Aboe Bakar Al Habsy, mengatakan, Yudhoyono
pasti akan menyikapi perkembangan dalam Rapat Paripurna di DPR. Jika
pun nanti harus kehilangan kekuasaan di kabinet, kata dia, PKS siap.

"PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan kekuasaan. Para menteri
itu adalah kader yang ditugaskan untuk membantu akselerasi pembangunan
nasional. Mentalitas kami siap saja ditugaskan di mana pun, baik di
dalam pemerintahan maupun di luar," kata Aboe Bakar.

Seperti diberitakan, ketika pengambilan keputusan mengenai amandemen
Pasal 7 Ayat 6 UU APBNP 2012, hanya PKS di koalisi yang bersikap tetap
mempertahankan pasal tersebut tanpa ada tambahan Ayat 6a. Pasal 7 Ayat
6 mengatur harga BBM bersubsidi tidak naik.

Adapun parpol koalisi lain, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar,
Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai
Kebangkitan Bangsa menyetujui tambahan Ayat 6a. Substansi ayat itu
memungkinkan pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada
kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga minyak mentah
Indonesia (ICP) rata-rata selama enam bulan.

Perbedaan sikap PKS tak hanya soal BBM. Sebelumnya, Fraksi PKS juga
mendukung usulan penggunaan hak interpelasi terkait pengetatan remisi,
asimilasi, dan bebas bersyarat untuk terpidana kasus korupsi,
terorisme, dan narkotika.

F-PKS juga mendukung Rancangan Undang- Undang Keamanan Nasional
dikembalikan ke pengusulnya, yakni pemerintah. F-PKS juga pernah
berseberangan dengan Demokrat dengan mendukung opsi C ketika
pengambilan keputusan terkait kasus Bank Century.

Sikap berbeda dari F-PKS juga tercermin saat partai itu mendorong
pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Pajak.

PKS Tetap Optimis Sekalipun Tanpa Miliki Menteri

KBRN, Jakarta : Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang
Advokasi Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Aboebakar Al-Habsy
menegaskan, kader PKS menempati posisi menteri dalam rangka
menjalankan tugas partai.

"Karena itu, kapan pun mereka pasti siap balik kanan apabila
diperintahkan partai. Kami ini bukan politisi an sich, jadi tidak
mengukur segala sesuatu dari kekuasaan," kata Aboebakar kepada
wartawan di jakarta, Minggu (1/4).

Aboebakar menekankan hal tersebut menjawab kemungkinan kader PKS yang
menduduki jabatan menteri akan digeser, sebagai imbas sikap politik
PKS menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

Ia mengatakan, PKS pernah mengalami situasi di dalam pemerintahan
maupun di luar. Karena itu, dalam posisi dan situasi apapun, tandas
Aboebakar, kader PKS akan tetap bekerja untuk rakyat.

"PKS akan tetap bekerja dalam kondisi apapun. Ini telah disampaikan
Presiden PKS pada Mukernas di Medan kemarin. Ada atau tidak kader kita
di pemerintahan, PKS akan tetap bekerja untuk kejayaan bangsa," tegas
Aboebakar.

Dijelaskannya, setiap kader PKS selalu dididik untuk siap memimpin
ataupun dipimpin.

"Coba lihat Pak Nur Mahmudi Ismail yang dulu Presiden PKS dan pernah
menjadi menteri, tidak kagok saat ditugaskan menjadi walikota. Atau
Pak Hidayat Nur Wahid yang dulu Presiden PKS dan mantan Ketua MPR, tak
sungkan ditugasi bersaing di Pilkada DKI. Itu semua biasa di PKS,"
pungkasnya. (R.Zein/HF)

PKS: Bukan Kami yang Rusak Komitmen

JAKARTA, KOMPAS.com — Para politisi yang tergabung dalam koalisi
mempertanyakan komitmen Partai Keadilan Sejahtera terhadap koalisi
setelah berbagai sikap yang berbeda dengan kebijakan pemerintah.
Terakhir, PKS berbeda sikap terkait rencana pemerintah menaikkan harga
bahan bakar minyak bersubsidi.

Bagaimana tanggapan PKS atas kritikan itu? "Perlu diingat bahwa
koalisi dibangun tidak tiba-tiba. Semua ada ceritanya. Bila yang
dipertanyakan adalah komitmen, sejarah sudah mencatat bukan kami yang
merusak komitmen itu," kata Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy, di
Jakarta, Minggu (1/4/2012).

Pernyataan Aboe Bakar itu mengacu pada sikap Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang mengurangi pos menteri PKS dari empat menjadi tiga
kursi. Kader PKS, Suharna Surapranata, ditarik dari jabatan Menteri
Riset dan Teknologi.

"Karena komitmen kepada kami sudah dikurangi, yah wajar kalau kedepan
kami tidak memiliki kewajiban sepenuh dulu lagi," kata Aboe Bakar.

Aboe Bakar melanjutkan, sikap PKS yang menolak penambahan Ayat 6a pada
Pasal 7 UU APBNP 2012 setelah melihat aspirasi rakyat. Bila kebijakan
koalisi sudah berseberangan dengan rakyat, kata dia, Presiden PKS
Luthfi Hasan Ishaaq sudah menegaskan akan berdiri bersama rakyat.

Ketika pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, PKS bersikap tetap
mempertahankan Pasal 7 ayat 6 tanpa ada tambahan Ayat 6a. Pasal 7 Ayat
6 mengatur harga BBM bersubsidi tidak naik.

Adapun substansi Ayat 6a memungkinkan pemerintah menyesuaikan harga
BBM bersubsidi jika ada kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen
dari harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata selama enam bulan.

"Kami tidak tuli dengan orasi-orasi yang diteriakkan buruh. Kami tidak
buta dengan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa hingga berdarah-darah.
Berbagai aksi yang masif itu menunjukkan mereka benar-benar menolak
kenaikan harga BBM," kata Aboe Bakar.

Anggota Komisi III itu menambahkan, Presiden pasti akan menyikapi
perkembangan dalam Rapat Paripurna di DPR. Jika pun nanti harus
kehilangan kekuasaan di kabinet, kata dia, PKS siap.

"PKS bukan tipe partai yang takut kehilangan kekuasaan. Para menteri
itu adalah kader yang ditugaskan untuk membantu akselerasi pembangunan
nasional. Mentalitas kami siap saja ditugaskan di mana pun, baik di
dalam pemerintahan maupun di luar," pungkasnya.

Dua Opsi Kenaikan BBM Mengelabui Rakyat

JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
Aboebakar Alhabsy, menilai, substansi rapat paripurna DPR kemarin,
adalah memutuskan Bahan Bakar Minyak (BBM) naik atau tidak.
Menurutnya, ini adalah isu yang sensitif, karena bakal kelihatan
partai mana yang pro rakyat dan partai mana yang sekedar lips service
saja.

"Saya lihat dua opsi yang disampaikan sebenarnya untuk mengaburkan
subtansi, sehingga hanya terlihat yang diperdebatkan sekedar
pasal-pasal saja. Padahal sebenarnya opsi yang dipilih adalah
menaikkan harga BBM atau tidak," kata Aboebakar, Minggu (1/4).

"Oleh karenanya semalam berulang kami PKS meminta agar opsi yang
ditampilkan disederhanakan sehingga rakyat dengan gamblang bisa
melihat siapa saja wakil rakyat yang pro dengan rakyat dan siapa
menghianati rakyat," sambung Anggota Komisi III DPR, itu.

Ia menilai, penyodoran dua opsi dengan bahasa yang intelek tersebut
memang syarat dengan kepentingan politik, paling tidak untuk
mempertahankan citra dan tetap mendapat gain politik. "Sebagai partai
menengah memang tidak banyak pilihan yang dapat diambil oleh PKS. Apa
yang telah kami lakukan semalam adalah hal terbaik yang bisa kami
lakukan untuk kepentingan rakyat," katanya.

Aboebakar, berharap publik bisa jernih melihat komposisi di DPR.
"Saya yakin bukan hanya partai seperti PKS yang akan diapresiasi
rakyat, apa yang dilakukan oleh Efendi Choirie dan Lily Wahid adalah
bentuk pembelaan kepada rakyat, mereka bersama kami dalam barisan
rakyat," ungkapnya.

Seperti diketahui, rapat paripurna Jumat (30/3) yang berakhir Sabtu
(31/4) memutuskan untuk memasukkan pasal 7 ayat 6 dengan tambahan 6a
dalam UU APBNP 2012 yang memberikan kewenangan kepada pemerintah
menaikkan BBM dengan syarat tertentu. (boy/jpnn)